INDAHNYA ISLAM

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 55).


Kamis, 23 Mei 2019

KEHILANGAN 😢

Diposting oleh Yusuf shadiq
Kehilangan
Mengapa…?
mengapa aku harus kehilangannya untuk kedua kalinya
kini aku tak mengerti…
hatiku kini retak,remuk,dan hancur…
dulu hatiku yang slalu senang saat bersamanya
kini hilang harapan itu
dia pergi…
pergi menghadap sang khaliq

seharusnya aku harus ikhlaskannya
tapi tak bisa,

air mataku trus mengalir,dan membasahi pipiku
sekarang,fikirku hanya bagaimana bisa menyusulnya
aku kehilangan jati diriku saat ini,karna dia…
aku hanya bisa menangis dan menagisinya,
menjerit dan rasa penyesalan yang dalam
mengapa ku tak nyatakan rasaku padanya ?
sekarang, yang didepanku hanya raga tanpa nyawa

Dia pergi,Dia pergi,tinggalkanku,hanya itu ucapku
dulu waktu aku ingin ungkapkan rasaku padanya
ternyata Dia sudah memiliki orang yang dicintainya…
haruskah kurusak itu ?
tak mungkin, kini dia telah sendiri, tanpa kekasih hati
dan hari ini, saat kuberencana ingin ucapkan rasaku
tiba-tiba aku dengar dia kecelakaan dan tewas ditempat
tak terlintas difikirku, bahwa hari ini akan menjadi hari kelabu bagiku. . .
Read More - KEHILANGAN 😢

Rabu, 07 Mei 2014

Lima Belas Dosa di Kepala Wanita

Diposting oleh Yusuf shadiq




BETAPA Allah Subhana Wa Ta'ala sangat menjaga seorang wanita. Lihat saja, aturan menutup tubuh saja sudah dibedakan dari lelaki. Ini tentu saja untuk menjaga fitnah bagi wanita. Maklum, berbeda dengan lelaki, setiap lekuk tubuh wanita berpotensi mengundang kaum lain jenis. Termasuk juga di kepalanya. Jika tidak pandai-pandai mendalami dan memahami agama, mungkin kepala wanita bisa menjadi sumber dosa. Kenapa?

1. Tidak berhijab (menutup aurat). Allah berfirman, yang artinya: “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).

Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur: 24).

2. Menyambung rambut / memakai konde.
Dari Asma’ binti Abi Bakr, ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Telah kunikahkan anak gadisku setelah itu dia sakit sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung rambut kepalanya. Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung,” (HR Bukhari no 5591 dan Muslim no 2122).

3. Mewarnai / menyemir rambut dengan warna hitam.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada akhir zaman nanti akan muncul suatu kaum yang bersemir dengan warna hitam seperti tembolok merpati. Mereka itu tidak akan mencium bau surga.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan Al Hakim. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim).

4. Mencabut uban.
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

5. Memakai bulu mata palsu.
Fatwa: “…Menurut hemat saya, tidak diperbolehkan memasang bulu mata buatan (palsu) pada kedua matanya, karena hal tersebut sama dengan memasang rambut palsu, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat wanita yang memasang dan yang minta dipasangi rambut palsu. Jika Nabi telah melarang menyambungkan rambut dengan rambut lainnya (memasang rambut palsu) maka memasang bulu mata pun tidak boleh. Juga tidak boleh memasang bulu mata palsu karena alasan bulu mata yang asli tidak lentik atau pendek. Selayaknya seorang wanita muslimah menerima dengan penuh kerelaan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah, dan tidak perlu melakukan tipu daya atau merekayasa kecantikan, sehingga tampak kepada sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti memiliki pakaian yang tidak patut dipakai oleh seorang wanita muslimah…” (Disampaikan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman al-Jibrin. Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini jilid 3, hal.80-81 cet, Darul Haq, Jakarta.)

6. Bertabarruj.
Allah Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: “Dan janganlah kalian (para wanita) bertabarruj (keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu” [al-Ahzaab:33].

7. Merenggangkan / mengikir gigi.
Dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang orang mencukur alis, mengkikir gigi, menyambung rambut, dan mentato, kecuali karena penyakit. (HR. Ahmad 3945 dan sanadnya dinilai kuat oleh Syuaib Al-Arnaut).

Dari ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Semoga Allah melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah. (HR. Bukhari 4886).

8. Membuat tatto.
Lihat point ke-7.

9. Memakai jilbab gaul / tidak memenuhi syarat hijab.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahkan telah memperingatkan kita dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
“Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor-ekor sapi betina yang mereka pakai untuk mencambuk manusia; wanita-wanita yang berpakaian (namun) telanjang, yang kalau berjalan berlenggak-lenggok menggoyang-goyangkan kepalanya lagi durhaka (tidak ta’at), kepalanya seperti punuk-punuk unta yang meliuk-liuk. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau wanginya, padahal bau wanginya itu sudah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2128) dan Ahmad (no. 8673).

10. Memakai rambut palsu.
Memakai wig/rambut palsu hukumnya haram, karena termasuk al-washl yaitu menyambung rambut yang diharamkan. (Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah). Seandainya tidak dianggap al-washl, maka wig itu menampakkan rambut si wanita lebih panjang daripada yang sebenarnya sehingga menyerupai al-washl. Padahal wanita yang melakukannya dilaknat sebagaimana disebutkan oleh hadits: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan minta disambungkan rambutnya.” (HR. al-Bukhari no. 5941, 5926 dan Muslim no. 5530). (Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah).

Perbuatan al-washl ini diharamkan, sama saja apakah si wanita melakukannya dengan izin suami atau tidak, karena perbuatan haram tidak terkait dengan izin dan ridha.

11. Mencukur rambut menyerupai laki-laki atau wanita kafir.
a. Potongan yang menyerupai potongan laki-laki maka hukumnya haram dan dosa besar, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum wanita yang menyerupai kaum pria. Sebagaimana disebutkan dalam hadis, dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum lelaki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai lelaki.” (H.r. Bukhari)

b. Potongan yang menyerupai potongan khas wanita kafir, maka hukumnya juga haram, karena tidak boleh menyerupai orang-orang kafir. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibn Umar radliallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang meniru-niru (kebiasaan) suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut” (H.r. Abu Daud, dan dishahihkan al-Albani)

12. Mencukur / mencabut bulu alis.
Lihat point ke-7.

13. Memakai lensa kontak berwarna untuk tabarruj.
Syaikh Muhammad shalih Al-Munajjid hafidzahullah berkata: “…lensa kontak berwana untuk perhiasan (untuk bergaya). Maka hukumnya sama dengan perhiasan, jika digunakan untuk berhias bagi suaminya maka tidak mengapa. Jika digunakan untuk yang lain maka hendaknya tidak menimbulkan fitnah. Dipersyaratkan juga tidak menimbulkan bahaya (misalnya iritasi dan alergi pada mata, pent) atau menimbulkan unsur penipuan dan kebohongan misalnya menampakkan pada laki-laki yang akan melamar. Dan juga tidak ada unsur menyia-nyiakan harta (israaf) karena Allah melarangnya.”

14. Operasi plastik untuk kecantikan.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya, “Bagaimana hukum melaksanakan operasi kecantikan dan hukum mempelajari ilmu kecantikan?”

Jawaban beliau,”Operasi kecantikan (plastik) ini ada dua macam. Pertama, operasi kecantikan untuk menghilangkan cacat yang karena kecelakaan atau yang lainnya. Operasi seperti ini boleh dilakukan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan izin kepada seorang lelaki–yang terpotong hidungnya dalam peperangan–untuk membuat hidung palsu dari emas. Kedua, operasi yang dilakukan bukan untuk menghilangkan cacat, namun hanya untuk menambah kecantikan (supaya bertambah cantik). Operasi ini hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, karena dalam sebuah hadis (disebutkan), ‘Rasulullah melaknat orang yang menyambung rambut, orang yang minta disambung rambutnya, orang yang membuat tato, dan orang yang minta dibuatkan tato.’ (H.R. Bukhari). (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hlm. 478–479). Sumber: Majalah As-Sunnah, edisi 5, tahun IX, 1426 H/2005 M.

15. Memakai kawat gigi untuk kecantikan / tabarruj.
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukumnya memperbaiki gigi?” Syaikh menjawab, “Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:

Pertama, jika tujuannya supaya bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal yang demikian untuk estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki lebih layak dilarang daripada wanita.

Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia melakukannya. Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi serinya atau gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya. Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya. Hal ini dikategorikan sebagai menghilangkan aib atau cacat bukan termasuk menambah kecantikan. Dasar argumentasinya (dalil), Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang laki-laki yang hidungnya terpotong agar menggantinya dengan hidung palsu dari emas, yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan dimaksudkan untuk mempercantik diri.” Allahu a’lam. [konsultasi syariah]

http://www.hadist.web.id/2013/08/lima-belas-dosa-di-kepala-wanita.html
Read More - Lima Belas Dosa di Kepala Wanita

Sabtu, 28 Desember 2013

Kemiskinan yang Kalian Takutkan?

Diposting oleh Yusuf shadiq
Kebanyakan manusia takut terjatuh ke dalam kemiskinan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk menghindarinya. Mereka begitu sedih dan berduka cita ketika mengalami kekurangan harta. Bahkan sampai-sampai di antara mereka ada yang menukar agamanya hanya untuk mendapatkan sebagian harta benda duniawi. Seperti datang ke dukun, paranormal dan yang sejenisnya untuk meminta jimat, jampi-jampi dan sejenisnya kepada mereka. Atau memelihara/meminta bantuan makhluk halus (baca:jin) dalam rangka mendapat kekayaan. Dengan ini mereka telah menjual aqidah dan agamanya dengan kesenangan duniawi yang rendah dan sesaat. Nas`alullaahas salaamah wal ‘aafiyah.
Benarkah kemiskinan yang perlu kita takutkan? Benarkah kemiskinan yang dikhawatirkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas ummatnya?

