INDAHNYA ISLAM

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 55).


Selasa, 24 Mei 2011

ini hanya goresan shubuhku,entah puisi atau bukan

Diposting oleh Yusuf shadiq
Cinta, sebuah rasa yang tak mampu ku cerna. Datang dan pergi tanpa kau duga.. Namun ku yakin itu tetaplah anugrah.. Karena tanpa cinta hidup adalah derita..

Aku pun tak menampik betapa indah cinta dan mencinta. Entahlah, ku tak mampu menggambarkan dalam untaian kata, semua hanya hamparan rasa..

Namun, haruskah, Saat rasa itu menyelimuti, matamu kau butakan..?
Ketika indahnya merekah, haruskah nurani di hinakan..?

Tidak.. Jangan begitu..

Bagiku, mencintaimu cukuplah dengan biasa.. Tak ada kalimat rayu menghibah.. Tak ada harapan tinggi membumbung..

Bagiku jatuh cinta padamu cukup dengan biasa, sangat biasa.. Ku tak butuh ungkapan rasa yang mampu menumbuhkan ranjau didada..
Tak perlu kalimat pujian yang menyemai riya' di hati..

Ku mencintai dangan caraku yang biasa.. Karena ku tahu akhirnya nanti takdir Ilahi yg terjadi..

Karena ku mencintai dengan biasa, maka ketika ku tahu kau jauh dari sempurna, maka bagiku itu adalah wajar..
Ketika ku dapati kau dalam salah, maka ku tahu kaupun manusia biasa..

Ku mencintai dia yang biasa.. Ku tak akan pernah berharap kau seorang sempurna, karena akupun jauh dari sempurna..
Ku tak akan terpikat pada yang merasa dirinya luar biasa.. Ku hanya mencintaimu karena kau begitu biasa.. Yang ku cinta bukanlah malaikat karena akupun tak sesuci nabi..

Mencintai dengan biasa, maka ku tak mau ada khalwat yang menjebak..
Tak ada tatapan rindu membuncah..
Tak ada ungkapan cinta merayu..

Tak akan ada ikatan semu sehina pacaran. Apalagi yg dibumbui dgn 'islami'..

Tak ada pertemuan sebelum ijab di lontarkan..

Agar, kiranya takdirNya tak menyatukanmu denganku.. Maka akan ku tanggapi dengan biasa, sangat biasa..
Tanpa air mata..
Tanpa rasa sesak di dada..
Tanpa benci yg menggumpal..

Mencintai dengan biasa.. Cukup disini, di dalam hati, tak perlu ada yang tahu, bahkan kau pun tak perlu tahu..

Mencintai dengan biasa, dengan menitipkan cintaku padaNya Sang Pemilik cinta.. Sang pengatur segala..
Hingga saatnya nanti, jika Dia berkenan menyatukan kita dalam indahnya ikatan suci..

Maka ketika ijab telah terlontar..
Ketika hijab telah tersingkap..
Ketika cintamu telah memilihku..

Maka, aku akan mencintaimu dengan luar biasa..


*goresan setelah shubuh tadi pagi untuk siapapun bidadariku nanti. .





Malam ini, bulan dari sini terlihat indah..

namun ku bukan ingin membicarakan keindahan Illahi yang satu ini, justru malam ini ku mendengar seperti ia menasihatiku dengan caranya.
ketika dalam perjalanan pulang tadi, ia seperti menatapku dan bicara :

" duhai sahabatku sang Penyair.
malam ini telah ku lihat pujaan hatimu di belahan dunia sana, jauh darimu saat ini. ia berusaha memimpikanmu dalam tidurnya dan membayangkan bahwa esok hari kelak kau akan pulang untuk meminangnya.

andaikan waktu bisa di kembalikan dimana saat kalian berpisah, ia ingin sekali berbicara langsung padamu bahwa..

AKU AKAN MENUNGGUMU, SEKALIPUN KAU BERKATA JANGAN MENUNGGUKU

itulah katanya tadi, sungguh.


duhai sahabatku yang memuja binarku

tenang saja, kau tak usah ragu akan penantiannya
yakinkan saja bahwa kau takkan menyiakan waktunya
luruskan saja niatmu untuk berjumpa dengannya
maka pada sampai waktu itu tiba, waktu yang di indahkan Tuhan kita..aku akan senantiasa menghiburnya dengan cahaya kerinduan dalam hatinya ketika malam merenggut petang..

duhai sahabatku yang kau jadikan aku sebagai tanda kebesaran Tuhanmu, saat ini cuma itu yang aku bisa beritahukan.
sampai bertemu dalam keindahan Illahi yangmenyejukkan..
Bulan. "

tanpa ragu, ku aminkan do'anya.
untuk dia yang kucintai, karna Illahi. .


Ya Allah...
Saat aku menyukai seseorang, ingatkan aku bahwa akan ada sebuah akhir
hingga aku tetap bersama yang tak pernah berakhir.

Ya Allah ...
Ketika aku merasa rindu pada seseorang, rindukan aku pada seseorang
yang rindu cinta sejatiMu, agar kerinduanku terhadapMu semakin menjadi

Ya Allah ...
Jika aku mesti mencintai seseorang, temukan aku dengan orang yang mencintaiMU,
agar bertambah kuat cintaku padaMU.
Jagalah cinta itu, agar tidak melebihi cintaku padaMU.

