INDAHNYA ISLAM

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 55).


Sabtu, 26 Mei 2012

Akhwat - Akhwat Luar Biasa

Diposting oleh Yusuf shadiq


Namanya Ummu Haritsah. Ia mendengar anaknya meninggal dalam perang Badar terkena panah liar. Sebagai seorang ibu, tentu masih ada rasa kehilangan dalam dirinya. Namun ini adalah sosok ibu yang berbeda. Ibu dan wanita yang luar biasa.

Ummu Haritsah tak puas dengan hanya berita itu. Ia pun datang menghadap Rasulullah. Bukan untuk memastikan anaknya benar-benar telah mati. Tetapi untuk mendapatkan jawaban, apakah kematian anaknya itu tergolong syahid hingga membawanya ke surga, atau justru kematian yang mengantarkan ke neraka.

"Wahai Rasulullah," tanya Ummu Haritsah begitu berhasil menghadap Nabi, "di manakah posisi Haritsah? Jika di surga, maka saya ridha atas kematiannya. Namun jika di neraka saya akan meratapinya agar siksanya diringankan."

"Wahai Ummu Haritsah," jawab sang Nabi penuh wibawa, "Sesungguhnya Haritsah anakmu berada di surga Firdaus."

Subhaanallah. Bukan hanya surga, tetapi surga Firdaus, surga tertinggi, surga terindah. Mendengar itu tenanglah Ummu Haritsah. Kini ia pulang ke rumah dengan senyum merekah dan kebahagiaan yang membuncah.

***

Wanita lainnya bernama Khansa. Khansa binti Amru. Meski wanita, ia ikut dalam barisan jihad melawan pasukan Persia dalam perang Qadisiah. Bersamanya, empat putranya juga turut serta dalam perang yang terkenal itu.

Khansa membakar semangat putra-putranya. Ia memeperingatkan mereka agar tak gentar, apapun yang terjadi.

"Kalian telah beragama Islam dengan tulus," katanya dengan nada orasi, "kalian mengikuti kaum Muslimin tanpa ada yang memaksa. Kalian berasal dari satu ibu dan satu ayah. Demi Allah, ayah kalian bukanlah orang yang lemah. Paman-paman kalian juga bukan orang yang lemah."

Semangat bertempur empat putra perindu surga demikian menggebu. Tanpa rasa takut mereka menyerbu. Pasukan Persia menyambut dengan perlawanan seru. Pedang beradu. Denting suara senjata memenuhi telinga. Lalu satu per satu empat putra Khansa gugur hingga tak tersisa.

Bukannya sedih atau meratap, dari lisan Khansa terdengar syukur terucap. "Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kesyahidan mereka. Semoga kelak Allah mengumpulkan aku dengan mereka di surga."

***

Wanita-wanita luar biasa. Merekalah yang mampu mendidik putra-putrinya untuk berjihad membela agama. Merekalah yang menanamkan semangat berislam dan memperjuangkannya ke dalam jiwa buah hatinya.

Wanita-wanita luar biasa. Merekalah madrasah pertama yang mampu mengukir iman dalam hati anak-anaknya yang masih belia. Mencurahkan kasih sayang dan menumbuhkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka juga ikhlas melepas kepergian anak-anak tercinta ke medan juang, lahan jihad dan lapangan kehidupan.

Masihkah ada wanita-wanita luar biasa seperti Ummu Haritsah dan Khansa? Jawabnya, ada. Setiap zaman masih memungkinkan untuk melahirkan wanita-wanita seperti mereka. Asal kita tahu caranya dan mau mengadopsinya. Dan cara itu telah gamblang dibentangkan Allah dalam Al-Quran dan Rasulullah dalam sunnahnya. Manhaj Qur'ani dan manhaj Nabawi adalah jawabannya. Tarbiyah adalah kuncinya. Insya Allah.
Read More - Akhwat - Akhwat Luar Biasa

Jumat, 25 Mei 2012

Hadist - Hadist Dha'if dan Maudhu' Seputar Bulan Rajab

Diposting oleh Yusuf shadiq
Hadits Pertama:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ رَجَب قَالَ : « اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ »

Dari Anas bin Malik radhiyallohu anhu adalah Nabi shallallohu alaihi wa sallam jika sudah berada di bulan Rajab, beliau berdoa: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan”

Takhrij :

Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa imam di kitab hadits mereka, diantaranya :

1. Imam Thabrani di Al Mu’jam Al Ausath (4/189) dan di kitab Ad Du’a (1/284); lafal hadits di atas sebagaimana yang beliau riwayatkan di Al Ausath

