Syaikhul Islam berkata, “Kesyirikan mendominasi jiwa manusia, sebagaimana disebutkan dalam hadits وَهُوَ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ “Kesyirikan pada umat ini lebih samar daripada rayapan semut”, dan dalam hadits yang lain “Abu Bakar berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ . كَيْفَ نَنْجُو مِنْهُ وَهُوَ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ ؟
“Wahai Rasulullah, bagaimana kita bisa selamat dari kesyirikan sementara ia lebih samar dari rayapan semut?”.
Maka Nabi –sallallahu ‘alaihi wa sallama- berkata kepada Abu Bakar
أَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَةً إذَا قُلْتَهَا نَجَوْتَ مِنْ دِقِّهِ وَجِلِّهِ ؟ قُلْ : اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah kalimat yang jika engkau mengucapkannya maka engkau akan selamat dari kesyirikan baik yang kecil maupun yang besar?, katakanlah, “Yaa Allah aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan syirik kepadamu yang aku mengetahuinya dan aku memohon ampun kepadaMu dari kesyirikan yang tidak aku ketahui”
Umar senantiasa berkata dalam doanya,
اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِي كُلَّهُ صَالِحًا وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصًا وَلَا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ فِيهِ شَيْئًا
“Yaa Allah jadikanlah seluruh amalanku ikhlas untuk wajahMu, dan janganlah jadikan sedikitpun amalanku untuk seorangpun”
“Yaa Allah jadikanlah seluruh amalanku ikhlas untuk wajahMu, dan janganlah jadikan sedikitpun amalanku untuk seorangpun”
Sering sekali syahwat khofiyyah (syahwat tersembunyi) mengotori jiwa sehingga merusak perealisasian jiwa terhadap peribadatan dan kecintaan terhadap Allah dan pengikhlasan agama kepada Allah, hal ini sebagaimana disinyalir oleh Syaddad bin Aus –rahimahulloh-, beliau berkata
يَا بَقَايَا الْعَرَبِ إنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الرِّيَاءُ وَالشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ
“Wahai kaum Arab yang masih tersisa, sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah riyaa’ dan syahwat khofiyyah”
“Wahai kaum Arab yang masih tersisa, sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah riyaa’ dan syahwat khofiyyah”
Abu Dawud As-Sajistaani pernah ditanya, “Apakah itu syahwat tersembunyi?”, beliau berkata, حُبُّ الرِّئَاسَةِ “Senang kepemimpinan”.
Dari Ka’ab bin Malik bahwa Nabi –sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي زَرِيبَةِ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Kerusakan yang timbul di kandang kambing akibat dilepaskannya dua ekor serigala yang dalam keadaan lapar tidaklah lebih parah daripada kerusakan yang timbul terhadap agama seseorang akibat semangatnya untuk mencari harta dan kedudukan” Imam At-Thirmidzi berkata, “Hadits ini hadits hasan shahih”
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan bahwasanya kerusakan pada agama seseorang yang semangat untuk mencari harta dan kedukukan tidak kurang dari kerusakan yang ditimbulkan oleh dua ekor serigala yang lapar yang dilepas di kandang kambing. Dan hal ini tentu sudah jelas, karena sesungguhnya agama yang lurus tidak akan termasuki semangat mencari harta dan kedudukan. Karena hati jika telah merasakan manisnya peribadatan kepada Allah dan indahnya kecintaan kepada Allah maka tidak ada sesuatupun yang lebih dicintainya daripada hal itu, apalagi sampai mendahulukan sesuatu diatas hal itu.
Karena hal ini maka orang yang ikhlas akan dipalingkan oleh Allah dari keburukan dan perbuatan keji sebagaimana firman Allah
Karena hal ini maka orang yang ikhlas akan dipalingkan oleh Allah dari keburukan dan perbuatan keji sebagaimana firman Allah
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas (QS 12:24).
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas (QS 12:24).