.... Dicintai oleh orang yang kita cintai sangatlah berarti,
tapi dicintai oleh Sang Pencipta adalah segalanya...

*kala sore menjadi indah dalam pelupuk senja


adinda....
Jikalau tiba saatnya bertemu...
bersabarlah dikau dengan kekuranganku....
bersabarlah dikau dengan apa yang tampak sekilas....
sesungguhnya aku ini hanyalah seseorang anak adam yang
biasa-biasa saja....
yang biasa dipandang sebelah mata....

adinda....

Jika Allah memang memilihku tuk mendampingimu....
Kumohon....
Hendaklah dikau selalu mengingatkan diriku ini yang
lemah ini....
Yang mungkin menelantarkan hak-hakmu....
Yang mungkin lupa diri dan tak tau diri....
Yang mungkin lupa akan kewajibanku ini....

adinda....

Terimalah salamku ini....
Jagalah dirimu dengan sebaik-baiknya akhwat....
Berimanlah pada Allah swt....
dan bertakwalah pada Allah....
Patuhilah Allah dan Rasulnya....
Jangan terbawa oleh arus musuh-musuh Islam....

Ingatlah.....

Sesungguhnya Allah swt. bersama orang-orang yang
sabar....

Jikalau bukan takdir kita untuk bertemu....

Doaku semoga Allah mempertemukanmu dengan pria yang
lebih baik dariku....
Yang akan membahagiakanmu di dunia dan membimbingmu menuju
kebahagiaan akhirat....

*untuk adindaku Di negeri Onta Sana
  
 

Dialogku DenganMu Dini Hari Tadi
Halo Tuhan, sesuai anjuranMu aku bertamu di 2/3 malam kali ini.
Tuhan belum tidur kan? Ah, pertanyaan tolol.
Engkau kan Maha Insomnia.

Tuhanku sayang, Engkau ingat kan tentang curhatku 2 tahun yang lalu?
Aku benar - benar menunggu putri yg berhati jilbab putih itu Tuhan
Aku bahkan telah membayangkan betapa indahnya ketika separuh agamaku sudah sempurna.

Hihihi, seru kali yah Tuhan, ada yang ngingetin aku kalau aku lupa sahur untuk daudku.
Ada yang menajdi makmum saat shalat tiba.
Dan ada yang mencium tangannku ketika dzikir usai.

Terlalu muluk ya, Tuhan? Hehehe. Enggak kan?
Kadang aku senyum - senyum sendiri saat membayangkan kehidupan keluarga kecilku nanti, Tuhan.

Membayangkan tentang rumah kecil dengan tiga anak yg menangis tiada henti.
Tentang saling membangunkan di 2/3 malam untuk bersujud padaMu bersama.
Tentangku dibuatkan teh manis sepulang kerja.
Atau mungkin tentang dia yang selalu aku ingatkan tentang hijab, amanah, dan tanggung jawab.

Ah, rasanya imam impianku terlalu sempurna buat kutukupret macam aku.
Tapi namanya bermimpi boleh saja kan, Tuhan?

Aku gak meminta yang aneh - aneh kok, Tuhan.
Terserah Engkau, asalkan dia taat padaMu, dia baik, dia menyayangiku, dia....

Astaghfirullah Tuhan..
Pantas saja Engkau belum mempertemukanku dengan makmum yang Engkau pilihkan untukku.
Dari tadi aku sibuk merumuskan kriteria dan mimpiku sendiri.
Emang udah aku sebaik apa?
Jangan marah ya, Tuhan?
Nanti saja deh, aku rancang lagi mimpi rumah tanggaku bareng makmum dariMu, kalau sudah ketemu, siapa pun dia.
Dan akan kami wujudkan bersama mimpi - mimpi itu, insyaAllah, amin.

Aku percaya padaMu, Tuhan

Aku kapok menyangsikan aturan mainMu.

*ditemani temaram malam dipenghujung senja



Dia yang selalu setia memberikan rasa indah kepadaku.
Dia yang selalu mencumbuku dengan memberikan rasa nyaman
ketika aku mulai terjatuh kurang asa.

Dia yang dengan semangatnya mengingatkan aku dengan lembut ketika aku sedikit lalai akanMu.
Dia yang dengan tabahnya mendampingi aku ketika Kau beri kami keadaan sulit.
Dia yang begitu hebatnya melalui proses susahnya mengandung dan melahirkan anak-anakku.

Dia yang begitu rajinnya memberikan kasih sayang
dan mengenalkanMu tanpa lelah kepada anak-anakku.
Dia yang enggak pernah malas untuk terus belajar mencari cintaMu.


Ya Allah…
Segala puji untukMu karena kau tlah berikan kepadaku
hadiah terindah yang pernah berikan kepadaku.
Ya Allah Yaa Cinta…
Segala puja untukMu karena tlah kau anugerahkan aku seorang perempuan
yang tak pernah lelah mendampingi kehidupanku di dunia ini.
Ya Allah Yaa Indah..
Berikanlah untuknya tempat yang layak untuk dia nikmati di akherat kelak.