2. Imam Ahmad di Musnad; Kitab Musnad Bani Hasyim, Bab Bidayah Musnad Abdullah bin Abbas (2342), akan tetapi beliau meriwayatkan dengan lafazh: “…wa baarik lanaa fi Ramadhan”

3. Baihaqi di Syu’abul Iman (3/375) dan di kitab Fadhoil Al Awqat (1/105)

4. Bazzar di Musnadnya (2/290)

5. Ibnu As Sunni di Amal Al Yaum wal Lailah

6. Abu Muhammad Hasan bin Muhammad Al Khallal di Fadhlu Rajab (no.1)

Keterangan :

Dalam sanad hadits ini ada dua perowi yang lemah;

Pertama : Zaidah bin Abu Ruqad Al Bahili; dia seorang yang munkarul hadits (haditsnya mungkar) sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari, Nasai, dan Al Hafizh Ibnu Hajar. Abu Hatim Ar Rozi mengatakan, “Dia meriwayatkan dari Ziyad An Numairi dari Anas bin Malik hadits-hadits yang marfu’ namun mungkar…”. Ibnu Hibban di kitabnya Al Majruhin menerangkan, “Dia meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar dari perawi-perawi yang terkenal”

Kedua : Ziyad bin Abdullah An Numairi dia juga seorang yang dinilai lemah oleh Imam Yahya Bin Ma’in, Abu Daud dan Al Hafizh Ibnu Hajar. Abu Hatim berkata : “Haditsnya boleh ditulis namun tidak dijadikan sebagai hujjah”.

Hadits Kedua :

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « إنّ في الجَنّةِ نَهْراً يُقالُ لهُ رَجَبٌ, مَاؤُهُ أشَدُّ بَياضاً مِنَ اللَّبَنِ وأحْلَى مِنَ العَسَلِ مَنْ صامَ يَوْماً مِنْ رَجَبٍ سَقاهُ الله مِنْ ذلِكَ النَّهْرِ »

Dari Anas bin Malik radhiyallohu anhu berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga ada sungai yang disebut dengan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Barangsiapa yang berpuasa sehari di bulan Rajab, Alloh akan memberinya minum dari sungai tersebut.”

Takhrij :

Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa imam diantaranya :

1. Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/367)

2. Abu Muhammad Hasan bin Muhammad Al Khallal dalam Fadhoil Syahr Rajab (no.3)

3. Ibnul Jauzi di Al ‘Ilal Al Mutanahiyah (2/255)

Keterangan :

Hadits ini lemah karena pada sanadnya terdapat rowi yang bernama Manshur bin Zaid Al Asadi dan Musa bin Umair Al Qurasy.

Manshur bin Zaid adalah seorang yang majhul dan tidak ada meriwayatkan darinya kecuali Muhammad bin Al Mughiroh. Adapun Musa bi Umair Al Qurasyi dia perowi yang lemah, Imam Abu Hatim mengatakan bahwa haditsnya ditinggalkan dan dia seorang pendusta. Al ‘Uqaili dalam Kitab Adh Dhu’afa Al Kabir mengatakan bahwa haditsnya mungkar. Ibnu Ma’in juga menyebutkan bahwa dia bukan perowi yang diperhitungkan.

Diantara ulama yang menerangkan kelemahan hadits ini:

• Imam Ibnul Jauzi dalam kitab beliau Al ‘Ilal Al Mutanahiyah mengatakan tentang hadits ini, “Hadits ini tidak shohih pada sanadnya ada rowi-rowi yang majhul kita tidak mengenali siapa mereka”

• Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Tabyinul ‘Ajab menyebutkan hadits ini sebagai hadits pertama dari contoh hadits-hadits lemah tentang keutamaan Rajab lalu beliau merinci penjelasan tentang kelemahan periwatannya

• Al Albani mdnghukumi hadits ini sebagai hadits batil

Hadits Ketiga :

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يتم صوم شهر بعد رمضان إلا رجب وشعبان

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam tidak pernah berpuasa penuh selama sebulan setelah Ramadhan melainkan pada bulan Rajab dan Sya’ban.”

Takhrij :

Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa imam, diantaranya :

1. Thabrani dalam Al Mu’jam Al Ausath (9/161)

2. Baihaqi di Syuabul Iman (3/369)

3. Al Khallal di Fadhl Syahr Rajab (no.4)

Keterangan :

Hadits ini sanadnya dinilai lemah oleh banyak imam diantaranya Imam Baihaqi karena dalam sanadnya terdapat seorang yang bernama Yusuf bin Athiyyah Ash Shoffar padahal hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Thabrani tidak ada meriwayatkannya dari Hisyam kecuali Yusuf bin Athiyyah.