عَنْ عَمْرو بْنِ عَوْفٍ الأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ بَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ إِلَى الْبَحْرَيْنِ يَأْتِي بِجِزْيَتِهَا، فَقَدِمَ بِمَالٍ مِنَ الْبَحْرَيْنِ، فَسَمِعَتِ الأَنْصَارُ بِقُدُوْمِ أَبِي عُبَيْدَةَ، فَوَافَوْا صَلاَةَ الْفَجْرِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ، اِنْصَرَفَ، فَتَعَرَّضُوْا لَهُ، فَتَبَسَّمَ رَسُوْلُ اللهِ حِيْنَ رَآهُمْ، ثُمَّ قَالَ: ((أَظُنُّكُمْ سَمِعْتُمْ أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَدِمَ بِشَيْءٍ مِنَ الْبَحْرَيْنِ)) فَقَالُوْا: أَجَل يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَقَالَ: ((أَبْشِرُوْا وَأَمِّلُوْا مَا يَسُرُّكُمْ، فَوَاللهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ))

Dari ‘Amr bin ‘Auf Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah radhiyallahu ‘anhu ke negeri Bahrain untuk mengambil upeti dari penduduknya (karena kebanyakan mereka adalah Majusi ?pent). Lalu dia kembali dari Bahrain dengan membawa harta. Maka orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah. Lalu mereka bersegera menuju masjid untuk melaksanakan shalat shubuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat beliau pun berpaling (menghadap ke arah mereka). Lalu mereka menampakkan keinginannya terhadap apa yang dibawa Abu ‘Ubaidah dalam keadaan mereka butuh kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tersenyum ketika melihat mereka.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menduga kalian telah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu (harta) dari Bahrain.” Maka mereka menjawab, “Tentu Ya Rasulullah.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya. Kemudian dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR. Al-Bukhariy no.3158 dan Muslim no.2961)
Jangan Takut dengan Kemiskinan!
Ketika Abu ‘Ubaidah kembali dengan membawa harta dari negeri Bahrain, terdengarlah hal ini oleh orang-orang Anshar. Lalu mereka pun bersegera mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan shalat shubuh. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, mereka menampakkan keinginannya terhadap apa yang dibawa Abu ‘Ubaidah dalam keadaan mereka butuh kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tersenyum yakni tertawa tanpa mengeluarkan suara. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum karena mereka datang dalam keadaan mengharapkan harta.
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menduga kalian telah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu (harta) dari Bahrain.” Maka mereka menjawab, “Tentu Ya Rasulullah.” Yakni kami telah mendengarnya dan kami sengaja datang untuk mendapatkan bagian kami.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian.”
Berarti kemiskinan bukanlah yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kita.
Bahkan kadang-kadang kemiskinan bisa menjadi kebaikan bagi seseorang ketika dia bersabar dan tetap taat kepada Allah ? dalam kemiskinannya tersebut.
S
abda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian.” Yakni aku tidak mengkhawatirkan kemiskinan atas kalian.
Karena sesungguhnya orang yang miskin secara umum lebih dekat kepada kebenaran daripada orang yang kaya.
Perhatikanlah oleh kalian keadaan para rasul! Siapakah yang mendustakan mereka? Yang mendustakan mereka adalah para pembesar kaumnya, orang-orang yang paling jeleknya dan orang-orang kaya. Dan sebaliknya, kebanyakan yang mengikuti mereka adalah orang-orang miskin. Sampai pun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kebanyakan yang mengikuti beliau adalah orang-orang miskin.
Maka kemiskinan bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Jangan sampai kita takut miskin atau tidak bisa makan. Jangan sampai selalu terbetik dalam hati kita, “Besok kita makan apa?” Jangan khawatir! Yang penting kita berusaha mencari rizki dengan cara yang halal, berdo’a dan bertawakkal kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah telah menjamin rizki seluruh makhluk-Nya.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu yang melata pun (yakni manusia dan hewan) di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.” (Huud:6)
Bahkan sesuatu yang harus kita khawatirkan adalah ketika dibentangkan dunia kepada kita. Yakni ketika kita diuji dengan banyaknya harta benda. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Akan tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya. Kemudian dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.”
Menghancurkan kalian artinya menghilangkan agama kalian yakni dikarenakan dunia, kalian menjadi lalai dan meninggalkan ketaatan kepada Allah.
Bahayanya Dunia bagi Seorang Muslim
Dunia sangat berbahaya bagi seorang muslim. Inilah kenyataannya. Lihatlah keadaan orang-orang di sekitar kita. Ketika mereka lebih dekat kepada kemiskinan (yakni dalam keadaan miskin), mereka lebih bertakwa kepada Allah dan lebih khusyu’. Rajin shalat berjama’ah di masjid, menghadiri majelis ‘ilmu dan lain-lain. Namun, ketika banyak hartanya, mereka semakin lalai dan semakin berpaling dari jalan Allah. Dan muncullah sikap melampaui batas dari mereka.
Akhirnya, sekarang manusia menjadi orang-orang yang selalu merindukan keindahan dunia dan perhiasannya: mobil, rumah, tempat tidur, pakaian dan lain-lainnya. Dengan ini semuanya, mereka saling membanggakan diri antara satu dengan lainnya. Dan mereka berpaling dari amalan-amalan yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Jadilah majalah-majalah, koran-koran dan media lainnya tidaklah membicarakan kecuali tentang kemegahan dunia dan apa-apa yang berkaitan dengannya. Dan mereka berpaling dari akhirat, sehingga rusaklah manusia kecuali orang-orang yang Allah kehendaki.
Maka kesimpulannya, bahwasanya dunia ketika dibukakan ?kita memohon kepada Allah agar menyelamatkan kami dan kalian dari kejelekannya- maka dunia itu akan membawa kejelekan dan akan menjadikan manusia melampaui batas.
كَلاَّ إِنَّ الإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (Al-’Alaq:6-7)
Dan sungguh Fir’aun telah berkata kepada kaumnya,
يَاقَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلاَ تُبْصِرُونَ
“Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kalian tidak melihat(nya)?” (Az-Zukhruf:51)
Fir’aun berbangga dengan dunia. Oleh karena itulah, maka dunia adalah sesuatu yang sangat berbahaya.
Hadits di atas mirip dengan hadits berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: جَلَسَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ، فَقَالَ: ((إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِي مَا يُفْتَحُ عَلَيْكُمْ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا وَزِيْنَتِهَا))
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara yang paling aku takutkan atas kalian sepeninggalku adalah ketika dibukakan atas kalian keindahan dunia dan perhiasannya.” (HR. Al-Bukhariy no.1465 dan Muslim no.1052)
Dunia Itu Manis dan Hijau
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang keadaan dunia sekaligus memperingatkan ummatnya dari fitnahnya.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: ((إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ))
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kalian pemimpin padanya. Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian. Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita.” (HR. Muslim no.2742)
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau.” Yakni manis rasanya dan hijau pemandangannya, memikat dan menggoda. Karena sesuatu itu apabila keadaannya manis dan sedap dipandang mata, maka dia akan menggoda manusia. Demikian juga dunia, dia manis dan hijau sehingga akan menggoda manusia.
Akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan,
“Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kalian pemimpin padanya.” Yakni Dia menjadikan kalian pemimpin-pemimpin padanya, sebagian kalian menggantikan sebagian yang lainnya dan sebagian kalian mewarisi sebagian yang lainnya.
“Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian.” Apakah kalian mengutamakan dunia atau akhirat? Karena inilah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan, “Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita.”
Harta dan Kekayaan yang Bermanfaat
Akan tetapi apabila Allah memberikan kekayaan kepada seseorang, lalu kekayaannya tersebut membantunya untuk taat kepada Allah, dia infakkan hartanya di jalan kebenaran dan di jalan Allah, maka jadilah dunia itu sebagai kebaikan.
Kita semua tidak bisa lepas dari dunia secara keseluruhan. Kita butuh tempat tinggal/rumah, kendaraan, pakaian dan lain sebagainya. Bahkan kalau benda-benda tadi kita gunakan untuk membantu ketaatan kepada Allah niscaya kita mendapatkan pahala. Sebagai contohnya adalah kendaraan. Kita gunakan untuk menghadiri majelis ‘ilmu atau kegiatan lainnya yang bermanfaat. Bahkan kita pun bisa mengajak teman-teman ikut bersama kita. Dengan menggunakan kendaraan sendiri kita bisa menghindari kemaksiatan seperti ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram) dan lainnya.
Akan tetapi jangan sampai kendaraan ataupun harta benda duniawi menjadikan kita bangga, sombong sehingga akhirnya merendahkan dan meremehkan orang lain. Jadikan harta tersebut sebagai alat bantu untuk taat kepada Allah yang dengannya kita bisa menjadi orang yang bersyukur.
Bahkan sebagian ‘ulama mewajibkan untuk memiliki kendaraan pribadi. Dengan kendaraan tersebut seorang muslim akan terhindar dari ikhtilath dan kemaksiatan lainnya. Sedangkan menghindari maksiat adalah wajib. Sementara di dalam kaidah ushul fiqh disebutkan, “Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu adalah wajib.”
Akan tetapi tentunya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jangan sampai karena ingin mendapatkan kendaraan, dia mati-matian mencari harta siang dan malam. Yang terbenak dalam otaknya adalah uang, uang dan uang. Sehingga lupa berdzikir kepada Allah, mempelajari agamanya, menghadiri majelis ilmu, shalat berjama’ah dan ketaatan lainnya.
Ingatlah selalu firman Allah subhanahu wa ta’ala,
فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian.” (At-Taghaabun:16)
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah:286)
Oleh karena itulah, keadaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan pada keridhaan-Nya seperti kedudukan orang ‘alim yang telah Allah berikan hikmah dan ilmu kepadanya, yang mengajarkan ilmunya kepada manusia.
Maka di sana ada perbedaan antara orang yang rakus/ambisi terhadap dunia dan berpaling dari akhirat dengan orang yang Allah berikan kekayaan yang digunakannya untuk mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat dan dia infakkan di jalan Allah.
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Al-Baqarah:201)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu membimbing kita untuk mengamalkan apa-apa yang dicintai dan diridhai-Nya serta memperbaiki urusan-urusan kita. Aamiin. Wallaahu A’lam.
Maraaji’: Syarh Riyaadhish Shaalihiin 2/186-189, Maktabah Ash-Shafaa; dan Bahjatun Naazhiriin 1/528, Daar Ibnil Jauziy.
Sumber : Bulletin Al Wala Wal Bara
Read More - Kemiskinan yang Kalian Takutkan?

