INDAHNYA ISLAM

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 55).


Kamis, 17 Mei 2012

Dampak Buruk Riya' dan Sum'ah Terhadap Pribadi dan Jama'ah

Diposting oleh Yusuf shadiq


Jika penyakit riya' dan sum'ah telah menggerogoti muslim, apalagi aktifis dakwah, maka dampak buruknya tidak hanya menimpa pribadi muslim dan aktifis dakwah itu, tetapi juga menimpa jama'ah. Berikut adalah beberapa dampak buruk riya' dan sum'ah itu:

1. Terhalang dari Hidayah dan Taufiq Allah
Hidayah Allah SWT adalah anugerah Allah yang dikaruniakan-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Ini hak prerogatif Allah. Ia tidak bisa dipaksa untuk menghampiri kita atau orang-orang tertentu. Kita bisa berdoa agar mendapat hidayah, namun terserah Allah apakah menurunkan hidayah-Nya atau tidak.

Namun demikian, Allah telah membuat ketetapan di dalam Al-Qur'an bahwa hidayah itu akan diberikan kepada orang-orang yang ikhlas.

... dan Ia memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada-Nya) (QS. As-Syura : 13)

...dan Ia menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya (QS. Ar-Ra'd : 27)

Seseorang yang riya dan sum'ah pada dasarnya telah merobek keikhlasan dan menyimpang dari kebenaran. Karenanya prasyarat untuk mendapatkan hidayah dan taufiq dari Allah telah hilang darinya. Meskipun tahu banyak ilmu, orang seperti ini akan sulit mengamalkannya. Ini dampak buruk riya' dan sum'ah.

...Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. As-Shaf : 5)

2. Batal Amalnya
Sesungguhnya salah satu dari syarat diterimanya amal adalah ikhlas. Seperti firman-Nya dalam QS. Al-Bayyinah ayat 5.

Jika seseorang melakukan ibadah atau amal shalih namun dilandasi dengan riya' atau sum'ah maka amal itu akan menjadi sia-sia. Tidak diterima Allah SWT.

Lalu Kami hadapkan amal yang mereka kerjakan, kemudian Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (QS. Al-Furqan : 23)

Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
Aku adalah yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang beramal untuk-Ku dengan menyekutukan selain-Ku, maka Aku bebas dari dia dan dia Aku serahkan kepada sekutunya itu. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)

3. Mendapat Azab di Akhirat
Amal-amal yang banyak, yang disangka membuat masuk surga, justru menyeret manusia ke neraka ketika amal-amal itu dibangun di atas riya' dan sum'ah. Seperti hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa di pengadilan akhirat nanti ada 3 orang yang diadili pertama kali; orang yang mati syahid, orang alim yang mengajarkan ilmunya, dan orang kaya yang dermawan. Ketiganya menyangka akan masuk surga. Ini tercermin dari jawabannya saat ditanya tentang apa yang dilakukan dengan nikmat-nikmat itu. Tapi rupanya, Allah menilai berbeda dari persangkaan ketiga orang itu sebab mereka melakukannya karena riya' dan sum'ah. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret mereka ke neraka.

4. Aibnya akan terbuka baik di dunia maupun di akhirat
Orang yang riya' dan sum'ah ingin mendapatkan pujian, penghormatan, atau kedudukan dari orang lain. Namun seringkali Allah justru membuka aib orang seperti itu di dunia sehingga terbongkarlah kebusukannya.

Adapun di akhirat nanti, tidak ada rahasia yang bisa disembunyikan saat yaumul hisab, saat pengadilan Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Barangsiapa yang berlaku sum'ah, maka ia akan dibalas Allah dengan sum'ah (dibuka aibnya) pula.

5. Menderita Kesempitan dan Kegelisahan
Orang yang riya' atau sum'ah akan dilanda kegelisahan dalam hidupnya. Ia berada dalam dua kesempitan. Merasa sempit karena khawatir niatnya terbongkar, dan merasa sempit saat niatnya tidak tercapai. Berbeda dengan orang ikhlas yang sejak awal melakukan amal telah mendapatkan ketenangan karena Allah-lah yang melihat dan akan membalas amalnya meskipun tidak ada orang lain yang tahu.

6. Tercabutnya kewibawaan dan pengaruh
Kewibawaan seorang muslim bisa hadir karena Allah yang menanamkan pada dirinya. Maka saat seorang hamba ikhlas dalam menjalankan agama-Nya, ibadah, dan dakwah, Allah memberikan kewibawaan itu. Namun jika Allah menghinakan seseorang, maka dengan cara bagaimanapun kewibawaan itu dipoles, ia tetap saja luntur dan tak berbekas.

Barangsiapa yang dihinakan Allah, niscaya tiada seorangpun yang akan memuliakannya. (QS. Al-Hajj : 18)

Pernah suatu ketika Ibnu Hubairah, gubernur Kufah dan Bashrah memanggil Hasan Al-Basri dan Amir bin Syarahbil untuk meminta nasihat berkenaan dengan intruksi Yazid yang zalim. Amir bin Syarahbil saat itu menjawab dengan jawaban yang moderat dan cenderung memaafkan Ibnu Hubairah seandainya ia melakukan intruksi itu karena pada dasarnya ia terpaksa. Namun saat Hasan Al-Basri dimintai nasihat, ia menjawab dengan tegas: "Wahai Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah dalam menghadapi Yazid, dan jangan takut kepada Yazid saat menghadapi Allah. Allah dapat melindungimu dari Yazid, tetapi Yazid tidak dapat melindungimu dari Allah..." Mendengar nasihat seperti itu Ibnu Hubairah menangis tersedu-sedu dan memakai pendapat Hasan Al-Basri serta menghormatinya. Ia tidak mengambil pendapat Amir bin Syarahbil.

Ketika keluar dan berhadapan dengan banyak orang, Amir bin Syarahbil mengakui kesalahannya karena ingin dekat dan mendapat persetujuan Ibnu Hubairah. Ia juga menyatakan kemuliaan Hasan Al-Basri. Amir bin Syarahbil insaf.

7. Tidak tekun dalam beramal
Karena berorientasi pandangan manusia dan materi, orang yang riya' dan sum'ah tidak akan bisa istiqamah dalam beramal. Saat manusia tidak lagi memperhatikannya, saat media tidak lagi meliputnya, saat keuntungan-keuntungan materi tidak didapatkannya, ia pun berhenti dari amal itu.

Jika aktifis dakwah terhinggapi riya' dan sum'ah maka dampak-dampak buruk itu selain menimpa pribadinya juga berefek pada jama'ahnya. Diantaranya adalah dengan semakin panjangnya jalan perjuangan, semakin lambatnya kemenangan, dan semakin beratnya beban. Wallaahu a'lam bishshawab.

0 komentar:

Posting Komentar