Berikut perkataan para imam tentang Yusuf bin Athiyyah Ash Shoffar :

• Bukhari berkata, “Munkarul hadits (Haditsnya mungkar)”

• Nasaai berkata, “Matrukul hadits” (Haditsnya ditinggalkan)

• Yahya bin Ma’in, “Dia tidak ada apa-apanya”

• Jauzjani berkata, “Haditsnya tidak terpuji”

• Ibnu Hibban berkata, “Dia termasuk seorang yang senantiasa membalikkan sanad-sanad; mengganti matan hadits palsu dengan sanad hadits yang shohih lalu dia meriwayatkannya. Tidak boleh sama sekali berhujjah dengannya”

• Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (3/439) mengatakan bahwa dia seorang yang dhoif (lemah)

• Dzahabi mengatakan bahwa para ulama telah sepakat akan kelemahannya

• Ibnu Hajar berkata dalam Tabyin Al ‘Ajab: “Hadits ini mungkar karena Yusuf bin ‘Athiyah seorang yang dha’if jiddan (sangat lemah)”.

Hadits Keempat :

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « رَجَبٌ شَهْرُ الله تعالى، وشَعْبانُ شَهْرِي ، وَرَمَضانُ شَهْرُ أُمَّتِي… »

Dari Anas bin Malik radhiyallohu anhu berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Rajab adalah bulannya Alloh, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulannya ummatku…”

Takhrij :

Hadits dikeluarkan oleh Ibnu Asakir di Mu’jamnya (1/114) dan Imam Baihaqi di Fadhoil Al Auqat (1/95)

Keterangan :

Hadits ini dinilai sebagai hadits yang maudhu’ (palsu) oleh banyak ulama, diantaranya :

1. Imam Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al Maudhu’at (2/436-438, no. 1008); beliau menyebutkan bahwa para perowi hadits ini tidak dikenal dan terdapat seorang yang bernama Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Jahdham, dia tertuduh sebagai seorang yang pendusta

2. Ash Shaghani dalam Al Maudhu’at

3. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Al Manar Al Munif

4. As Suyuthi dalam Al La-aali Al Mashnu’ah

5. Ibnu Hajar dalam Tabyiin Al ‘Ajab, beliau berkata : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr an-Naqqosy al-Mufassir, dan diriwayatkan pula oleh al-Hafizh Abul Fadhl Muhammad bin Nashir di dalam Amali-nya dari an-Naqqosy dengan riwayat yang lengkap -beliau menyebutkan keutamaan setiap hari pada hari-hari di bulan Rajab- lalu Al Hafizh berkata : an-Naqqosy ini adalah seorang pemalsu hadist dan dajjal (pendusta). Imam Abul Khithob Ibnu Dihyah setelah meriwayatkan hadits ini beliau berkata, “hadits ini maudhu’“.

Hadits Kelima :

عن أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فضل شهر رجب على سائر الشهور كفضل القرآن على سائر الأذكار…».

Dari Anas “Keutamaan Rajab atas seluruh bulan bagaikan keutamaan al-Qur’an atas seluruh dzikir…”

Takhrij :

Ibnu Hajar menyebutkan sanad hadits ini dari Al Hafizh Abu Thohir As Silafi

Keterangan :

Hadits ini dimasukkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Tabyinul ‘Ajab sebagai salah satu contoh dari hadits maudhu’ (palsu) tentang keutamaan Rajab, beliau berkata setelah menyebutkan hadits di atas : “Rijal (Para perawi) sanad ini adalah tsiqot (terpercaya) kecuali as-Saqothi, karena ia cacat dan terkenal memalsukan hadits serta membuat sanad… .”

Hadits Keenam :

عن أبى سعيد الخدرى رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « رجب شهر الله الأصم، من صام من رجب يوما إيمانا واحتسابا استوجب رضوان الله الأكبر».

Dari Abu Said Al Khudri “Rajab adalah bulan Allah yang hening (tidak terjadi peperangan karena termasuk bulan Haram). Barangsiapa yang berpuasa sehari di bulan Rajab dengan penuh keimanan dan mengharap balasan dari Allah, niscaya dia mendapatkan keridhaan Allah terbesar.”

Keterangan :

Ibnu Hajar menjelaskan, “Matan hadits ini tidak memiliki asal, dia dibuat oleh Abul Barakat As Saqti lalu dia merangkai isnadnya…”

Abul Hasan Ibn Arraq dalam At Tanzih Asy Syari’ah mengatakan, “Dalam sanad hadits ini terdapat Abu Harun Al ‘Abdi seorang rawi yang matruk (ditinggalkan) dan yang meriwayatkan darinya ‘Ishom bin Tholiq seorang rowi yang tidak diperhitungkan. Kemungkinan cacat hadits ini berasal dari Abu Harun karena para ulama telah mendustakannya hingga sebagian ulama mengatakan bahwa dia lebih pendusta dari Fir’aun,Wallohu Ta’ala A’lam.