Allahu Allah
Allahu Ya Robbi
Walhamdulillahi Robbil’alamiin

*terlintas begitu saja setelah makan siang..yaah suatu saat nanti






Dinginnya malam yg di dukung hembusan angin
Tidak memberhentikan langkahku untuk beranjak dr tempat tidurku
Aku tetap terbangun di 1/3 malamMu
Dan melupakan semua yg telah terjadi
Ku buka tirai jendelaku
Dan mencoba menatap keluar
Ku ingat Engkau saat malam begitu gelap gulita
Dan wajah zaman berlumuran debu hitam
Ku teruskan kakiku melangkah,,,utk mensucikan badanku dan menyempurnakan wudhuku
Disetiap sujudku
,aku mencoba merenungi smua
Ya Nur,,,,ku memohon setitik cahayaMu
Untuk terangi jiwaku,
Aku sebut namaMu dengen lantang di saat fajar menjelang,
Dan fajarpun merekah seraya menyebar senyuman indah

Subhanallah,
Maha Suci Engkau Ya Rabb,,
Alhamdulillah,,,segala pujian hanya pdMu,
Syukurku atas segala nikmatMu,,
Atas ketenangan hatiku dalam menyambut hari ini
Dan melupakan semua kejadian di masa lalu,
Ya Rabbku,,,tak ada Kuasa dan kehendak selain dariMu,
Disetiap ucapku,do’a ku yg tulus,,rintihan yg jujur,,,air mata yg menetes penuh keikhlasa,,,,dan semua keluhan yg menggundahgulanakan hatiku,,,hanya pantas ku tujukan atas hadiratMu,
Setiap dini hari menjelang,,,ku tengadahkan ke-2 telapak tanganku,,,
ku julurkan lengan penuh harap,,,ku arahkan terus tatapan mataku ke arahMu,,,untuk memohon pertolongan,
Ketika lidah bergerak,,, tak lain hanya untuk menyebut,mengingat,dan berdzikir dengan namaMu

Subhanallah,,,,,
hatiku tenang,, jiwaku damai,syarafku tak lagi menegang dan keyakinanku semakin kokoh atas qadha & qadarMu,
Semuanya telah Engkau tetapkan
sebelum aku ada di dunia ini,
Syukran Ya Rabb
atas segala nikmatMu,




Cinta, sebuah rasa yang tak mampu ku cerna. Datang dan pergi tanpa kau duga.. Namun ku yakin itu tetaplah anugrah.. Karena tanpa cinta hidup adalah derita..

Aku pun tak menampik betapa indah cinta dan mencinta. Entahlah, ku tak mampu menggambarkan dalam untaian kata, semua hanya hamparan rasa..

Namun, haruskah, Saat rasa itu menyelimuti, matamu kau butakan..?
Ketika indahnya merekah, haruskah nurani di hinakan..?

Tidak.. Jangan begitu..

Bagiku, mencintaimu cukuplah dengan biasa.. Tak ada kalimat rayu menghibah.. Tak ada harapan tinggi membumbung..

Bagiku jatuh cinta padamu cukup dengan biasa, sangat biasa.. Ku tak butuh ungkapan rasa yang mampu menumbuhkan ranjau didada..
Tak perlu kalimat pujian yang menyemai riya' di hati..

Ku mencintai dangan caraku yang biasa.. Karena ku tahu akhirnya nanti takdir Ilahi yg terjadi..

Karena ku mencintai dengan biasa, maka ketika ku tahu kau jauh dari sempurna, maka bagiku itu adalah wajar..
Ketika ku dapati kau dalam salah, maka ku tahu kaupun manusia biasa..

Ku mencintai dia yang biasa.. Ku tak akan pernah berharap kau seorang sempurna, karena akupun jauh dari sempurna..
Ku tak akan terpikat pada yang merasa dirinya luar biasa.. Ku hanya mencintaimu karena kau begitu biasa.. Yang ku cinta bukanlah malaikat karena akupun tak sesuci nabi..

Mencintai dengan biasa, maka ku tak mau ada khalwat yang menjebak..
Tak ada tatapan rindu membuncah..
Tak ada ungkapan cinta merayu..

Tak akan ada ikatan semu sehina pacaran. Apalagi yg dibumbui dgn 'islami'..

Tak ada pertemuan sebelum ijab di lontarkan..

Agar, kiranya takdirNya tak menyatukanmu denganku.. Maka akan ku tanggapi dengan biasa, sangat biasa..
Tanpa air mata..
Tanpa rasa sesak di dada..
Tanpa benci yg menggumpal..

Mencintai dengan biasa.. Cukup disini, di dalam hati, tak perlu ada yang tahu, bahkan kau pun tak perlu tahu..

Mencintai dengan biasa, dengan menitipkan cintaku padaNya Sang Pemilik cinta.. Sang pengatur segala..
Hingga saatnya nanti, jika Dia berkenan menyatukan kita dalam indahnya ikatan suci..

Maka ketika ijab telah terlontar..
Ketika hijab telah tersingkap..
Ketika cintamu telah memilihku..

Maka, aku akan mencintaimu dengan luar biasa..