Terompet, Tradisi Bangsa Yahudi

Diposting oleh Yusuf shadiq


Tiup-meniup terompet sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia raya. Tragisnya, mereka tak memahami arti dan fungsi terompet dalam sejarah perkembangannya. Mereka tak tahu asal-muasal penggunaan terompet.
Setiap malam tahun baru, seluruh dunia meniup terompet. Apakah ini adalah suatu kebudayaan? Darimana asalnya? Ternyata, setelah dilakukan banyak penelitian sejarah, budaya ini diikuti dari budaya Yahudi “Rosh Hashanah” (bahasa Ibrani: ראש השנה) yang adalah tahun baru dalam penanggalan Yahudi. Sebenarnya, Yudaisme (ajaran Yahudi) memiliki empat hari “tahun baru” yang menandai berbagai “tahun” resmi, seperti halnya 1 Januari menandai tahun baru dalam penanggalan Gregorian. Rosh Hashanah adalah tahun baru Yahudi untuk manusia, binatang, dan kontrak hukum, menurut kepercayaan batil mereka!!

Jadi, menilik sejarahnya, bangsa yang pertama kali meniup terompet digunakan di malam tahun baru adalah bangsa Yahudi.
Seluruh penjuru dunia telah menyambut pergantian tahun. Seperti negara-negara lain di dunia, masyarakat di Indonesia pun juga demikian. Jika di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Korea, dan China, masyarakatnya menghabiskan malam Tahun Baru dengan mengunjungi tempat ibadah untuk berdoa. Maka di Indonesia, meniup terompet sudah menjadi tradisi masyarakat saat menyambut pergantian tahun.
Sayangnya, hingga saat ini tak banyak orang yang tahu mengapa terompet dipilih untuk menyambut datangnya tanggal 1 Januari!! Mereka juga tak tahu hukumnya menurut syariat Islam!!!
Semula, budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka (bulan Tisyri). Walaupun setelah itu mereka merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian.
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai), sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Sebenarnya shofar (serunai) sendiri digolongkan sebagai terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga kini.
Para pembaca yang budiman, inilah sejarah terompet dan asal penggunaannya. Dia merupakan syi’ar dan simbol keagamaan mereka saat merayakan tahun baru. Selain itu, terompet juga dipakai oleh bangsa Yahudi dalam mengumpulkan manusia saat mereka ingin beribadah dalam sinagoge (tempat ibadah) mereka.
Perkara ini telah dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhu- saat beliau berkata,
كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلاَةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِي بِالصَّلاَةِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ
“Dahulu kaum muslimin saat datang ke Madinah, mereka berkumpul seraya memperkirakan waktu sholat yang (saat itu) belum di-adzani. Di suatu hari, mereka pun berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian orang diantara mereka berkomentar, “Buat saja lonceng seperti lonceng orang-orang Nashoro”. Sebagian lagi berkata, “Bahkan buat saja terompet seperti terompet kaum Yahudi”. Umar pun berkata, “Mengapa kalian tak mengutus seseorang untuk memanggil (manusia) untuk sholat”. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Wahai Bilal, bangkitlah lalu panggillah (manusia) untuk sholat”. [HR. Al-Bukhoriy (604) dan Muslim (377)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, “Terompet dan sangkakala sudah dikenal. Maksudnya (hadits ini), bahwa terompet itu ditiup lalu berkumpullah mereka (orang-orang Yahudi) saat mendengar suara terompet. Ini adalah syi’ar kaum Yahudi. Ia disebut juga dengan shofar (serunai)”. [Lihat Fathul Bari (2/399), cet. Dar Al-Fikr]
Seorang sahabat Anshor berkata,
اهْتَمَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلصَّلَاةِ كَيْفَ يَجْمَعُ النَّاسَ لَهَا فَقِيلَ لَهُ انْصِبْ رَايَةً عِنْدَ حُضُورِ الصَّلَاةِ فَإِذَا رَأَوْهَا آذَنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ الْقُنْعُ يَعْنِي الشَّبُّورَ وَقَالَ زِيَادٌ شَبُّورُ الْيَهُودِ فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ وَقَالَ هُوَ مِنْ أَمْرِ الْيَهُودِ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ النَّاقُوسُ فَقَالَ هُوَ مِنْ أَمْرِ النَّصَارَى فَانْصَرَفَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ وَهُوَ مُهْتَمٌّ لِهَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُرِيَ الْأَذَانَ فِي مَنَامِهِ
“Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- amat memperhatikan perkara sholat, bagaimana caranya mengumpulkan manusia untuk sholat? Ada yang berkata, “Tancapkanlah bendera ketika waktu sholat datang. Jika mereka melihatnya, maka sebagian orang akan memberitahukan yang lain”. Tapi hal tak menyenangkan beliau. Lalu disebutkanlah kepada beliau tentang terompet, yakni shofar (serunai). Tapi hal itu tak menyenangkan beliau seraya bersabda, “Itu urusan agama Yahudi”. Dia (sahabat Anshor) berkata, “Lalu disebutkanlah kepada beliau tentang lonceng. Beliau bersabda, “Itu termasuk urusan agama Nashoro”. Abdullah bin Zaid bin Abdi Robbih pulang, sedang ia amat perhatian kepada keinginan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Kemudian diperlihatkan adzan kepada Abdullah bin Zaid dalam mimpinya…”.[HR. Abu Dawud (498). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Jilbab Al-Mar'ah Al-Muslimah (hal. 167)]
Syaikhul Islam Abul Abbas Al-Harroniy -rahimahullah- berkata, “Tujuan kita disini bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tatkala membenci terompet Yahudi yang tertiup dengan mulut dan lonceng Nashoro yang dipukul dengan tangan, maka beliau menjelaskan sebab (beliau membenci terompet) bahwa ini (terompet Yahudi) termasuk urusan agama Yahudi, dan beliau menjelaskan sebab (beliau membenci lonceng) bahwa ini (lonceng Nashoro) termasuk urusan agama Nashoro.
Karena penyebutan sifat setelah hukum menunjukkan bahwa ia adalah sebab bagi kebencian tersebut. Ini mengharuskan pelarangan dari segala perkara yang termasuk urusan agama Yahudi dan Nashoro”. Demikianlah perkaranya. Padahal terompet Yahudi, konon kabarnya ia terambil dari Musa –alaihis salam- dan bahwa di zaman beliau terompet ditiup. Adapun lonceng, maka ia perkara yang diada-adakan. Sebab mayoritas syariat kaum Nashoro telah diada-adakan oleh para pendeta dan ahli ibadah mereka.
Kebencian Rasul -Shallallahu alaihi wa sallam- terhadap terompet Yahudi dan lonceng Nashoro demi menyelisihi mereka. Ini menuntut dibencinya jenis suara ini secara mutlak pada selain sholat juga. Karena hal itu termasuk urusan agama Yahudi. Sebab orang-orang Nashoro memukul lonceng di luar waktu-waktu ibadah mereka Sungguh kebanyakan orang dari kalangan umat ini (baik raja, maupun selainnya) telah tertimpa oleh syi’ar Yahudi dan Nashoro ini”. [Lihat Al-Iqtidho'  (5/19)]
Apa yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam -rahimahullah- amatlah benar. Anda lihat di malam tahun baru, banyak diantara kaum muslimin yang jahil ikut meniup terompet. Padahal semua itu adalah syi’ar agama Yahudi yang dilarang untuk ditiru.
Lantaran itu, perbuatan ini kita harus jauhi, sebab Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut”(HR. Abu Dawud (4031). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah(4347)]
Al-Imam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata, “Hadits ini serendah-rendahnya mengharuskan pengharaman tasyabbuh (menyerupai orang kafir atau fasiq)”. [Lihat Iqtidho' Ash-Shiroth Al-Mustaqim (83)]
Dari sini kita telah mengetahui hukum meniup terompet bahwa meniup terompet, baik di malam tahun baru atau selainnya adalah haram. Demikian pula haram berjual beli terompet, sebab ia merupakan syi’ar agama Yahudi, yang tak boleh kita serupai mereka di dalamnya.
Selain itu, terompet tergolong alat musik yang masuk dalam larangan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam sebuah sabdanya,
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Akan ada beberapa kaum diantara ummatku yang akan menghalalkan zina, kain sutera (bagi laki-laki), khomer, dan musik”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (5590), dan Abu Dawud dalam Sunan-nya (4039)]
Kenapa kita dilarang meniru orang-orang kafir dalam perkara-perkara yang menjadi simbol agama mereka? Karena telah jelas faktanya bahwa asal lunturnya agama Allah dan syariat-Nya, serta tersebarnya kekafiran dan maksiat adalah tasyabbuh

(menyerupai) kaum kafir sebagaimana halnya asal segala kebaikan adalah melazimi sunnah dan syariat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.