Asy Syaukani mengatakan dalam sanad haditsnya terdapat dua rowi yang matruk (ditinggalkan)

Hadits Ketujuh :

عن أنس مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” من صام ثلاثة أيام من رجب كتب الله له صيام شهر، ومن صام سبعة أيام من رجب أغلق الله سبعة أبواب من النار…

Dari Anas bin Malik radhiyallohu anhu berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, Alloh akan mencatat baginya puasa sebulan dan barangsiapa yang berpuasa tujuh hari maka Alloh akan menutupkan darinya pintu tujuh neraka…”

Takhrij :

Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at dan Abu Syaikh dalam kitan Ats Tsawab

Keterangan :

Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh banyak ulama, diantaranya Imam Ibnul Jauzi, Al Hafizh Ibnu Hajar, Suyuthi, Ibnu ‘Arraq dan Imam Syaukani

Pada sanad Ibnul Jauzi terdapat dua rowi yang sangat lemah yaitu Aban bin Abi ‘Ayyasy dan Amru bin Al Azhar. Berikut ini beberapa perkataan ulama tentang kedua rowi tersebut:

1. Penilaian ulama tentang Aban :

• Syu’bah bin Hajjaj pernah berkata, ‘Aku berzina lebih aku suka ketimbang meriwayatkan hadits dari Aban’.

• Imam Ahmad, Nasaai dan Daraquthni berkata : Matruk (ditinggalkan haditsnya).

2. Penilaian ulama tentang Amr bin Al Azhar

• Imam Ahmad berkata : Dia pernah memalsukan hadits

• Imam Yahya bin Ma’in, Daraquthni dan Dzahabi menyatakan : “Dia pendusta”

• Nasaai mengatakan : Matruk

• Ibnu Hibban : “Dia memalsukan hadits dari perowi-perowi yang terpercaya dan tidak halal menyebutkan namanya kecuali untuk dijelaskan cacatnya”

Adapun sanad Abu Syaikh terdapat seorang yang bernama Husain bin ‘Ulwan, Imam Suyuthi berkata, “Dia pemalsu hadits” dan hukum Suyuthi disetujui oleh Ibnu ‘Arraq

Hadits Kedelapan :

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « من صلى المغرب من أول ليلة من رجب، ثم صلى بعدها عشرين ركعة، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب، وقل هو الله أحد مرة، ويسلم فيهن عشر تسليمات، أتدرون ما ثوابه؟ … حفظه الله في نفسه وأهله وماله وولده، وأجير من عذاب القبر، وجاز على الصراط كالبرق بغير حساب ولا عذاب »

Dari Anas bin Malik radhiyallohu anhu.berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat Maghrib di awal malam bulan Rajab kemudian sholat dua puluh rakaat setelahnya, membaca pada setiap rakaatnya surat al-Fatihah dan qul huwallohu ahad satu kali serta mengucapkan salam sebanyak sepuluh kali salam, tahukah kalian apakah ganjarannya?”… Beliau bersabda : “Alloh akan menjaga dirinya, keluarganya, hartanya dan anaknya, dibebaskannya dari adzab kubur dan dia akan lewat di atas titian bagaikan kilat tanpa hisab dan tanpa adzab.”

Takhrij :

Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al Maudhu’at

Keterangan :

Ibnul Jauzi berkata, “Hadits ini palsu, kebanyakan perowinya majhul (tidak dikenal)

Silakan baca penjelasan ulama tentang hadits ini di al-Maudhu’at karya Ibnul Jauzi (II/123), Tabyinul ‘Ajab hal. 20 dan al-Fawa`id al-Majmu’ah hal. 47 hadits no. 144.

Hadits Kesembilan:

عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من صام يوما من رجب وصلى فيه أربع ركعات، يقرأ في أول ركعة مائة مرة آية الكرسي، وفى الركعة الثانية مائة مرة قل هو الله أحد، لم يمت حتى يرى مقعده من الجنة أو يرى له «

Dari Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma berkata, Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab dan sholat di dalamnya empat rakaat, dia membaca pada rakaat pertama ayat kursi sebanyak 100x dan membaca surat Al Ikhlas sebanyak 100x di rakaat kedua, maka ia tidak akan mati sampai ia melihat tempat duduknya di surga atau diperlihatkan padanya.”

