Atas nama cinta. Dengan cara apapun, upayakan agar dalam hidup kita hanya ada satu kata cinta, “Cintailah Allah!” Jika kita mencintai Allah, maka Dia akan mencintai kita, dan memerintahkan seluruh makhluk-Nya untuk mencintai kita.
Bayangkan sejenak! Alangkah baik, indah dan nyamannya jika seluruh makhluk, baik makhluk yang tampak maupun makhluk ghaib yang tak kelihatan, semuanya mencintai diri kita. Semuanya akan mencintai kita jika berhak dimuliakan lantaran kita mencintai Allah, Tuhan kita dan Tuhan seluruh makhluk itu.
Dahsyatnya cinta suci ini dibenarkan Rasulullah SAW:
“Ketika Allah mencintai seorang hamba, Allah menyeru kepada malaikat Jibril, “Hai Jibril, sungguh Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia olehmu!” Jibril pun mencintainya. Kemudian Ia menyeru kepada seluruh penduduk langit, “Sungguh Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia oleh kalian!” Ia pun dicintai oleh penduduk langit. Setelah itu, ia diterima di muka bumi. Ketika Allah membenci seorang hamba, Allah menyeru kepada malaikat Jibril, “Hai Jibril, sungguh Allah membenci si Fulan, maka bencilah ia olehmu!” Jibril pun membencinya. Kemudian Ia menyeru kepada seluruh penduduk langit, “Sungguh Allah membenci si Fulan, maka bencilah ia oleh kalian!” Ia pun dibenci oleh penduduk langit. Setelah itu, kebencian diletakkan baginya di muka bumi” (HR Muslim dari Abu Hurairah RA).
Atas nama cinta. Cintailah Allah dengan sepenuh jiwa, agar Ia memerintahkan seluruh makhluk-Nya untuk mencintai diri kita. Agar dalam hidup kita penuh kemudahan, keindahan, kebahagiaan, kebaikan dan keselamatan...
Cinta kepada Allah adalah komoditas yang teramat mahal, tidak mudah meraihnya. Untuk mewujudkan hal itu perlu upaya dan kerja yang sungguh-sungguh takwa kepada Allah dalam keadaan apapun, mencintai Rasulullah berikut seluruh keluarganya, mencintai orang-orang shalih, menunaikan seluruh kewajiban, memperbanyak ibadah, rela berkurban untu kebaikan dan jihad fi sabilillah, menegakkan syariat Islam, dan seterusnya.
Untuk meraih cinta Ilahi, jangan lupakan faktor doa! Memperbanyak doa dapat memperlancar tercapainya cinta Allah. Berdoa dengan penuh cita dan sikap merendah (tadharru’) akan memuluskan jalanbagi tergapainya cinta Ilahi. Renungkanlah, Nabi Daud saja senantiasa berdoa memohon cinta kepada Allah:
“Di antara doa Nabi Daud alaihissalam adalah, “Ya Allah, sungguh hamba memohon cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan amalan yang dapat mengantarkan hamba untuk mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta-Mu lebih hamba cintai daripada cinta hamba kepada diri hamba sendiri, keluarga, dan air dingin sekalipun.” (HR Tirmidzi dari Abu Darda, hadits hasan).
Seorang Muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, maka ia harus memprioritaskan cintanya kepada Allah, kemudian kepada Rasulullah dan jihad fi sabilillah.
Mencintai istri, anak, keluarga, keturunan, harta, pangkat, takhta dan lain sebagainya (yang halal dicintai), tentu boleh-boleh saja sepanjang posisi cinta tersebut di bawah cinta utama kepada Allah Azza wa Jalla:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (Qs Al-Baqarah 165).
“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” (Qs At-Taubah 24).
Di samping cinta, seorang yang telah berikrar dua kalimat syahadat harus memiliki sikap ridha (ar-ridha) dalam dirinya. Kita harus ridha kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menaati seluruh keputusan Allah dan Rasul-Nya.
Ridha kepada Allah itu harus dilakukan dengan sepenuh keridhaan, lahir-batin tanpa ada sedikit pun rasa ketidakpuasan kepada ketetapan-Nya. Karena dalam Al-Qur’an, Allah Azza wa Jalla menafikan iman seseorang sebelum ia ridha bertahkim kepada Rasulullah SAW (Islam) dan menerima keputusan beliau dengan sepenuh hati, tanpa ada sedikitpun rasa haraj (penolakan dalam hati). Bahkan penolakan (nafi) itu didahului dengan sumpah Allah dengan diri-Nya sendiri:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (Qs An-Nisa’ 5).
Atas nama cinta. Cintailah Allah dengan sepenuh jiwa, agar Ia memerintahkan seluruh makhluk-Nya untuk mencintai diri kita. Agar dalam hidup kita penuh kemudahan, keindahan, kebahagiaan, kebaikan dan keselamatan.
0 komentar:
Posting Komentar