Karena inilah, amat besar permasalahan munculnya bid’ah (ajaran baru) dalam agama, walaupun tak ada penyerupaan diri terhadap kaum kafir. Nah, bagaimana kira-kira bila suatu perkara mengumpulkan dua hal itu, yakni bid’ah dan menyerupai kaum kafir!! [Lihat Majmu' Fataawa wa Rosa'il Al-Utsaimin (7/175)]
Terakhir, kami nasihatkan kepada kaum muslimin agar menjauhkan terompet-terompet Yahudi dari anak-anak dan rumah-rumah kita setelah kita mengetahui haramnya, membenci dan meninggalkannya. Sebab, benda itu hanyalah mengingatkan kita kepada agama dan syi’ar kekafiran mereka!!!
Read More - Terompet, Tradisi Bangsa Yahudi

Rabu, 19 Juni 2013

INILAH KATA-KATA TERAKHIR IMAM SYAFI’I, ABU HANIFAH & IMAM MALIK RAHIMAHUMULLAH SEBELUM WAFAT

Diposting oleh Yusuf shadiq
Imam Al-Muzani sahabat Imam Asy Syafi’i berkata : ” saya menjenguk Imam Asy Syafi’i saat beliau sakit yang menjelang wafatnya,kemudian saya bertanya kepadanya  : ”Wahai Abu Abdillah,bagaimana keadaanmu? “,beliau mengangkat kepalanya,lantas berkata : ” Aku akan pergi dari dunia ,berpisah dengan sahabat sahabatku dan bertemu dengan kejelekan amalku,kemudian aku akan menghadap Allah,aku tidak tahu apakah ruh ku akan menuju surga lalu kuucapkan kata selamat padanya,ataukah keneraka lalu aku menolaknya  “,selanjutnya beliau menangis.
******
Menjelang Akhir Hidupnya di dunia dan permulaan hidupnya di akhirat, salah seorang murid beliau yang bernama Imam Muzani datang membesuk.Saat itu Imam Syafi’i hanya bisa terbaring di pembaringan. Imam Muzani bertanya kepadanya, “Bagaimana Keadaanmu?” Beliau menjawab, “Aku merasa sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini dan berpisah dengan teman-teman. Segelas Anggur Kematian telah aku teguk dan hanya kepada Alloh saja aku kembali. Sungguh, demi Alloh aku tidak tahu, kemana ruhku akan berjalan. Ke Surgakah atau ke Neraka? Jika ke Surga maka aku akan selamat. Namun, jika ke Neraka, maka aku akan celaka.” Setelah berkata demikian, Beliau menangis sambil melantunkan bait-bait syair berikut:
Kala hatiku mengeras dan jalanku mulai menyempit
Aku hanya bisa mengharap titihan ampunan-Mu
Dosa-dosaku amat besar, namun jika aku bandingkan
Dengan ampunan-Mu, ya Robb, ampunan-Mu jauh lebih besar
Engkau Senantiasa melimpahkan ampunan atas segala dosa
Dan Engkau tiada pernah bosan memberi ampunan.”
(Sifat Ash-Shofwah, 3/146)
Sumber : Lilin-lilin Yang Tak Pernah Padam, Biografi Para Ulama Salaf.
Penulis : Abu Malik Muhammad ibn Hamid ibn Abdul Wahab

Kematian Abu Hanifah Rahimahullah

Imam Abu Hanifah menjelang wafatnya berkata : ” Sayangilah aku,sebab aku menderita di tengah tangah ahli dunia,kuobati diriku wahai …..Dzat Yang Maha Penyayang “.

Kematian Imam Malik Rahimahullah

Isma’il Bin Abi Uwais berkata : ” ketika Malik sakit maka aku bertanya pada sebagian keluarganya tentang apa yang diucapkannya menjelang wafat,mereka menjawab : ” Beliau bersyahadat,lalu berucap : ” Segala urusan hanya milik Allah,sebelum dan sesudahnya “.kemudian beliau wafat.
Sumber  :     Buku Pemandangan Sekarat, Penerbit :     Pustaka Al Adwa, Penerjemah : Ust Abu Hamzah Yusuf
*****

Kisah orang-orang shalih ketika ajal menjemput mereka

Penulis : Ibrahim bin ‘Abdullah al-H’zimy
Berikut ini beberapa kisah orang-orang shalih ketika ajal menjemput mereka
1. Abu Sufyan bin al-H’rits Beliau adalah anak paman Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam (sepupu beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam). Tatkala ajal menjemputnya, dia berkata kepada keluarganya, ‘Janganlah kalian menangisiku sebab aku tidak pernah sekalipun menyentuh dosa semenjak masuk Islam.’
2. ‘Umar bin Abi Rabi’ah Tatkala ajal menjemputnya, saudaranya, al-H’rits menangis, lalu dia berkata kepada saudaranya tersebut, ‘Wahai saudaraku, jika yang kau permasalahkan terhadap diriku adalah untaian sya’ir yang pernah kau dengar dari ucapanku berbunyi, Aku katakan kepadanya (wanita) dan dia berkata kepadaku, Semua budakku adalah bebas Sungguh! Aku tidak pernah menyingkap sekalipun jua sesuatu yang haram.’ Maka berkatalah al-H’rits, ‘Segala puji bagi Allah, Engkau telah membuat hatiku tenang.”
3. Abu Y’suf Bisyr al-Wal’d berkata, ‘Aku pernah mendengar Abu Yusuf berkata pada saat sakit yang membawa ajalnya, ‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah sekalipun menyentuh farji (melakukan hubungan badan) secara haram saat aku menyadarinya. Dan aku juga tidak pernah sekalipun memakai satu dirham dari yang haram saat aku menyadarinya.’
4. Abu Bakar bin ‘Ayyasy Ibrahim bin Abu Bakar ‘Ayyasy berkata, ‘Ketika menjelang ajal, aku menyaksikan ayahandaku, lalu aku menangis karenanya. Maka dia berkata kepadaku, ‘Nak, Ayahandamu ini tidak pernah sekalipun melakukan perbuatan keji.’ ‘
5. Hafsh bin Ghayy’ts ‘Umar bin Hafsh bin Ghayy’ts berkata, ‘Tatkala ajal menjemput ayahandaku, dia sempat pingsan, lalu aku menangis di samping kepalanya. Maka, dia berkata kepadaku saat tersadar, ‘Kenapa gerangan kamu menangis?.’ Aku menjawab, ‘Karena akan berpisah denganmu.’ Dan tatkala aku masuk pada pembicaraan seputar qadla (kematian), dia berkata, ‘Janganlah kamu menangis, sesungguhnya aku tidak pernah sekalipun menggunakan celanaku ini untuk sesuatu yang haram. Dan tidak pernah pula ada dua orang yang bersengketa di hadapanku duduk, lalu aku telanjangi (permalukan) salah seorang dari mereka yang terkena vonis.’
6. al-Haytsam bin Jamil Sufyan bin Ahmad al-Mash’shy berkata, ‘Tatkala sedang sekarat, aku menyaksikan al-Haytsam bin Jamil telah diarahkan ke kiblat dan budak wanitanya menutupi kedua kakinya, lalu dia sempat berkata, ‘Tutuplah keduanya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui bahwa keduanya tidak pernah sekalipun berjalan untuk hal-hal yang haram.’

(SUMBER: al-Maw’id:Jann’t an-Na”m karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-H’zimy, hal.82)
Read More - INILAH KATA-KATA TERAKHIR IMAM SYAFI’I, ABU HANIFAH & IMAM MALIK RAHIMAHUMULLAH SEBELUM WAFAT

Rabu, 24 Oktober 2012

Tarbiyyah + Dakwah

Diposting oleh Yusuf shadiq


Alhamdulillah diri ini masih boleh untuk menghidu udara yang segar disamping dapat melihat burung-burung berkicauan di angkasa yang terbentang luas subhanallah... ucapan syukur tidak terhingga juga kepada Pencipta atas segala nikmat dan nikmat tertinggi,iman & islam. itulah ciptaan Allah swt... ketika diri melihat ciptaan Sang Pencipta yang memutarkan bumi yang langit dan tanah tiada paksi. Terlintas di fikiran sejenak.

Adakah ukhuwwahfillah sesama ikh/akh cukup kuat?
Adakah ahlinya sudah jauh dari segala musykilah?
Adakah mutabaah amal sudah ditanda + diamal?
Adakah wajibat yang ditaklifatkan sudah terselesai?
Adakah DF kita semakin bergerak kencang atau hanya di awangan semata2?

tepuk dada tanya IMAN...

Tergerak jari-jemari ini untuk menulis dan berkongsi gambaran mengenai PROSES DAKWAH oleh seorang qudama' yang sekian lama memperjuangkan ISLAM hingga ke titisan darah terakhir...

Sebelum itu, apakah tarbiyyah yang difahami?