*goresan setelah shubuh tadi pagi untuk siapapun bidadariku nanti


Ajina.jr



Read More - ini hanya goresan shubuhku,entah puisi atau bukan

Senin, 23 Mei 2011

Nafishatul Masruroh Q

Diposting oleh Yusuf shadiq

Ada Apa dengan Cintaku

aQ tau,
setiap saat kau berharap pada Q
aQ tau,
setiap waktu kau menginginkan perhatian Q
tapi kenapa..?
kenapa kau bersikap sebaliknya?
kau membuat aQ sakit,
kau membuat aQ harus menjauh darimu

ada apa denganmu, cintaku?
aQ pun berharap padamu
aQ pun menginginkanmu
namun..
sikapmu membuat kita jauh

ada apa denganmu, cintaku?
tak adakah kesabaran lagi dihatimu..
tak adakah ketulusan lagi dalam cintamu..

ada apa denganmu, cintaku?
tak bisakah kau mengartikan sikap Q
bahwa aQ butuh waktu..
untuk meyakinkan diri Q bahwa
kau pantas untuk Q dan
aQ pantas untukmu..

tapi
kau semakin menciptakan jarak
kau semakin membuatku menilaimu buruk

ada apa denganmu, cintaku?
aQ masih berharap padamu,
tapi aQ tak mau disakiti lagi

satu saran Q buat mu,
bijaksanalah..

Q kirimkan satu perhatian Q untukmu,
“aQ tau kamu bisa, siapapun pilihanmu…”

Read More - Nafishatul Masruroh Q

Kamis, 19 Mei 2011

Mengeluh dalam Perspektif Islam

Diposting oleh Yusuf shadiq

Tidak bisa dipungkiri, makhluk yang namanya manusia pasti pernah mengeluh.  Disadari atau tidak, mengeluh sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup.  Hanya saja, frekuensi dan kualitas keluhannya yang membedakan antara satu personal dengan personal lainnya.  Biasanya perbedaan ini terkait dengan tingkat pemahaman dan cara pandang seseorang tentang suatu masalah yang sedang ia hadapi.  Sabar, ikhlas dan seberapa besar keinginan untuk merubah sebuah  keadaan menjadi lebih baik, biasanya akan meminimalisir keluhan.  Sebaliknya, sikap apriori, pesimis dan berburuksangka terhadap kejadian yang sedang menimpa secara otomatis akan memunculkan keluhan-keluhan yang alih-alih mendapatkan penyelesaian, malah akan menambah ruwet dan bisa jadi menambah masalah baru.
Mengeluh sejatinya perwujudan dari rasa tidak puas, tidak ikhlas menerima sebuah ketentuan yang terjadi, baik dari segi materi dan non materi.  Ketika sakit berkeluh-kesah, macet mengumpat, banjir atau kekeringan mengambinghitamkan orang lain.  Atau ketika ditimpa musibah menghardik Tuhan tidak adil, gaji kecil, belum punya rumah dan kendaraan pribadi acap menyalahkan suami (bagi para istri) atau anak-anak nakal dan bermasalah tidak jarang menyalahkan istri (bagi para suami).  Ya, sebagian contoh kecil tersebut adalah manifestasi dari rasa tidak puas.

Belum lagi kita saksikan fenomena di negeri yang kita cintai ini.  Berita di televisi mayoritas menyuguhkan tentang aksi demo dan kekerasan, kerusuhan di mana-mana, tindak kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi-kolusi dan nepotisme dan banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan pada satu hal: ketidakpuasan!  Sebuah potret masyarakat yang diwarnai dengan berbagai keluhan.
Lalu, sebagai seorang yang mengaku muslim dan punya tuntunan yang jelas tentu saja kita tidak akan membiarkan diri kita terperosok lebih jauh ke dalam perbuatan yang sesungguhnya dibenci oleh Allah SWT.  Kenapa dibenci oleh Allah SWT? Karena sesungguhnya Allah SWT menyukai hamba yang senantiasa bersyukur dengan segala ketentuan dan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan.
Melihat fakta yang mayoritas bahwa manusia tidak pernah lepas dari keluh-kesah maka sangat penting bagi setiap muslim/muslimah mempunyai manajemen yang tepat agar tidak terpeleset dalam keluh-kesah yang tidak diperbolehkan dan pandai menyikapi setiap kejadian yang dihadapi dengan mengacu kepada teladan kita Rasulullah SAW.

Mengeluh adalah indikasi tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya” (Qs An-Nahl 18).
Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, pancainderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah SWT tak henti-hentinya.  Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas.  Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.
Pada zaman Sayyidina Umar Al-Khatthab, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: “Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.”
Doa beliau didengar oleh Sayyidina Umar ketika beliau (Umar) sedang melakukan thawaf di Ka’bah. Umar heran dengan permintaan pemuda tersebut. Selepas melakukan thawaf, Sayyidina Umar memanggil pemuda tersebut dan bertanya: “Mengapa engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tidak ada permohonan lain yang  engkau mohonkan kepada Allah?” Pemuda itu menjawab: “Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa itu karena aku  takut dengan penjelasan Allah dalam surat al-A’raf ayat 10, yang artinya: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur” Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit,  (lantaran) terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah,” jelas pemuda tersebut.
Semoga kita menjadi hamba-hamba yang dikategorikan sedikit oleh Allah dalam ayat tersebut. Dengan selalu menjaga ikhlas dan sabar terhadap segala kejadian atau ketentuan yang diberikan oleh Allah.  Dan berprasangka positif bahwa apa yang telah terjadi adalah yang terbaik menurut Allah, sehingga hanya rasa syukur saja yang terlintas di benak, terucap di bibir dan terlihat dari tindakan karena sesungguhnya jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya dan jika kita ingkar, sesunggunya azab Allah sangat pedih (Qs Ibrahim 7).