Sesungguhnya orang yang ikhlash kepada Allah telah merasakan manisnya peribadatan kepada Allah sehingga mencegahnya untuk menyerahkan peribadatan kepada selain Allah. Manisnya cinta kepada Allah yang dirasakannya mencegahnya untuk mencintai selain Allah, karena pada hatinya tidak ada yang lebih manis dan lebih lezat, lebih baik, lebih lembut, dan lebih nikmat daripada manisnya iman yang mengandung peribadatan kepada Allah, kecintaan dan keikhlasan kepadaNya. Hal ini melazimkan tertariknya hati kepada Allah, maka jadilah hati selalu kembali kepada Allah, disertai rasa khouf dan roghbah dah rohbah kepadaNya. Hal ini sebagaimana firman Allah
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan Dia datang dengan hati yang bertaubat, (QS 50 :33)
(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan Dia datang dengan hati yang bertaubat, (QS 50 :33)
Karena seseorang yang mencintai sesuatu maka dia kawatir akan kehilangan apa yang dicintainya dan datangnya perkara yang dibencinya. Maka jadilah dia seorang hamba Allah dan pecintaNya yang berada diantara khouf dan rojaa’. Allah berfirman
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS 17:57)
orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS 17:57)
Jika seorang hamba ikhlash kepada Allah maka Allah akan memilihnya lalu Allah akan hidupkan hatinya dan menarik hatinya, lalu Allah akan memalingkan dari hatinya semua yang bertentangan dengan pemilihan Allah ini, Allah akan memalingkan hatinya dari keburukan dan kekejian, dan sang hambapun kawatir akan timbulnya hal-hal yang buruk.
Hal ini berbeda dengan hati yang tidak ikhlas kepada Allah, maka ia selalu dalam pencarian, kehendak, dan kecintaan yang tidak jelas dan terkendali. Maka ia akan menghendaki apa yang mendatanginya dan ia akan berpegang teguh dengan apa saja yang diinginkan oleh hawa nafsunya sebagaimana ranting pohon kalau dilewati oleh hembusan angin apa saja maka akan menggoyangkannya mengikuti arah angin tersebut. Maka terkadang hatinya terpikat oleh gambar-gambar dan bentuk-bentuk yang haram dan juga yang tidak haram. Maka jadilah ia tawanan dan budak kepada dzat yang kalau seandainya dzat tersebut ia jadikan budaknya maka itu merupakan suatu kekurangan dan tercela (bagaimana lagi jika dia yang menjadi budak dzat tersebut?-pen).
Terkadang hatinya terpikat oleh kedudukan dan kepamimpinan, akhirnya ia bisa ridho karena sebuah kalimat dan juga bisa marah karena sebuah kalimat. Ia menjadi budak orang yang memujinya, meskipun dengan pujian yang batil, dan dia akan memusuhi orang yang memusuhinya meskipun musuhnya tersebut di atas kebenaran. Terkadang ia diperbudak oleh dirham dan dinar, dan demikian juga perkara-perkara yang lain yang semisalnya yang bisa memperbudak hati-hati manusia, dan ternyata memang hati-hati manusia menyukai perkara-perkara tersebut. Maka jadilah ia menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya, dan dia mengikuti hawa nafsunya tanpa ada petunjuk dari Allah.
Terkadang hatinya terpikat oleh kedudukan dan kepamimpinan, akhirnya ia bisa ridho karena sebuah kalimat dan juga bisa marah karena sebuah kalimat. Ia menjadi budak orang yang memujinya, meskipun dengan pujian yang batil, dan dia akan memusuhi orang yang memusuhinya meskipun musuhnya tersebut di atas kebenaran. Terkadang ia diperbudak oleh dirham dan dinar, dan demikian juga perkara-perkara yang lain yang semisalnya yang bisa memperbudak hati-hati manusia, dan ternyata memang hati-hati manusia menyukai perkara-perkara tersebut. Maka jadilah ia menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya, dan dia mengikuti hawa nafsunya tanpa ada petunjuk dari Allah.
Barangsiapa yang tidak ikhlas kepada Allah dan tidak menjadi hamba Allah, tidak menjadikan hatinya menyembah Allah saja tanpa syarikat dimana Allahlah yang paling ia cintai dari segala sesuatu, sehingga hatinya menjadi rendah, hina, dan tunduk dihadapan Allah, -barangsiapa yang tidak demikian- maka ia akan menjadi budak benda-benda yang ada, dan syaitan akan menguasai hatinya, sehingga ia termasuk orang-orang yang disesatkan syaitan dan menjadi saudara-saudara syaitan. Maka jadilah hatinya terpenuhi dengan keburukan dan kekejian yang sangat banyak yang tidak mengetahui hakekatnya kecuali Allah.