Takhrij :

Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (2/435, no.1007)

Keterangan :

Dalam hadits ini terdapat rowi yang bernama Utsman bin’Atho, dia seorang perowi yang telah dilemahkan oleh para ulama diantaranya :

Yahya bin Ma’in berkata, Lemah dalam periwayatn hadits”

Amru bin Al Fallas berkata, “Haditsnya mungkar”,

Ibnul Jauzi mengatakan, Hadits ini palsu yang diatasnamakan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, kebanyakan perowinya majhul dan Utsman seorang yang matruk (ditinggalkan periwayatannya) oleh para ahli hadits

Hadits Kesepuluh:

عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” رجب شهر الله وشعبان شهرى ورمضان شهر أمتى. … لكن لا تغفلوا عن أول ليلة في رجب، فإنها ليلة تسميها الملائكة الرغائب، وذلك أنه إذا مضى بك الليل لا يبقى ملك مقرب في جميع السموات والارض إلا ويجتمعون في الكعبة وحواليها، فيطلع الله عز وجل عليهم إطلاعة فيقول: ملائكتي سلونى ما شئتم، فيقولون يا ربنا حاجتنا إليك أن تغفر لصوام رجب، فيقول الله عزوجل: قد فعلت ذلك. ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: وما من أحد يصوم يوم الخميس أول خميس في رجب، ثم يصلى فيما بين العشاء والعتمة، يعنى ليلة الجمعة، ثنتى عشرة ركعة، يقرأ في كل ركعة فاتحة الكتاب مرة، وإنا أنزلناه في ليلة القدر ثلاث مرات، وقل هو الله أحد اثنتى عشرة مرة، يفصل بين كل ركعتين بتسليمة، فإذا فرغ من صلاته صلى على سبعين مرة، ثم يقول: اللهم صل على محمد النبي الامي وعلى آله، ثم يسجد فيقول في سجوده: سبوح قدوس رب الملائكة والروح سبعين مرة، ثم يرفع رأسه فيقول: رب اغفر لي وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت العزيز الاعظم سبعين مرة، ثم يسجد الثانية فيقول لثل ما قال في السجدة الاولى، ثم يسأل الله تعالى حاجته، فإنها تقضى.

Dari Anas bin Malik berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Rajab itu bulannya Alloh, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku… akan tetapi janganlah kalian lalai dari awal waktu di malam Jum’at pada bulan Rajab, karena itu adalah malam yang dinamakan malaikan dengan ar-Ragha`ib. Dan yang demikian ini apabila telah berlalu sepertiga malam tidaklah tersisa seorang malaikatpun di penjuru langit dan bumi melainkan mereka berkumpuk di Ka’bah dan sekitarnya. Lalu muncullah Alloh Azza wa Jalla di hadapan mereka seraya berfirman : “wahai Malaikat-Ku, mintalah kepadaku sekehendak kalian.” Mereka menjawab : “wahai Tuhan kami, keinginan kami kepada-Mu adalah Engkau mengampuni orang yang berpuasa di bilan Rajab.” Alloh Azza wa Jalla berfirman : “Aku telah melakukannya.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “dan tidaklah seorang berpuasa pada hari Kamis, awal Kamis pada bulan Rajab, kemudian ia sholat diantara waktu isya’ hingga pagi yaitu pada malam Jum’at sebanyak dua belas rakaat…dst”

Keterangan :

Hadits ini maudhu’, silakan lihat penjelasannya di al-Maudhu’at (II/126), Tabyinul ‘Ajab hal. 25 dan al-Fawa`id al-Majmu’ah oleh asy Syaukani hal. 50 hadits no. 147.

Hadits Kesebelas :

عن على بن أبى طالب رضى الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” إن شهر رجب شهر عظيم، من صام منه يوما كتب الله له صوم ألف سنة، ومن صام يومين كتب الله له صيام ألفى سنة، ومن صام ثلاثة أيام كتب الله له صيام ثلاثة ألف سنة، ومن صام من رجب سبعة أيام أغلقت عنه أبواب جهنم، ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية يدخل من أيها شاء، ومن صام منه خمس عشرة يوما بدلت سيئاته حسنات ونادى مناد من السماء: قد غفر الله لك فاستأنف العمل، ومن زاد زاده الله عزوجل “.

Dari Ali bin Abi Tholib radhiyallohu anhu berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya bulan Rajab itu adalah bulan yang agung. Barangsiapa yang berpuasa padanya sehari saja Alloh mencatat baginya puasa seribu tahun, barangsiapa yang berpuasa dua hari Allah mencatat baginya puasa dua ribu tahun….”