Mengeluhlah hanya kepada Allah SWT
Ketika sebuah kejadian yang tidak diinginkan menimpa seseorang, katakanlah ditimpa sebuah masalah yang berdampak menitikkan air mata, menyakitkan hati, membuat kepala berdenyut-denyut dan menjadikan seseorang itu merasa diberi ujian yang sangat berat dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, sebuah tindakan manusiawi jika ia membutuhkan orang lain dalam penyelesaian masalahnya.  Lalu, benarkah tindakannya jika ia mengeluhkan masalahnya kepada orang lain?
Rasulullah SAW pernah mengalami sebuah kondisi yang jauh dari yang beliau inginkan.  Para kaum musyrikin mengabaikan seruannya dan juga mencampakkan Al-Quran. Mereka telah mengacuhkan Al-Quran dalam beberapa bentuk di antaranya: mereka tidak mau mengimani Al-Quran, mereka tidak mau mendengarkan Al-Quran, bahkan mereka menolaknya dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah ucapan dan bualan Muhammad si tukang syair dan sihir. Kaum musyrikin juga berusaha untuk mencegah orang-orang yang berusaha mendengarkan Al-Quran dan dakwah Rasulullah SAW.
Dalam kondisi tertekan tersebut Rasulullah SAW  mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah SWT seperti yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan 30, yang artinya:  “Dan berkatalah Rasul: Ya Tuhanku! Kaumku ini sesung­guhnya telah meninggalkan jauh Al-Quran”.
Begitu pula dengan nabi Ya’qub dan Nabi ayub, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata, yang artinya, “Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah“ (Qs. Yusuf 86).
Dan Nabi Ayub AS, yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, bahwa Ayub berkata, yang artinya: “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau (Allah) adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (Qs Al-Anbiya’ 83).

Sebaiknya, mengeluhlah hanya kepada Allah SWT, karena sesungguhnya semua kejadian sudah menjadi sebuah ketentuan-Nya dan hanya Dia-lah sebaik-baik pemberi solusi.  Tetapi dalam kondisi-kondisi di mana seseorang mengeluh (sharing) tentang masalahnya kepada orang yang ia yakini amanah dan dengan catatan untuk mendapatkan penyelesaian, maka dalam hal ini sebagian ulama memperbolehkan.
Ibnu Qayyim dalam ‘Uddatu Ash Shabirin menyatakan bahwa menceritakan kepada orang lain tentang perihal keadaan, dengan maksud meminta bantuan petunjuknya atau pertolongan agar kesulitannya hilang,  maka itu tidak merusak sikap sabar; seperti orang sakit yang memberitahukannya kepada dokter tentang keluhannya, orang teraniaya yang bercerita kepada orang yang diharapkannya dapat membelanya, dan orang yang tertimpa musibah yang menceritakan musibahnya kepada orang yang diharapkannya dapat membantunya.

Membiasakan diri dengan mengeluh positif
Mengeluh positif? Spontan pasti muncul  pertanyaan ketika membaca sub judul berikut.  Iya, ternyata mengeluh tidak selalu berkonotasi negatif.  Tidak sabar menghadapi ujian, kurang ikhlas menerima ketentuan dan hasad/iri pada orang lain acap kali membuat diri menjadi tidak berdaya sehingga mengeluarkan kata-kata yang bermakna tidak puas yang merupakan perwujudan dari mengeluh.  Tetapi, jika seseorang hasad/iri terhadap kebaikan dan amal shalih orang lain yang membuat dirinya termotivasi untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih tanpa mengurangi/menghilangkan kebaikan orang lain tersebut maka hasad model ini dikategorikan sebagian ulama sebagai hasad yang positif.
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh, yakni adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.
Jadi, marilah kita sama-sama membekali diri dengan ketaatan hanya kepada Allah SWT dengan cara senantiasa mendekatkan diri pada-Nya.  Tidak pernah puas untuk mengkaji ilmu-ilmu-Nya agar dalam setiap desahan nafas selalu mengaitkan dengan hukum-hukum-Nya.

Jika ada niat dan tekad dengan sungguh-sungguh, insya Allah ikhlas dan sabar akan menjadi perhiasan yang akan mewarnai akhlak kita sehari-hari dan kita dihindarkan dari lisan dan sikap yang sering berkeluh-kesah.  Cukuplah mengeluh positif dalam genggaman, yaitu mengeluh dalam rangka bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga dapat meraih derajat takwa yang sesungguhnya.  Wallahu a’lam.
Read More - Mengeluh dalam Perspektif Islam