Telah didefinasi tarbiyyah dari seorang pakar tarbiyyah yang mengatakan
"Cara yang paling ideal dalam berinteraksi dengan firah manusia,baik secara langsung melalu
i perkataan atau secara tidak langsung melalui keteladanan untuk memproses perubahan diri manusia ke arah kondisi yang lebih baik."
[Dr.Ali Abdul Halim]

Gambaran Sayyid Qutb mengenai PROSES DAKWAH adalah seperti biola.
"Ia menganalisa fitrah manusia itu secara teliti, lalu menggesek seluruh tali dan seluruh nada yang dimiliki oleh tali-tali itu. kemudian mengubahnya menjadi suara yang merdu. Di samping itu,ia juga menggesek tali-tali secara menyeluruh,bukan satu demi satu yang akan menimbulkan suara sumbang dan tidak terasa. Tidak pula menggeseknya hanya sebahagian dan mengabaikan bahagian yang lain,yang menyebabkan irama tidak sempurna dan tidak mengungkapkan irama yang indah hingga sampai ke tingkat gubahan yang paling mengesankan."

Kesan tarbiyyah inilah yang dapat melahirkan "manusia bekerja rajin,produktif dan aktif sepanjang tahun.'

Sebagai seorang daei yang membawa risalah, bukanlah ibarat anjing yang tertipu dengan bayangannya sendiri. Jangan terlalu asyik dan berasa berada didalam zon selesa pabila diri berasa tinggi dari yang lain. Sedarlah, risalah ISLAM yang dibawa bukan untuk individu semata-mata tetapi UMMAT.

Mulakan dari dalaman diri setiap daei. Muhasabah diri kembali takut terleka dibuai mimpi-mimpi indah dan angan-angan yang tiada titik noktah. Moga diri-diri yang berjuang demi ISLAM ini thabat atas jalan yang dipilih kerana Allah bukan kerana lain. Jatuhnya seorang d
aei, daei yang lain harus bangunkan kembali agar dapat bersama-sama memperjuangkan ISLAM.

Firman Allah,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمْ الصَّادِقُونَ

{Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak ragu (dalam keimanan itu) dan mereka berjihad dengan harta benda mereka serta diri mereka pada jalan Allah. Merekalah orang-orang yang benar (dalam menghayati keimanan/aqidah)}
Read More - Tarbiyyah + Dakwah

Kamis, 04 Oktober 2012

Profesi Mulia Yang Ditinggalkan Wanita

Diposting oleh Yusuf shadiq


Imbalannya surga, dan penentu masa depan bangsa. Tapi mengapa banyak ditinggalkan perempuan-perempuan modern?

Urusan domestik, hingga saat ini masih menjadi cibiran orang. Pekerjaan urusan teknis kerumah-tanggaan ini hanya dianggap sepele dan dipandang sebelah mata saja oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Itu sebabnya kaum feminis memperjuangkan agar kaum wanita tidak dikaplingkan untuk urusan domestik saja. Kelompok ini sangat menginginkan peningkatan harkat dan martabat kaum wanita agar sejajar sebagai mitra kaum laki-laki.

Yang mereka definisikan sebagai peningkatan harkat dan martabat wanita itu, satu diantaranya adalah pembebasan kaum wanita dari pengkotakan peran sebagai ibu rumah tangga. Menurut mereka, peran tersebut memberikan citra rendah pada diri wanita, sehingga untuk mengangkat citra dirinya, mereka menuntut untuk lepas dari tanggung jawab yang dianggap memalukan itu.

Dianggap memalukan, salah satunya karena pekerjaan urusan domestik tersebut tidak menghasilkan pemasukan keuangan, padahal selama ini umumnya seseorang dihargai sesuai prestasinya dalam mengumpulkan uang. Apalagi secara sepintas, urusan domestik tersebut hanya berupa kegiatan teknis kasar dan kotor, sehingga tak pantas dikerjakan oleh orang terhormat.

Kewajiban siapa?

Opini yang berkembang di tengah masyarakat tentang citra buruk dan rendah dari pekerjaan urusan domestik ini, menjadi penyebab dari enggannya para wanita terpelajar untuk mengakuinya sebagai kewajibannya. Dan dengan berdalih dasar teori peran ganda suami, mereka menuntut agar bisa melepaskan diri dari tanggung jawab domestik tersebut.

Secara bijak, Islam sudah pula menyinggung permasalahan ini dalam pedoman hidup al-Qur'an dan al-Hadits. Abdul Halim Abu Syuqqah, menyebutkan dalam bukunya, Tahrirul Mar-ah fi `Ashir Risalah, bahwa seorang wanita berkewajiban mengurus rumah tangga dan anak-anaknya sebaik mungkin. Dengan demikian kegiatan profesi tidak boleh sampai menghalanginya melaksanakan tanggung jawab ini.

Dari Abdullah bin Umar ra dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "....dan seorang istri adalah pemimpin bagi rumah suami dan anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka......" (HR Bukhari Muslim)

Dari Abu Hurairah dikatakan bahwa Rasulullah bersabda; "Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita Quraisy". Dalam riwayat lain disebutkan, "Wanita Quraisy yang saleh adalah wanita yang sangat menyayangi anaknya yang masih kecil dan sangat menjaga suaminya dalam soal miliknya." (HR Bukhari)

Jelas, posisi kaum ibu adalah sebagai `pemimpin bagi rumah suami' dan `pemimpin anak-anak'. Kalau orang sekarang kerap menyebut istilah pemimpin dengan sebutan direktur atau manajer, maka tak salah pula jika profesi ibu di rumah pun disebut sebagai manajer rumah tangga. Ruang lingkup tugasnya adalah memelihara rumah dan harta yang ada di dalamnya, dan merawat anak-anak. Tentu saja, urusan domestik ada di dalamnya. Kelak, kaum ibu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt tentang kepemimpinannya itu.

Dalam pandangan Islam, urusan domestik keluarga memiliki peran dan fungsi yang penting dan terhormat dalam mendukung kesuksesan keluarga. Begitu hebatnya Islam menjunjung tinggi pekerjaan ini, hingga menyamakan derajatnya dengan kewajiban pergi berperang bagi kaum laki-laki, yang menjanjikan syahid bagi mereka.

Anas bin Malik menceritakan sebuah kisah, "Satu hari beberapa wanita mendatangi Rasulullah saw dan bertanya: "Ya Rasulullah. Kaum lelaki kembali dengan membawa pahala perjuangan di jalan Allah; sedang kami tidak mempunyai cara untuk dapat seperti mereka?" Mendengar ini beliau pun bersabda: "Jangan takut, tenanglah kalian! Mengurus rumah tangga kalian masing-masing dengan sungguh-sungguh dapat mengejar pahala syahid di jalan Alah seperti mereka."

Walaupun pekerjaan domestik ini tak memberikan penghasilan secara langsung, tetapi memberikan manfaat sangat besar bagi seluruh anggota keluarga. Rumah yang bersih, sehat, rapi, indah dan nyaman ditinggali, tak mungkin tercipta tanpa dukungan keahlian urusan domestik. Dari surga dunia inilah muncul ide-ide brilyan dari seluruh anggota keluarga tersebut dalam bidang masing-masing. Ayah menemukan semangat bekerja dari kenyamanan tidur dan istirahatnya di rumah. Anak-anak pun menemukan keriangannya bermain dan belajar dari suasana rumah yang ditata bersih dan menyenangkan. Anda yang ingin lebih menyelami makna pentingnya urusan domestik ini, cobalah untuk berhenti satu atau dua hari saja untuk tidak menyapu dan mengepel rumah, tidak mencuci dan menyeterika baju, serta tidak memasak di dapur. Bagaimana jadinya keluarga Anda?

Satu poin lagi untuk urusan domestik yang kerap dianggap sepele, adalah merawat dan mendidik anak. Salah sama sekali jika menganggap ini hal yang mudah dan remeh. Sebuah anggukan wajah, atau sekedar senyumam di ujung bibir, juga belaian tangan ibu di pundak anak, ternyata sangat menentukan bagi puluhan ribu hari berikutnya yang masih harus ia lewati. Satu detik keikhlasan ibu merawat anak, bisa menjadi bibit keuntungan jutaan rupiah yang kelak didapatkan anak dari kesuksesannya setelah dewasa.

Beratnya beban urusan domestik ini, nampaknya seimbang dengan janji syahid yang diberikan oleh Allah swt kepada kaum ibu yang menunaikannya dengan baik. Pekerjaan ini bisa menjadi salah satu alternatif tercepat memperoleh surga bagi mereka. Begitu mulianya pekerjaan ini sehingga Rasulullah memberikan dorongan penuh kepada putri tercintanya, Fatimah ra, untuk tidak meninggalkan peran ini, walau seberat apapun beban yang harus ditanggungnya.

Fatimah sang putri, yang bersuamikan Ali bin Abi Thalib, hidup dalam keadaan miskin, sehingga ia harus membanting tulang untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Diriwayatkan Abu Daud bagaimana Ali mengisahkan tentang istrinya ini, "Suatu ketika Fatimah putri Nabi saw berada di dekatku. Dia memutar gilingan hingga lecet tangannya, dia memanggul girbah air hingga lecet pundaknya, dan dia menyapu rumah hingga berdebu pakaiannya." Dalam riwayat Abu Daud yang lain ditambahkan; "Fatimah membuat roti sehingga warna mukanya berubah (terkena arang)."

Suatu ketika Ali mendesak istrinya untuk memohon kepada ayahandanya agar diberi bantuan seorang hamba yang diperoleh Rasulullah saw sebagai hasil jarahan perang, demi meringankan pekerjaan-pekerjaannya. Namun Rasulullah menolak permintaan putri tercintanya itu, sambil membesarkan hati Fatimah dan Ali dengan mengatakan, "Maukah kalian aku beritahu mengenai sesuatu yang lebih baik dari yang kalian minta? Apabila kalian sudah siap di tempat tidur kalian, maka hendaklah kalian baca tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, dan takbir tiga puluh empat kali. Hal itu lebih baik buat kalian dari pada seorang pelayan." (HR Bukhari dan Muslim). Rupanya beliau menginginkan Fatimah memperoleh surganya dengan melalui ujian dalam rumah tangganya tersebut.