Keterangan :

Ibnul Jauzi berkata, “Hadits ini tidak shohih berasal dari Rasulullah shallallohu alaihi wasallam”

Abu Hatim Ibnu Hibban berkata tentang salah seorang perowi hadits ini, Tidak boleh berhujjah dengan Harun karena dia meriwayatkan riwayat-riwayat mungkar yang banyak hingga orang yang mendengarkannya beranggapan di dalam hatinya bahwa Harun sengaja melakukannya”

Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini tidak diragukan lagi bahwa hadits palsu dan yang tertuduh (memalsukannya) adalah Ishaq bin Ibrahim Al Khuttali. Wallohu Ta’la A’lam wahuwa Waliyyut Taufiq.
Read More - Hadist - Hadist Dha'if dan Maudhu' Seputar Bulan Rajab

Abu Bakar Ash-Shiddiq (Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang Pertama)

Diposting oleh Yusuf shadiq


Nama dan Nasab Beliau Radhiallahu ‘Anhu
Nama Abu Bakar ash-Shiddiq yang sesungguhnya adalah Abdullah bin Abu Quhafah – Usman – bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, kakek yang keenam.
Dan ibunya adalah Ummu al-Khair binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah.
Dan pada masa jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq dijuluki Atiq, karena wajahnya yang cakep dan gagah (sebagaimana hal itu dikatakan oleh Ibnu Ma’in, al-Laits bin Sa’ad dan juga oleh putrinya Aisyah radhiallahu ‘anhum). Imam Thabari menyebutkan dari jalur Ibnu Luhai’ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah tiga orang, pertama Atiq (Abu Bakar), kedua Mu’taq dan ketiga Utaiq.
Mus’ab bin az-Zubair berkata, ‘Segenap ummah telah ijma’ tentang gelar yang diberikan kepada beliau radhiallahu ‘anhu dengan ‘Ash-Shiddiq’ adalah karena beliau selalu membenarkan apa yang diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam’.

Kelahiran dan Pertumbuhan Beliau
Beliau dilahirkan dua tahun beberapa bulan setelah lahirnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau tumbuh di kota Makkah, dan beliau tidak meninggalkan kota tempat tinggalnya kecuali untuk tujuan berdagang. Beliau adalah penghulu suku Quraisy, dan ahlu syura diantara mereka pada zaman jahiliyah.
Dan beliau juga terkenal sebagai orang yang meninggalkan khomr pada masa jahiliyah, ketika beliau ditanya :’Apaka engkau pernah meminum khomr dimasa jahiliyah ? beliau menjawab : A’udzubillah (aku berlindung kepada Allah), kemudian beliau ditanya lagi, ‘Kenapa?’ , beliau menjawab : aku menjaga dan memelihara muru’ahku (kehormatanku), apabila aku minum khomr maka hal itu akan menghilangkan kehormatan dan muru’ahku. (lihat : Tarikh al-Khulafa’, hal: 32)

Karakter Fisik dan Akhlak Beliau
Abu Bakar adalah orang yang bertubuh kurus, berkulit putih. ‘Aisyah menerangkan karakter bapaknya, “Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya (sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya), wajahnya selalu berkeringat, hitam warna matanya, berkening lebar, tidak bisa bersaja’ dan selalu mewarnai jenggotnya dengan innai maupun katam.”
Begitulah karakteristik fisik beliau. Adapun akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar, memiliki azimah (keinginan keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat bertawakal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah, semoga allah meridhainya. Akan diterangkan setelah ini hal-hal yang membuktikan sifat-sifat dan akhlaknya yang mulia ini.

Kisah Keislaman Beliau
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripada beliau, adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama kali masuk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingakn dengan keislaman selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu anhum.
Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal radhiyallahu anhu. Beliau selalu mengiringi Rosulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam selama di Makkah, bahkan dia lah yang mengiringi beliau ketika bersembunyi di dalam gua dalam perjalanan hijrah hingga sampai ke kota Madinah. Di samping itu beliau juga mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rosulullahu shalallahu ‘alaihi wa sallam baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.