Minggu, 15 Mei 2011

~ Ikhwan Ganteng Partner Sejati Seorang Akhwat ~

Diposting oleh Yusuf shadiq
Alangkah indahnya Islam. Kedudukan manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata taqwa.
Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbeda. Ikhwan, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan rasionalitasnya karena ia adalah pemimpin bagi kaum hawa. Akhwat, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan sensitivitas perasaannya karena ia akan menjadi ibu dari anak-anaknya.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9: 71)
Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan hubungan, karena dalam da’wah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu bangunan yang kokoh, yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Belakangan ini menjadi sebuah fenomena baru di berbagai LDK kampus tentang sedikit ‘konfrontasi’ ikhwan dengan akhwat. Tepatnya, tentang kurang cepat tanggapnya da’wah para ikhwan yang notabene adalah partner da’wah dari akhwat.
Patut menjadi catatan, mengapa ADK akhwat selalu lebih banyak dari ADK ikhwan. Walau belum ada penelitian, tetapi bila melihat data kader, pun data massa dimana jumlah akhwat selalu dua sampai tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan ikhwan, maka dapat diindikasikan bahwa ghirah, militansi dan keagresifan berda’wah akhwat, lebih unggul. Meski memang hidayah itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tentu kita tak dapat mengabaikan proses ikhtiar.
Akhwat Militan, Perkasa dan Mandiri? Sejak kapankah adanya istilah Akhwat militan, perkasa dan mandiri ini? Berdasarkan dialog-dialog yang penulis telaah di lapangan, dan di beberapa LDK, ternyata hampir semua akhwat memiliki permasalahan yang sama, yaitu tentang kurang cepat tanggapnya ikhwan dalam menghadapi tribulasi da’wah. Bahkan ada sebuah rohis yang memang secara turun temurun, kader-kader akhwatnya terbiasa mandiri dan militan. Mengapa? Karena sebagian besar ikhwan dianggap kurang bisa diandalkan. Dan ada pula sebuah masjid kampus di Indonesia yang hampir semua agenda da’wahnya digerakkan oleh para akhwat. Entah hilang kemanakah para ikhwan.
Akibat seringnya menghadapi ikhwan semacam ini, yang mungkin karena sangat gemasnya, penulis pernah mendengar doa seorang akhwat, “Ya Allah…, semoga nanti kalau punya suami, jangan yang seperti itu… (tidak cepat tanggap–red),” ujarnya sedih. Nah!

Ikhwan GANTENG
Lantas bagaimanakah seharusnya ikhwan selaku partner da’wah akhwat? Setidaknya ada tujuh point yang patut kita jadikan catatan dan tanamkan dalam kaderisasi pembinaan ADK, yaitu GANTENG (Gesit, Atensi, No reason, Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle). Beberapa kisah tentang ikhwan yang tidak GANTENG, akan dipaparkan pula di bawah ini.
(G) Gesit dalam da’wah
Da’wah selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para aktivisnya. Ada sebuah kisah tentang poin ini. Dua orang akhwat menyampaikan pesan kepada si fulan agar memanggil ikhwan B dari masjid untuk rapat mendesak. Sudah bisa ditebak…, tunggu punya tunggu…, ikhwan B tak kunjung keluar dari masjid. Para akhwat menjadi gemas dan menyampaikan pesan lagi agar si fulan memanggil ikhwan C saja. Mengapa? Karena ikhwan C ini memang dikenal gesit dalam berda’wah. Benar saja, tak sampai 30 detik, ikhwan C segera keluar dari masjid dan menemui para akhwat. Mobilitas yang tinggi.
(A) Atensi pada jundi
Perhatian di sini adalah perhatian ukhuwah secara umum. Contoh kisah bahwa ikhwan kurang dalam atensi adalah ketika ada rombongan ikhwan dan akhwat sedang melakukan perjalanan bersama dengan berjalan kaki. Para ikhwan berjalan di depan dengan tanpa melihat keadaan akhwat sedikitpun, hingga mereka menghilang di tikungan jalan. Para akhwat kelimpungan.., nih ikhwan pada kemana? “Duh.., ikhwan ngga’ liat-liat ke belakang apa ya?” Ternyata para ikhwan berjalan jauh di depan, meninggalkan para akhwat yang sudah kelelahan.
(N) No reason, demi menolong
Kerap kali, para akhwat meminta bantuan ikhwan karena ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh akhwat. Tidak banyak beralasan dalam menolong adalah poin ketiga yang harus dimiliki oleh aktivis. Contoh kisah kurangnya sifat menolong adalah saat ada acara buka puasa bersama anak yatim. Panitia sibuk mempersiapkannya. Untuk divisi akhwat, membantu antar departemen dan antar sie adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan. Para akhwat ini kemudian meminta tolong seorang ikhwan untuk memasang spanduk. “Afwan ya…, amanah ane di panitia kan cuma mindahin karpet ini…,” jawab sang ikhwan sambil berlalu begitu saja karena menganggap tugas itu bukanlah amanahnya.
(T) Tanggap dengan masalah
Permasalahan da’wah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang tanggap dan bisa membaca situasi. Sebuah kisah, adanya muslimah yang akan murtad akibat kristenisasi di sebuah kampus. Aktivis akhwat yang mengetahui hal ini, menceritakannya pada seorang ikhwan yang ternyata adalah qiyadahnya. Sang ikhwan ini dengan tanggap segera merespon dan menghubungi ikhwan yang lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan pemurtadan.
Kisah di atas, tentu contoh ikhwan yang tanggap. Lain halnya dengan kisah ini. Di sebuah perjalanan, para akhwat memiliki hajat untuk mengunjungi sebuah lokasi. Mereka kemudian menyampaikannya kepada ikhwan yang notabene adalah sang qiyadah. Sambil mengangguk-angguk, sang ikhwan menjawab, “Mmmm….” “Lho… terus gimana? Kok cuma “mmmmm”…” tanya para akhwat bingung. Sama sekali tidak ada reaksi dari sang ikhwan. “Aduh… gimana sih….” Para akhwat menjadi senewen.
(E) Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh jundi. Kegelisahan para akhwat ini seringkali tercermin dari wajah, dan lebih jelas lagi adalah dari kata-kata. Maka sebaiknya para ikhwan ini mampu menangkap kegelisahan jundi-jundinya dan segera memberikan solusi.
Contoh kisah tentang kurang empatinya ikhwan adalah dalam sebuah perjalanan luar kota dengan menaiki bis. Saat telah tiba di tempat, ikhwan-akhwat yang berjumlah lima belas orang ini segera turun dari bis. Dan bis itu melaju kembali. Para akhwat sesaat saling berpandangan karena baru menyadari bahwa mereka kekurangan satu personel akhwat, alias, tertinggal di bis! Sontak saja para akhwat ini dengan panik, berlari dan mengejar bis. Tetapi tidak demikian halnya dengan ikhwan, mereka hanya berdiri di tempat dan dengan tenang berkata, “Nanti juga balik lagi akhwatnya.”
(N) Nahkoda yang handal
Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Ia adalah nahkoda kapal. Lantas bagaimanakah bila sang nahkoda tak bergerak? Alkisah, tentang baru terbentuknya kepengurusan rohis. Tunggu punya tunggu…, hari berganti hari, minggu berganti minggu, ternyata para ikhwan yang notanebe adalah para ketua departemen, tak kunjung menghubungi akhwat. Akhirnya, karena sudah “gatal” ingin segera gerak cepat beraksi dalam da’wah, para akhwat berinisiatif untuk “menggedor” ikhwan, menghubungi dan menanyakan kapan akan diadakan rapat rutin koordinasi.
(G) Gentle
Bersikap jantan atau gentle, sudah seharusnya dimiliki oleh kaum Adam, apatah lagi aktivis. Tentu sebagai Jundullah (Tentara Allah) keberaniannya adalah di atas rata-rata manusia pada umumnya. Namun tidak tercermin demikian pada kisah ini. Sebuah kisah perjalanan rihlah. Rombongan ikhwan dan akhwat ada dalam satu bis. Ikhwan di depan dan akhwat di belakang. Beberapa akhwat sudah setengah mengantuk dalam perjalanan. Tiba-tiba bis berhenti dan mengeluarkan asap. Para ikhwan segera berhamburan keluar dari bis. Tinggallah para akhwat di dalam bis yang kelimpungan. “Ada apa nih?” tanya para akhwat. Saat para akhwat menyadari adanya asap, barulah mereka ikut berhamburan keluar. “Kok ikhwan ninggalin gitu aja…” ujar seorang akhwat dengan kecewa.