Apa Kewajiban Suami?

Suami telah diberi amanah oleh Allah untuk menjadi pemimpin keluarga. (An Nisa' 24). Agar kewajiban itu dapat terlaksana, maka istri sebagai anggota keluarga wajib mendukung kewajiban suami tersebut. Bagaimana caranya memberi dukungan? Yaitu dengan memberikan ketaatannya kepada sang pemimpin keluarga. Untuk mempertegas hal tersebut, melalui beragam haditsnya, Rasulullah telah mempertegas kewajiban istri untuk taat kepada suami. Semua itu diatur agar kepemimpinan suami bisa terlaksana dengan baik.

Dianalogikan dengan keseimbangan tersebut, maka jika ternyata istri mengemban kewajiban menjadi manajer rumah tangga yang mengurus anak dan urusan domestik rumah tangga, maka suami pun wajib pula mendukungnya. Sama persis seperti dukungan yang diberikan istri untuk taat kepadanya, dalam rangka mendukung kewajibannya sebagai pemimpin keluarga. Lantas, bagaimana bentuk dukungan yang wajib diberikan suami untuk menyukseskan tugas istri dalam menangani urusan domestik?

Yaitu, dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan istri dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Kewajiban suamilah untuk mencukupi fasilitas tersebut, sesuai dengan kemampuannya dalam mencari nafkah. Keberadaan fasilitas seperti mesin cuci, almari es dan kompor gas, misalnya, tentu saja akan sangat membantu meringankan pekerjaan urusan domestik. Atau dengan menggaji orang yang membantu meringankan pekerjaan teknis operasional rumah tangga sehari-hari. Semakin banyak fasilitas bisa diberikan tentu lebih baik, karena akan meringankan beban istri, sehingga istri bisa memiliki waktu dan tenaga lebih banyak untuk bisa dipergunakan menangani pekerjaan-pekerjaan lain baik untuk keluarga ataupun untuk ummat.

Rasulullah saw sendiri menyediakan pelayan khusus untuk mengatur urusan kerumahtanggaan istri-istri beliau. Sementara masing-masing istri pun memiliki pula budak-budak perempuan yang senantiasa menemani dan memberikan bantuan. Hal ini membuat Aisyah ra bisa meluangkan waktu untuk mempelajari berbagai sisi keilmuan dan melayani kebutuhan kaum muslimah sehingga nantinya ia menjadi ahli hadits dan menjadi guru dari banyak sahabat. Istri Rasulullah saw yang lain, seperti Hafshah, sempat mempelajari keahlian menulis kaligrafi, sementara Zainab berkonsentrasi membuka usaha ketrampilan tangan di rumahnya sehingga bisa memperoleh penghasilan sendiri.

Lantas bagaimana jika nafkah yang diperoleh suami tak mencukupi untuk memberikan fasilitas tersebut? Tak mengapa, karena banyaknya fasilitas tak bisa ditetapkan dengan standar tertentu. Semuanya tergantung dari perolehan penghasilan masing-masing keluarga. Jika memang rejeki keluarga tersebut sedikit, maka suami wajib mendukung tugas istri dengan memberikan bantuan langsung.

Rasulullah saw memberi contoh dengan sesekali mengurus sendiri keperluan-keperluannya. Beliau menjahit sendiri baju-baju yang sobek. Tentang bantuan itu, Aisyah berkata, "Beliau yang menjahit kainnya, menjahit sepatunya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh kaum laki-laki di rumah mereka." (HR Bukhari)

Dari al-Aswad, dia berkata; "Aku pernah bertanya kepada Aisyah mengenai apa yang dilakukan oleh Nabi saw di rumah beliau. Aisyah mengatakan; `Beliau biasanya suka membantu urusan keluarganya. Lalu bila waktu shalat tiba, beliau pergi untuk mengerjakan shalat.' (HR Bukhari)•
Read More - Profesi Mulia Yang Ditinggalkan Wanita

Rabu, 18 Juli 2012

Zikir Setelah Shalat & Hukum Menjahrkannya

Diposting oleh Yusuf shadiq

Dari Tsauban radhiallahu anhu dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, beliau akan meminta ampunan tiga kali dan memanjatkan doa ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM WAMINKAS SALAAM TABAARAKTA DZAL JALAALI WAL IKROOM (Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.”
Al-Walid berkata, “Maka kukatakan kepada Al-Auza’i, “Lalu bagaimana bacaan meminta ampunnya?” dia menjawab, “Engkau ucapkan saja ‘Astaghfirullah, Astaghfirullah’.”
(HR. Muslim no. 591)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إِلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam, beliau tidak duduk selain seukuran membaca bacaan “ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM, WAMINKAS SALAAM, TABAARAKTA DZAL JALAALIL WAL IKRAAMI (Ya Allah, Engkau adalah Dzat Pemberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan).” (HR. Muslim no. 932)
Mughirah bin Syu’bah pernah berkirim surat kepada Muawiyah dimana dia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ الصَّلَاةِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat dan mengucapkan salam, beliau membaca: “LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QADIIR, ALLAAHUMMA LAA MAANI’A LIMAA A’THAITA WALAA MU’THIYA LIMAA MANA’TA WALAA YANFA’U DZAL JADDI MINKAL JADD (Tiada sesembahan selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan dan milik-Nyalah segala pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tiada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah, dan tidak bermanfaat pemilik kekayaan, dan dari-Mulah segala kekayaan).” (HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593)
Dari Abdullah bin Az-Zubair  bahwa seusai shalat setelah salam, beliau sering membaca;
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.
وَقَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ

“LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QADIIR, LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH, LAA-ILAAHA ILALLAAH WALAA NA’BUDU ILLAA IYYAAH, LAHUN NI’MATU WALAHUL FADHLU WALAHUTS TSANAA’UL HASAN, LAA-ILAAHA ILLALLAAH MUKHLISIHIINA LAHUD DIINA WALAU KARIHAL KAAFIRUUNA.” (Tiada sesembahan yang hak selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya selaga puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Allah. Tiada sesembahan yang hak selain Allah, dan Kami tidak beribadah selain kepada-Nya, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, hanya bagi-Nya ketundukan, sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai).”
Dan beliau (Ibnu Az-Zubair) berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu bertahlil dengan kalimat ini setiap selesai shalat.”
(HR. Muslim no. 594)
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barangsiapa bertasbih kepada Allah sehabis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertahmid kepada Allah tiga puluh tiga kali, dan bertakbir kepada Allah tiga puluh tiga kali, hingga semuanya berjumlah sembilan puluh sembilan, dan untuk menggenapkan jadi seratus dia membaca: LAA ILAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIKA LAH, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WA HUWA ALA KULLI SYAY`IN QADIR, maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim no. 597)


Pembahasan Fiqhiah:

Setelah selesai shalat, maka sudah menjadi kebiasaan Rasulullah  dan para sahabat beliau untuk berzikir dengan zikir-zikir yang warid dalam hadits-hadits di atas. Di dalam zikir-zikir tersebut mengandung kalimat tauhid, pujian, dan pengagungan kepada Allah, serta permohonan agar dosa-dosa diampuni.
Berzikir setelah shalat merupakan hal yang disunnahkan, karenanya tidak sepantasnya seorang muslim untuk meninggalkannya bagaimanapun keadaannya, walaupun sekedar sebentar dan membaca salah satu dari zikir-zikir di atas.
Tidak ada dalil khusus yang menunjukkan urutan zikir yang satu dibandingkan yang lain, karenanya seorang muslim dibolehkan untuk memulai zikirnya dengan yang manapun dari zikir-zikir di atas.

Apakah zikir-zikir ini dibaca dengan jahr atau sir?
Ada dua pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini:

1.    Ada yang menyunnahkannya. Ini adalah pendapat Imam Ath-Thabari -dalam sebuah nukilan darinya-, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, dan yang difatwakan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dan Al-Lajnah Ad-Daimah yang diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz.
Dalil pendapat pertama adalah hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dimana beliau berkata:
أن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة كان على عهد النبي صلى الله عليه وسلم وقال ابن عباس كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته
“Mengangkat suara dengan zikir ketika orang-orang selesai shalat wajib adalah hal yang dulunya ada di zaman Nabi .” Ibnu Abbas berkata, “Saya mengetahui selesainya mereka shalat jika saya mendengarnya.” (HR. Al-Bukhari no. 805 dan Muslim no. 583)
Dalam sebuah riwayat, Ibnu Abbas  berkata:
كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ
“Aku dahulu mengetahui selesainya shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari suara takbir.” (HR. Al-Bukhari no. 806 dan Muslim no. 583)
Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (4/260), “Meninggikan suara ketika berzikir di akhir setiap shalat adalah amalan yang baik.”
Catatan:
Bagi yang menyunnahkan berzikir dengan suara jahr, bukan berarti membolehkan zikir secara berjamaah yang dipimpin oleh satu orang, karena amalan ini merupakan amalan yang bid’ah. Akan tetapi yang mereka maksudkan adalah setiap orang menjahrkan sendiri-sendiri bacaan zikirnya.
Asy-Syathibi berkata dalam Al-I’tisham (1/351), “Berdoa secara berjamaah secara terus-menerus bukanlah amalan Rasulullah , sebagaimana itu juga bukan berasal dari sabda dan persetujuan beliau.”

2.    Hukumnya makruh kecuali jika imam ingin mengajari makmum bacaan zikir. Ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i, Ath-Thabari -dalam sebagian nukilan lainnya- dan mayoritas ulama, dan ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar, Ibnu Baththal, An-Nawawi, Asy-Syaikh Jamaluddin Al-Qasimi, Asy-Syaikh Al-Albani.