Istri-Istri dan Anak-Anak Beliau
Abu Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad pada masa jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
Beliau juga menikah dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah.
Beliau juga menikah dengan Asma’ binti Umais bin ma’add bin Taim al-Khatts’amiyyah, dan sebelumnya Asma’ diperistri oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah bin Abu Bakar, dan kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
Beliau juga menikah dengan Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Zuhair dari Bani al-Haris bin al-Khazraj.
Abu Bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah dan kemudian mempersunting putrinya, dan beliau masih terus berdiam dengannya di suatu tempat yang disebut dengan as-Sunuh hingga Rasullullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan beliau kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alihi wa sallam. Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu Khultsum setelah wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Beberapa Keutamaan Beliau
Keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu sangat banyak sekali dan telah dimuat dalam kitab-kitab sunnah, kitab tarajim (biografi para tokoh), maupun kitab-kitab tarikh, namun disni akan dinukilkan sebagian apa yang telah di ringkas oleh Doktor Muhammad as-Sayyid al-Wakil dalam kitabnya “Jaulah Tarikhiyah fi ‘asri al-khulafa’ ar-Rasyidin”, dan beberapa kitab lainnya, diantaranya adalah :
*Para Ulama Ahlus Sunnah telah ijma’ bahwa manusia termulia setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab, kemudian utsman bin Affan, kemudian ‘Ali bin Abi Thalib, kemudian sepuluh orang sahabat yang di khabarkan masuk surga, kemudian seluruh sahabat yang mengikuti perang Badar (ahlu badar), kemudian para sahabat yang mengikuti perang Uhud, kemudian para sahabat yang mengikuti Ba’iat Ridwan (ahlu bai’at), kemudian sahabat-sahabat lainnya yang tidak termasuk sebelumnya.
* Imam al-Bukhari meriwayatka dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata, ‘Kami memilih orang-orang di masa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami memilih Abu Bakar kemudian Umar, kemudian Utsman’. Dan Imam Ath-Thabari menambahkan di kitabnya ‘Al-Kabir’ maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui hal itu dan berkata : “Tidaklah seorang nabi pun kecuali ia memiliki dua wazir (pendamping) dari penduduk langit dan dua wazir dari penduduk bumi, adapun pendampingku dari penduduk langit adalah malaikat Jibril dan Mika’il, sedangkan pendampingku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar”.
* Dan Abu Ya’la menluarkan dari ‘Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Jibril baru saja datang kepadaku, maka aku berkata : wahai Jibril khabarkan kepada saya tentang keutamaan Umar bin Khaththab, ia (Jibril) menjawab, ‘kalaulah aku berbicara tentang keutamaan Umar selama – lamanya Nabi Nuh tinggal bersama kaumnya – niscaya aku belum selesai dari membicarakan keutamaan Umar, dan sesungguhnya keutamaan-keutamaan yang dimiliki Umar hanyalah satu hasanah (kebaikan) dari kebaikan-kebaikan yang dimiliki Abu Bakar”.
* Beliau Adalah Sahabat Yang Menemani Rasulullahu ‘alaihi wa sallam di Gua ketika Hijrah. Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 40 yang artinya, “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua , diwaktu dia berkata kepada temannya, janganlah berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.”(at-Taubah: 40). ‘Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan , “Abu Bakarlah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.”
* Diriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib, ia berkata, “Suatu ketika Abu Bakar pernah membeli seekor tunggangan dari Azib dengan harga 10 dirham, maka Abu Bakar berkata kepada ‘Azib, Suruhlah anakmu si Barra agar mangantarkan hewan tersebut.” Maka ‘Azib berkata, “Tidak, hingga engkau menceritakan perjalananmu bersama Rosulullah ketka keluar dari Makkah sementara orang-orang musyrikin sibuk mencari-cari kalian.”
* Abu Bakar berkata, “Kami berangkat dari Makkah, berjalan sepanjang siang dan malam hingga datang waktu dhuhur, maka aku mencari-cari tempat bernaung agar kami dapat istirahat di bawahnya, ternyata aku melihat ada batu besar, maka segera kudatangi dan terlihat di situ ada naungannya, maka kubentangkan tikar untuk Nabi shalallahu ‘alihi wa sallam, kemudian aku katakan kepadanya,”Istirahatlah wahai Nabi Allah.” Maka beliaupun beristirahat, sementara aku memantau daerah sekitarku, apakah ada orang-orang yang mencari kami datang mengintai. Tiba-tiba aku melihat ada seorang penggembala kambing sedang mengiring kambingnya kebawah teduhan di bawah batu tersebut ingin berteduh seperti kami, maka aku bertanya padanya, ”Siapa tuanmu wahai budak?” Dia menjawab, “Budak milik si Fulan, seseorang dari suku Quraisy.” Dia menyebut nama tuannya dan aku mengenalnya kemudian kutanyakan, “Apakah kambingmu memiliki susu?” Dia menjawab , “Ya” lantas kukatakan, “Maukah engkau memeras untuk kami?” Dia menjawab, “Ya” Maka dia mengambil salah s`tu dari kambing-kambing tersebut, setelah itu kuperintahkan dia agar membersihkan susu kambing tersebut terlebih dahulu dari kotoran dan debu, maka dia menepuk kedua telapak tangannya dan dia mulai memeras susu, sementara aku telah mempersiapkan wadah yang di mulutnya dibalut kain menampung susu tersebut, maka segera kutuangkan susu yang telah diperas itu ke tempat tersebut dan kutunggu hingga bawahnya dingin, lalu kubawakan kehadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan ternyata beliau sudah bangun, segera kukatakan padanya, “Minumlah wahai Rasulullah.” Maka beliau mulai minum hingga kulihat beliau telah kenyang, setelah itu kukatakan padanya, “Bukankah kita akan segera kembali ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya!” akhirnya kami melanjutkan perjalanan sementara orang-orang musyrik terus menerus mencari kami, tidak satupun yang dapat menyusul kami kecuali Suraqah bin Malik bin Ju’syam yang mengendarai kudanya, maka kukatakan pada Rasulullah, “Orang ini telah berhasil mengejar kita wahai Rasulullah,” namun beliau menjawab, “Jangan khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita.”
Diriwayatkan dari Anas dari Abu Bakar radhiyallahu anhu beliau berkata, “Kukatakan kepada nabi shalallahu ‘alihi wa sallam ketika kami berada dalam gua, ‘Andai saja mereka (orang-orang musyrikin) melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat.’ Rasul menjawab, “Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga.”