Ini merupakan perkara yang pasti terjadi dan tidak bisa dihindarkan. Jika hati tidak condong dan berjalan menuju Allah, dalam kondisi berpaling dari selain Allah, jika tidak demikian maka akan terjerumus dalam kesyirikan” (Majmuu’ al-Fataawaa 10/215-217)
Sungguh nasehat emas Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- di atas mengingatkan kita kepada bahayanya syahwat tersembunyi, yang sering menghinggapi kita tanpa kita sadari. Karenanya dinamakan dengan syahwat yang samar dan tersembunyi. Bagaimana bisa kita menyadarinya sementara kesamarannya lebih samar daripada rayapan semut hitam di dalam kegelapan malam. Tidak seorangpun yang bisa merasakan bahwa dirinya dihinggapi syahwat ini kecuali orang yang diberi bashiroh (petunjuk) dari Allah.
Ada beberapa faedah yang bisa diambil dari nasehat di atas;
Pertama : Ternyata seorang sekelas Abu Bakar As-Shiddiq juga kawatir terjerumus dalam syahwat yang tersembunyi ini. Padahal kita tahu bahwasanya beliau telah dijamin masuk surga dan bagaimana tingkat keimanan beliau yang sangat tinggi. Oleh karenanya sungguh berbahagia orang yang selalu memperhatikan gerak-gerik hatinya, selalu mengecek apakah niatnya sudah lurus atau belum, karena orang yang seperti inilah yang sadar akan bahayanya syahwat yang tersembunyi. Adapun orang yang tidak pernah mengecek gerak-gerik hatinya, tidak pernah meneliti perubahan di hatinya bagaimana mungkin dia akan tahu bahwasanya hatinya sedang terjangkit syahwat tersembunyi ini atau tidak.
Kedua : Syahwat tersembunyi yang ditafsirkan dengan “cinta kepemimpinan dan cinta kedudukan (terpandang di masyarakat)” ternyata sangat berbahaya dalam merusak agama seseorang. Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kerusakannya lebih parah daripada kerusakan yang ditimbulkan oleh dua ekor serigala.
Perhatikanlah kembali lafal hadits nabi tentang serigala
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي زَرِيبَةِ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Kerusakan yang timbul di kandang kambing akibat diepaskannya dua ekor serigala yang dalam keadaan lapar tidaklah lebih parah daripada kerusakan yang timbul terhadap agama seseorang akibat semangatnya untuk mencari harta dan kedudukan”
“Kerusakan yang timbul di kandang kambing akibat diepaskannya dua ekor serigala yang dalam keadaan lapar tidaklah lebih parah daripada kerusakan yang timbul terhadap agama seseorang akibat semangatnya untuk mencari harta dan kedudukan”
Kita dapat merasakan kerusakan yang ditimbulkan serigala tersebut pada poin-poin berikut ini:
- Serigala adalah binatang buas, jika tidak dalam keadaan laparpun ia sudah buas, bagaiamana lagi jika dalam keadaan lapar?, tentunya semakin lapar akan semakin buas.
- Rasulullah tidak menyebutkan seekor serigala, akan tetapi beliau menyebutkan dua ekor serigala. Jika seekor serigala saja sudah merusak bagaimana lagi jika dua ekor serigala yang dalam keadaan lapar
- Kambing-kambing yang didatangi serigala terdapat dalam kandang, tentunya kambing-kambing tersebut tidak bisa lari menyelamatkan diri dari dua ekor serigala buas tersebut.
Oleh karenanya tidak diragukan lagi kerusakan yang diakibatkan oleh dua ekor serigala tersebut, tentunya tubuh kambing-kambing tersebut akan tercabik-cabik oleh keganasan dua ekor serigala buas tersebut. Namun ternyata kerusakan ini tidaklah lebih parah daripada kerusakan dan tercabik-cabiknya agama seseorang yang diakibatkan oleh syahwat tersembunyi yang menjangkitinya. Bagaimana tidak?, agama seseorang yang dia sangka telah dia bangun di atas bangunan megah ternyata hancur lebur seperti debu yang beterbangan hanya karena adanya syahwat tersembunyi ini, tidak ada nilainya di sisi Allah.