Dalil-dalil pendapat kedua:

a.    Allah Ta’ala berfirman:
ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها
“Dan janganlah kalian menjahrkan shalat kalian dan jangan pula merendahkannya.”
Maksudnya: Janganlah kalian meninggikan suara kalian dalam berdoa dan jangan pula merendahkan suaramu sampai-sampai kamu sendiri tidak bisa mendengarnya.

b.    Asy-Syaikh Ali Mahfuzh berkata, “Bagaimana boleh suara ditinggikan dalam zikir sementara Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yang bijaksana, “Berdoalah kalian kepada Rabb kalian dalam keadaan merendah dan suara rendah, sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang melampau batas.” Maka mengecilkan suara lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih jauh dari riya`.” (Al-Ibda’ fii Madhaarr Al-Ibtida’ hal. 283)

c.    Dari Abu Musa Al-Asy’ari  beliau berkata:
كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فكنا إذا أشرفنا على واد هللنا وكبرنا ارتفعت أصواتنا فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أيها الناس اربَعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائبا إنه معكم إنه سميع قريب تبارك اسمه وتعالى جده
“Kami pernah bersama Rasulullah  (dalam perjalanan). Jika kami mendaki bukit maka kami bertahlil dan bertakbir hingga suara kami meninggi. Maka Nabi  bersabda, “Wahai sekalian manusia, kasihanilah (baca: jangan paksakan) diri-diri kalian, karena sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Zat yang tuli dan juga tidak hadir. Sesungguhnya Dia -yang Maha berkah namanya dan Maha tinggi kemuliaannya- mendengar dan dekat dengan kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 2830 dan Muslim no. 2704)
Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath (6/135), “At-Thabari berkata: Dalam hadits ini terdapat keterangan dibencinya meninggikan suara ketika berdoa dan berzikir. Ini adalah pendapat segenap para ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in.”

d.    Berzikir dengan suara jahr akan mengganggu orang lain yang juga sedang berzikir, bahkan bisa mengganggu orang yang masbuk. Apalagi di zaman ini hampir tidak ditemukan satupun masjid kecuali ada yang masbuk di dalamnya, illa ma sya`allah.

e.    Imam berzikir dengan suara jahr akan membuka wasilah kepada bid’ah zikir dan doa berjamaah.
Pendapat yang lebih mendekati kebenaran dalam masalah ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berdasarkan dalil-dalil yang tersebut di atas.
Adapun dalil pihak pertama, maka kesimpulan jawaban dari para ulama yang merajihkan pendapat kedua adalah:

a.    Hadits Ibnu Abbas tidaklah menunjukkan bahwa hal itu berlangsung terus-menerus. Karena kalimat ‘كُنْتُ (aku dahulu)’ mengisyaratkan bahwa hal ini tidak berlangsung lagi setelahnya. Karenanya Imam Asy-Syafi’i menyatakan bahwa Nabi  mengeraskan zikirnya hanya untuk mengajari para sahabat bacaan zikir yang dibaca setelah shalat. Adapun setelah mereka mengetahuinya maka beliaupun tidak lagi mengeraskan bacaan zikirnya. Demikian diterangkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam kaset silsilah Al-Huda wa An-Nur no. 439

b.    Hal ini diperkuat dengan hadits Aisyah riwayat Muslim di atas yang menunjukkan bahwa setelah beliau salam maka beliau tidak duduk di tempatnya kecuali sekedar membaca zikir yang tersebut di atas.
Sebagai penutup, dan sekedar tambahan faidah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah sebagaimana dalam Majmu’ Al-Fatawa (15/15-19) menyebutkan 10 faidah merendahkan suara dalam berdoa dam berzikir. Barangsiapa yang ingin mengetahuinya maka hendaknya dia merujuk kepadanya.

[Referensi: Kaset Silsilah Al-Huda wa An-Nur no. 206, 439, dan 471, risalah mengenai hukum meninggikan suara zikir setelah shalat oleh Ihsan bin Muhammad Al-Utaibi, dan Majmu’ Al-Fatawa Ibnu Al-Utsaimin 13/247,261]
Read More - Zikir Setelah Shalat & Hukum Menjahrkannya

Selasa, 10 Juli 2012

Derita Muslim Rohingya Myanmar: 15.000 Tewas, 21 Masjid Dibakar!

Diposting oleh Yusuf shadiq
Rentetan kekejaman terhadap Muslim Rohingnya di Arakan, Myanmar, masih terus berlangsung. Sejauh ini, jumlah Muslim yang tewas mencapai 15 ribu orang. Sebanyak 30 ribu Muslim dinyatakan hilang, sedangkan 5.000 orang lainnya ditahan, yang kebanyakannya adalah pemuda. Demikian laporan Nahzdatul Mufaqqirin, seperti dirilis EraMuslim, Jum’at (29/6).
Masjid juga tak luput dari target kekejaman orang-orang Budha Myanmar. Sedikitnya 21 masjid telah dibakar. Nahzdatul Mufaqqirin merinci, masjid-masjid yang dibakar itu terletak di desa Kemboh, Furam (2 masjid), Zailar (5 masjid), Buhor, Folton, Shun Dori, Dirom, Godubah, Forhali, Noyah, Shel Gara, Honsi, Am Bari, Sinkir, Santoli, dan Bodur.


Selain pembunuhan dan tindak kekejaman yang melukai fisi, kerugian harta dan kehormatan juga dialami Muslim Rohingnya. Massa Budha dilaporkan merampok dan menjarah desa-desa Muslim di Arakan serta memperkosa sejumlah Muslimah di sana. Ribuan Muslim yang ketakutan dengan kekejaman yang terus berlangsung, memilih mengungsi ke Bangladesh. Pejabat imigrasi Bangladesh memperkirakan, saat ini terdapat 300 ribu pengungsi Rohingya. Mereka memilih Bangladesh dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Namun, pengungsian tersebut bukan berarti tanpa masalah. Pekan lalu pihak berwenang Bangladesh memulangkan secara paksa sekitar 2000 orang etnis Rohingya. Selain itu, di daerah pengungsian kondisi para Muslim juga sangat memprihatinkan karena kekurangan makanan dan gangguan kesehatan akibat tempat tinggal yang memprihatinkan. Pekan lalu perahu-perahu Rohingya yang akan mengungsi ke Bangladesh ditembaki, mengakibatkan sebagian penumpang meninggal sebelum berhasil menginjakkan kaki di Bangladesh. [IK/EM/Ar/Hdy/Rpb]
BURMAKekerasan di desa-desa Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine (Arakan) di Burma (Myanmar), meliputi pembunuhan, penjarahan, pembakaran, penangkapan masih berlangsung. Badan-badan internasional, seperti PBB, masih tak berdaya menghadapi sekelompok etnis Buddha yang didukung pasukan gabungan ‘keamanan’ Rakhine. Ribuan Muslim Rohingya telah gugur akibat dibantai oleh etnis Rakhine secara brutal. Puluhan ribu lainnya menjadi tunawisma dan sedang menderita kelaparan dan pengobatan di Arakan.
Media-media Burma yang pro-Rakhine telah menyebarkan propaganda terkait Muslim Rohingya. Mereka menggambarkan bahwa Muslim Rohingya adalah teroris dan yang membunuh serta membakar rumah-rumah etnis Buddha Arakan. Salah satu bukti bahwa orang-orang etnis Rakhine-lah yang melakukan kekerasan adalah bisa dilihat dari pakaian mereka yang memakai pakaian khas Buddhis atau celana pendek. Perlu diketahui bahwa kebanyakan Muslim Rohingnya, mereka biasa memakai sarung selutut, mungkin sangat jarang yang terlihat memakai celana pendek. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa etnis Buddha menyamar berpakaian seperti Muslim Rohingya, buktinya saja, polisi Burma yang menangkapi para pemuda Rohingya yang kemudian disiksa, mereka diperlengkapi senjata untuk diambil gambar mereka dan disebarkan.
Ribuan lainnya terpaksa melarikan diri ke negeri tetangga, Bangladesh, untuk menyelamatkan diri mereka. Sejumlah Muslim berhasil sampai ke Bangladesh dan berdiam diri di kamp pengungsian Lada, di selatan Bangladesh, yang dioperasikan oleh LSM Muslim Inggris yang menyediakan pengobatan dan bantuan makanan. Namun karena keterbatasan, kamp pengungsian dibangun dengan seadanya bahkan tidak layak. Tak semua Muslim Rohingya dapat tinggal di kamp pengungsian, disebabkan ribuan dari mereka telah diusir oleh otoritas Bangladesh karena dianggap ilegal. Sementara sejumlah Muslim juga ditahan oleh polisi-polisi perbatasan dan bahkan dihukum dijemur di atas pasir pantai yang panas.
Muslim Rohingya baik yang masih tinggal di Arakan dan sedang mengungsi ke negara tetangga, sedang dalam kondisi kritis, butuh pertolongan segera dari dunia internasional. Hingga kini Muslim Rohingya masih hidup dalam ketakutan.
Jumlah kematian Muslim di Arakan capai 6000 jiwa
Kabar pembunuhan, pembakaran, penjarahan, pemerkosaan serta penangkapan Muslim Rohingya di negara bagian Arakan (Rakhine), Burma (Myanmar) masih terdengar. Kekerasan kejam tersebut dilakukan oleh orang-orang kafir Buddha dan pasukan gabungan tentara Burma. Ribuan jiwa Muslim tak bersalah telah gugur (syahid insya Allah) dalam kekerasan yang memuncak akhir-akhir ini.
Berdasarkan laporan dari forum Ansar Al-Mujahidin, para saksi mata dari keluarga korban yang terus berkomunikasi melalui telepon, memperkirakan bahwa jumlah kematian Muslim di Arakan dapat mencapai 6000 jiwa hingga saat ini (innalillahi wa innailaihi roji’uun). Sementara belum ada media yang dapat merinci jumlah spesifik korban, mengingat media-media saat ini hanya menerima laporan dari warga Rohingya di Arakan yang selamat dan masih bisa berkomunikasi. Menurut saksi, jumlah-jumlah yang selama ini dinyatakan hanya mewakili bahwa benar-benar terjadi pembantaian brutal terhadap Muslim di Arakan.
Selain itu dikatakan bahwa para etnis kafir Buddha telah membunuh ratusan orang Rohingya kemudian melemparkan jasad mereka ke teluk Bengal. Untuk menyembunyikan fakta dan menyebarkan propaganda busuk, para penganut Buddha etnis Rakhine itu menempatkan pakaian-pakaian yang biasa dikenakan warga Buddha kepada Muslim yang meninggal dan mengklaim bahwa mereka adalah jasad orang Buddha yang menjadi korban.
Pasukan gabungan Nasaka dan orang-orang Buddha Rakhine juga menangkapi warga-warga Rohingya dari desa-desa mereka yang dapat memimpin penduduk Muslim, kebanyakan pria dewasa atau para pemuda, dibawa ke tempat yang tidak diketahui dan dikabarkan telah tewas tak terlihat oleh penduduk setempat.
Lebih jauh lagi, karena kebanyakan yang dibunuh adalah Muslim laki-laki, sehingga banyak Muslim tinggal di rumah mereka tanpa perlindungan dari laki-laki, dan banyak Muslimah serta anak-anak yang melarikan diri menuju perbatasan Bangladesh, namun ironisnya pasukan ‘keamanan’ perbatasan Bangladesh mengirim kembali perahu-perahu mereka ke Myanmar, sehingga orang-orang kafir Buddha menenggelamkan perahu-perahu kaum Muslimin dan membunuh para penumpangnya.
Sementara puluhan ribu Muslim Rohingya di kota-kota di Arakan sedang menderita kelaparan karena tidak ada pasokan pangan yang cukup, juga karena toko-toko mereka telah dibakar habis, dan mereka juga menderita karena harus menjadi tunawisma karena rumah-rumah mereka ludes terbakar, hanya tinggal di tempat-tempat pengungsian yang sangat buruk kondisinya.
© Bersamadakwah.com dan Kabarnet.Wordpress.com publish kembali oleh Moslemsunnah.Wordpress.com
Artikel Terkait: Do’a Untuk Kaum Minoritas Muslimin di Myanmar
Read More - Derita Muslim Rohingya Myanmar: 15.000 Tewas, 21 Masjid Dibakar!