Penutup

Fenomena ketidak-GANTENG-an ikhwan ini, akan dapat berpengaruh pada kinerja dakwah. Ikhwan dan akhwat adalah partner dakwah yang senantiasa harus saling berkoordinasi. Masing-masing ikhwan dan akhwat memang mempunyai kesibukannya sendiri, namun ikhwan dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu sebagai pemimpin. Sehingga wajar saja bila yang dipimpin terkadang mengandalkan dan mengharapkan sang qawwam ini bisa jauh lebih gesit dalam berdakwah (G), perhatian kepada jundinya (A), tidak banyak alasan dalam menolong (N), tanggap dalam masalah (T), empati pada jundi (E), menjadi nahkoda yang handal (N) dan mampu memberikan perlindungan (G). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)…” (QS. An-Nisa’:34).
Kita harapkan, semoga semakin banyak lagi ikhwan-ikhwan GANTENG yang menjadi qiyadah sekaligus partner akhwat. Senantiasa berkoordinasi. Ukhuwah di dunia, dan di akhirat. Aamiin Ya Robb. . .


Azzahra
Read More - ~ Ikhwan Ganteng Partner Sejati Seorang Akhwat ~

Senin, 09 Mei 2011

Terima Kasih Sayang Kamu Tetap Tabah Saat Aku Terhimpit

Diposting oleh Yusuf shadiq

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:

Jazakillah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) wahai istriku sayang… Kamu masih bisa tabah, tersenyum dan memberikan dorongan di saat aku terhimpit dalam ekonomi.
Jazakillah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) wahai istriku sayang… Kamu masih bisa mengurus anak-anak yang sakit dengan sentuhan lembutmu, disaat aku tidak bisa membawa mereka ke rumah sakit, karena minimnya biaya.
Jazakillah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) wahai istriku sayang… Kamu masih bisa masak enak disaat bumbu-bumbu dapur habis, karena aku tidak mampu beli, walaupun waktu gajian masih lama.
Jazakillah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) wahai istriku sayang… Lisanmu tidak pernah mengeluh, mengeluarkan kata-kata kotor disaat kesempitan melanda kita.
Istriku sayang… jangan lupa bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih berat cobaannya dari kita.

عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا كَانَتْ تَقُولُ وَاللَّهِ يَا ابْنَ أُخْتِى إِنْ كُنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى الْهِلاَلِ ثُمَّ الْهِلاَلِ ثُمَّ الْهِلاَلِ ثَلاَثَةَ أَهِلَّةٍ فِى شَهْرَيْنِ وَمَا أُوقِدَ فِى أَبْيَاتِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَارٌ – قَالَ – قُلْتُ يَا خَالَةُ فَمَا كَانَ يُعَيِّشُكُمْ قَالَتِ الأَسْوَدَانِ التَّمْرُ وَالْمَاءُ إِلاَّ أَنَّهُ قَدْ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- جِيرَانٌ مِنَ الأَنْصَارِ وَكَانَتْ لَهُمْ مَنَائِحُ فَكَانُوا يُرْسِلُونَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ أَلْبَانِهَا فَيَسْقِينَاهُ.

Artinya: “Urwah rahimahullah bercerita bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita: “Demi Allah wahai keponakanku, sungguh kami melihat datangnya bulan purnama, kemudian datang lagi bulan purnama, kemudian datang lagi bulan purnama, tiga bulan purnama dalam dua bulan, dan (selama itu) tidak dinyalakan api (untuk memasak) di dalam rumah-rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, Urwah rahimahullah bertanya: “Wahai bibi, lalu apa yang kalian makan?”, Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab: “Dua yang hitam, yaitu kurma dan air, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempunyai tetangga dari kaum Anshar, mereka mempunyai onta-onta yang diberikan kepada seseorang untuk diperah dan mereka mengirimkan susu-susunya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau memberikannya kepada kami”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Istriku sayang…jangan lupa bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyebutkan bahwa penghuni neraka paling banyak adalah para wanita, hal ini dikarenakan mereka sering tidak bersyukur kepada suami dan sering tidak menjaga lisan.

عَنِ أَسْمَاءَ بِنْتَ يَزِيدَ – إِحْدَى نِسَاءِ بَنِى عَبْدِ الأَشْهَلِ – تَقُولُ مَرَّ بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِى نِسْوَةٍ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَقَالَ « إِيَّاكُنَّ وَكُفْرَ الْمُنَعَّمِينَ ». فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا كُفْرُ الْمُنَعَّمِينَ قَالَ « لَعَلَّ إِحْدَاكُنَّ أَنْ تَطُولَ أَيْمَتُهَا بَيْنَ أَبَوَيْهَا وَتَعْنُسَ فَيَرْزُقَهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ زَوْجاً وَيَرْزُقَهَا مِنْهُ مَالاً وَوَلَداً فَتَغْضَبَ الْغَضْبَةَ فَرَاحَتْ تَقُولُ مَا رَأَيْتُ مِنْهُ يَوْماً خَيْراً قَطُّ ».

Artinya: “Asma binti Yazid, salah seorang wanita keturunan Abdul Asyhal bercerita: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati kami, pada saat kami sedang berkumpul-kumpul bersama para perempuan, kemudian beliau mengucapkan salam kepada kami, lalu beliau bersabda: “Jauhilah sikap tidak bersyukur kepada orang-orang yang memberikan pemberian”, lalu kami bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu sikap tidak bersyukur kepada orang-orang yang memberikan pemberian?”, beliau menjawab: “Mungkin salah seorang wanita dari kalian hidup lama dan manja bersama kedua orangtuanya, lalu Allah Ta’ala menganugerahi dia seorang suami dan memberikan kepadanya harta dan anak dari suaminya, suatu ketika dia marah (kepada suaminya), maka iapun mengucapkan: “Aku tidak pernah melihat sama sekali satu kebaikanpun darinya walau seharipun”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab silsilat Al Ahadits Ash Shahihah)
Istriku sayang…jangan lupa bahwa sebesar ujian yang kita dapatkan sebesar itu pula cinta Allah Ta’ala kepada kita, jika kita sabar dan tabah.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ ».

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum Dia menguji mereka, maka barangsiapa ridha maka baginya keridahaan dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan”. (HR. Ibnu Majah dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah)
Ya Allah…aku meridhai istriku… dan rasul-Mu shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan bahwa seorang suami adalah surga atau neraka istri, masukkanlah istriku ke dalam surga, sungguh aku suaminya telah meridhainya…Allahumma amin.

عن حصين بن محصن قال : حدثتني عمتي قالت : أتيت النبي صلى الله عليه و سلم في بعض الحاجة فقال : اي هذه أذات بعل أنت ؟ قلت : نعم قال : كيف أنت له ؟ قالت : ما آلوه إلا ما عجزت عنه قال : فأين أنت منه فإنما هو جنتك و نارك

Artinya: “Dari Hushain bin muhshin rahimahullah, dia berkata: “Bibiku menceritakan: “Aku pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk beberap keperluan, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Apakah kamu wanita mempunyai suami?”, aku jawab: “Iya”, beliau bertanya: “Bagaimana sikapmu terhadapnya?”, aku jawab: “Aku selalu mengurusinya kecuali yang aku tidak sanggup untuk melaksanakannya”, beliau bersabda: “Perhatikan sikapmu terhadapnya, karena dia adalah surga atau nerakamu”. (HR. Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib)
Dari suami yang menyayangi istrinya karena Allah Ta’ala.


Ahmad Zainuddin
Sabtu, 23 Rajab 1432H
Dammam, KSA
Read More - Terima Kasih Sayang Kamu Tetap Tabah Saat Aku Terhimpit