Betapa banyak orang yang setelah banyak beramal merasa dirinya lebih hebat dari yang lainnya, sehingga akhirnya merasa bahwa perkataannya dan pendapatnyalah yang harus didengar dan diikuti, merasa bahwa dirinyalah yang pantas untuk dijadikan panutan. Merasa dirinyalah yang pantas untuk menjadi pemimpin??!! Merasa geram dan marah jika ada pendapatnya diselisihi, bukan karena diselisihinya al-haq(kebenaran), akan tetapi karena merasa perkatannya tidak diikuti dan tidak didengar?, merasa ada yang mendahuluinya dan berani membangkangnya?…inilah syahwat khofiyyah. Betapa banyak orang yang marah karena merasa perkataan mereka dilanggar –bukan karena syari’at yang dilanggar- namun mereka membungkus syahwat khofiyyah ini dengan label syari’at, seakan-akan kemarahan mereka dikarenakan pelanggaran syari’at, seakan-akan mereka marah karena Allah. Namun ternyata kemarahan mereka adalah karena syahwat khofiyyah. Wallahul musta’aan
Ketiga : Diantara faedah yang luar biasa dari keikhlasan adalah Allah menjaga orang yang ikhlas dari fitnah syahwat. Allah berfirman,
Ketiga : Diantara faedah yang luar biasa dari keikhlasan adalah Allah menjaga orang yang ikhlas dari fitnah syahwat. Allah berfirman,
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas (QS 12:24).
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas (QS 12:24).
Ada dua qiro’ah dari lafal (الْمُخْلَصِينَ),
Pertama : Dengan memfathahkan huruf lam (المخلَصين) yang artinya Nabi Yusuf termasuk hamba-hamba yang dipilih oleh Allah.
Kedua : Dengan mengkasrohkan huruf laam (المخلِصين) yang artinya Nabi Yusuf –alaihis salaam- termasuk hamba-hamba Allah yang ikhlash (lihat penjelasan As-Syaukani dalam fathul qodiir dan juga As-Syinqiithi dalam adwaaul bayaan).
Akan tetapi dua tafsiran ini tidak bertentangan bahkan saling berkaitan yaitu orang yang ikhlas kepada Allah maka dia akan dipilih oleh Allah sehingga dijaga oleh Allah dari segala perbuatan keji dan keburukan. Hal ini sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyyah diatas “Jika seorang hamba ikhlash kepada Allah maka Allah akan memilihnya lalu Allah akan hidupkan hatinya dan menarik hatinya, lalu Allah akan memalingkan dari hatinya semua yang bertentangan dengan pemilihan Allah ini, Allah akan memalingkan hatinya dari keburukan dan kekejian”
Sesungguhnya keikhlasan akan membuahkan rasa manisnya iman dan lezatnya peribadatan kepada Allah, oleh karenanya orang yang ikhlas tidak akan mencari kelezatan dan kenikmatan pada perkara-perkara yang dibenci oleh Allah, dan dia tidak akan mau meninggalkan kelezatan iman and ikhlas yang dirasakannya, maka dia tidak akan membiarkan dirinya terjangkiti oleh syahwat khofiyyahKedua : Dengan mengkasrohkan huruf laam (المخلِصين) yang artinya Nabi Yusuf –alaihis salaam- termasuk hamba-hamba Allah yang ikhlash (lihat penjelasan As-Syaukani dalam fathul qodiir dan juga As-Syinqiithi dalam adwaaul bayaan).
Akan tetapi dua tafsiran ini tidak bertentangan bahkan saling berkaitan yaitu orang yang ikhlas kepada Allah maka dia akan dipilih oleh Allah sehingga dijaga oleh Allah dari segala perbuatan keji dan keburukan. Hal ini sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyyah diatas “Jika seorang hamba ikhlash kepada Allah maka Allah akan memilihnya lalu Allah akan hidupkan hatinya dan menarik hatinya, lalu Allah akan memalingkan dari hatinya semua yang bertentangan dengan pemilihan Allah ini, Allah akan memalingkan hatinya dari keburukan dan kekejian”
0 komentar:
Posting Komentar