Minggu, 17 Juni 2012

Kisah Seorang Pemuda dan Bidadari Bermata Jeli

Diposting oleh Yusuf shadiq


Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di majelis kami, aku pun sudah siap dengan pakaian perangku, karena ada komando untuk bersiap-siap sejak Senin pagi. Kemudian saja ada seorang laki-laki membaca ayat, (artinya) ‘Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberi Surga.’ (At-Taubah: 111). Aku menyambut, “Ya, kekasihku.”


Laki-laki itu berkata, “Aku bersaksi kepadamu wahai Abdul Wahid, sesungguhnya aku telah menjual jiwa dan hartaku dengan harapan aku memperoleh Surga.”
Aku menjawab, “Sesungguhnya ketajaman pedang itu melebihi segala-galanya. Dan engkau sajalah orang yang aku sukai, aku khawatir manakala engkau tidak mampu bersabar dan tidak mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini.”

Laki-laki itu berkata, “Wahai Abdul Wahid, aku telah berjual beli kepada Allah dengan harapan mendapat Surga, mana mungkin jual beli yang aku persaksikan kepadamu itu akan melemah.” Dia berkata, “Nampaknya aku memprihatinkan kemampuan kami semua, …kalau orang kesayanganku saja mampu berbuat, apakah kami tidak?” Kemudian lelaki itu menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah kecuali seekor kuda, senjata dan sekedar bekal untuk perang. Ketika kami telah berada di medan perang dialah laki-laki pertama kali yang tiba di tempat tersebut. Dia berkata, “Assalamu ’alaika wahai Abdul Wahid,” Aku menjawab, “Wa’alaikumussalam warahmatullah wa barakatuh, alangkah beruntungnya perniagaan ini.”
Kemudian kami berangkat menuju medan perang, lelaki tersebut senantiasa berpuasa di siang hari dan qiyamullail pada malam harinya melayani kami dan menggembalakan hewan ternak kami serta menjaga kami ketika kami tidur, sampai kami tiba di wilayah Romawi.

Ketika kami sedang duduk-duduk pada suatu hari, tiba-tiba dia datang sambil berkata, “Betapa rindunya aku kepada bidadari bermata jeli.” Kawan-kawanku berkata, “Sepertinya laki-laki itu sudah mulai linglung.” Dia mendekati kami lalu berkata, “Wahai Abdul Wahid, aku sudah tidak sabar lagi, aku sangat rindu pada bidadari bermata jeli.” Aku bertanya, “Wahai saudaraku, siapa yang kamu maksud dengan bidadari bermata jeli itu.” Laki-laki itu menjawab, “Ketika itu aku sedang tidur, tiba-tiba aku bermimpi ada seseorang datang menemuiku, dia berkata, ‘Pergilah kamu menemui bidadari bermata jeli.’ Seseorang dalam mimpiku itu mendorongku untuk menuju sebuah taman di pinggir sebuah sungai yang berair jernih. Di taman itu ada beberapa pelayan cantik memakai perhiasan sangat indah sampai-sampai aku tidak mampu mengungkapkan keindahannya.

Ketika para pelayan cantik itu melihatku, mereka memberi kabar gembira sambil berkata, ‘Demi Allah, suami bidadari ber-mata jeli itu telah tiba.’ Kemudian aku berkata, ‘Assalamu ‘alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Pelayan cantik itu menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pelayan dan pembantu bidadari bermata jeli. Silahkan terus!’

Aku pun meneruskan maju mengikuti perintahnya, aku tiba di sebuah sungai yang mengalir air susu, tidak berubah warna dan rasanya, berada di sebuah taman dengan berbagai perhiasan. Di dalamnya juga terdapat pelayan bidadari cantik dengan mengenakan berbagai perhiasan. Begitu aku melihat mereka aku terpesona. Ketika mereka melihatku mereka memberi kabar gembira dan berkata kepadaku, ‘Demi Allah telah datang suami bidadari bermata jeli.’ Aku bertanya, ‘Assalamualaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Mereka menjawab, Waalaikassalam wahaiwaliyullah, kami ini sekedar budak dan pelayan bidadari bermata jeli, silahkan terus.’

Aku pun meneruskan maju, ternyata aku berada di sebuah sungai khamr berada di pinggir lembah, di sana terdapat bidadari-bidadari sangat cantik yang membuat aku lupa dengan kecantikan bidadari-bidadari yang telah aku lewati sebelumnya. Aku berkata, ‘Assalamu alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pembantu dan pelayan bidadari bermata jeli, silahkan maju ke depan.’

Aku berjalan maju, aku tiba di sebuah sungai yang mengalirkan madu asli di sebuah taman dengan bidadari-bidadari sangat cantik berkilauan wajahnya dan sangat jelita, membuat aku lupa dengan kecantikan para bidadari sebelumnya. Aku bertanya, ‘Assalamu alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Mereka menjawab, ‘Wahai waliyurrahman, kami ini pembantu dan pelayan bidadari jelita, silahkan maju lagi.’
Aku berjalan maju mengikuti perintahnya, aku tiba di se-buah tenda terbuat dari mutiara yang dilubangi, di depan tenda terdapat seorang bidadari cantik dengan memakai pakaian dan perhiasan yang aku sendiri tidak mampu mengungkapka keindahannya. Begitu bidadari itu melihatku dia memberi kabar gembira kepadaku dan memanggil dari arah tenda, ‘Wahai bidadari bermata jeli, suamimu datang!’
Kemudian aku mendekati kemah tersebut lalu masuk. Aku mendapati bidadari itu duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas, bertahta intan dan berlian. Begitu aku melihatnya aku terpesona sementara itu dia menyambutku dengan berkata, ‘Selamat datang waliyurrahman, telah hampir tiba waktu kita bertemu.’ Aku pun maju untuk memeluknya, tiba-tiba ia berkata, ‘Sebentar, belum saatnya engkau memelukku karena dalam tubuhmu masih ada ruh kehidupan. Tenanglah, engkau akan berbuka puasa bersamaku di kediamanku, insya Allah. ‘

Seketika itu aku bangun dari tidurku wahai Abdul Wahid. Kini aku sudah tidak bersabar lagi, ingin bertemu dengan bida-dari bermata jeli itu.”
Abdul Wahid menuturkan, “Belum lagi pembicaraan kami (cerita tentang mimpi) selesai, kami mendengar pasukan musuh telah mulai menyerang kami, maka kami pun bergegas meng-angkat senjata begitu juga lelaki itu.
Setelah peperangan berakhir, kami menghitung jumlah para korban, kami menemukan 9 orang musuh tewas dibunuh oleh lelaki itu, dan ia adalah orang ke sepuluh yang terbunuh. Ketika aku melintas di dekat jenazahnya aku lihat, tubuhnya berlu-muran darah sementara bibirnya tersenyum yang mengantarkan pada akhir hidupnya.”
Sumber: 99 Kisah Orang Shalih, Penerbit Darul Haq
Read More - Kisah Seorang Pemuda dan Bidadari Bermata Jeli