Masa Kekhalifahan Beliau
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu` anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abt Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata : “tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata : “wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu*datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar : “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.

Wafat Beliau
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah) . Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Sumber :
Lihat : Tarikh al-Khulafa’, Jaulah Tarikhiyah fi ‘Asri al-Khulafa’ ar-Rasyidin karya DR. Muhammad as-Sayyid al-Wakil, Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir. – Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi. Dan lainnya
Read More - Abu Bakar Ash-Shiddiq (Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang Pertama)

Kisah Adzan Terakhir Bilal bin Rabah Radiyallahu Anhu

Diposting oleh Yusuf shadiq


Pada waktu dhuha di hari Senin 12 Rabi’ul Awal 11 H (hari wafatnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam) masuklah putri beliau Fathimah radhiyallahu anha ke dalam kamar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, lalu dia menangis saat masuk kamar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia menangis karena biasanya setiap kali dia masuk menemui Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berdiri dan menciumnya di antara kedua matanya, akan tetapi sekarang beliau tidak mampu berdiri untuknya. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepadanya: ”Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu di telinganya, maka dia pun menangis. Kemudian beliau bersabda lagi untuk kedua kalinya:” Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu sekali lagi, maka diapun tertawa.
Maka setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, mereka bertanya kepada Fathimah : “Apa yg telah dibisikkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadamu sehingga engkau menangis, dan apa pula yang beliau bisikkan hingga engkau tertawa?” Fathimah berkata: ”Pertama kalinya beliau berkata kepadaku: ”Wahai Fathimah, aku akan meninggal malam ini.” Maka akupun menangis. Maka saat beliau mendapati tangisanku beliau kembali berkata kepadaku:” Engkau wahai Fathimah, adalah keluargaku yg pertama kali akan bertemu denganku.” Maka akupun tertawa.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil Hasan dan Husain, beliau mencium keduanya dan berwasiat kebaikan kepada keduanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil semua istrinya, menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau berwasiat kepada seluruh manusia yang hadir agar menjaga shalat. Beliau mengulang-ulang wasiat itu.
Lalu rasa sakitpun terasa semakin berat, maka beliau bersabda:” Keluarkanlah siapa saja dari rumahku.” Beliau bersabda:” Mendekatlah kepadaku wahai ‘Aisyah!” Beliaupun tidur di dada istri beliau ‘Aisyah radhiyallahu anha. ‘Aisyah berkata:” Beliau mengangkat tangan beliau seraya bersabda:” Bahkan Ar-Rafiqul A’la bahkan Ar-Rafiqul A’la.” Maka diketahuilah bahwa disela-sela ucapan beliau, beliau disuruh memilih diantara kehidupan dunia atau Ar-Rafiqul A’la.
Masuklah malaikat Jibril alaihis salam menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam seraya berkata:” Malaikat maut ada di pintu, meminta izin untuk menemuimu, dan dia tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu.” Maka beliau berkata kepadanya:” Izinkan untuknya wahai Jibril.” Masuklah malaikat Maut seraya berkata:” Assalamu’alaika wahai Rasulullah. Allah telah mengutusku untuk memberikan pilihan kepadamu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di Akhirat.” Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:” Bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la (Teman yang tertinggi), bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la, bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu :para nabi, para shiddiqiin, orang-orang yg mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah rafiq (teman) yang sebaik-baiknya.”

‘Aisyah menuturkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, ketika beliau bersandar pada dadanya, dan dia mendengarkan beliau secara seksama, beliau berdo’a:
“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku dan susulkan aku pada ar-rafiq al-a’la. Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la, Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la.” Berdirilah malaikat Maut disisi kepala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam- sebagaimana dia berdiri di sisi kepala salah seorang diantara kita- dan berkata:” Wahai roh yang bagus, roh Muhammad ibn Abdillah, keluarlah menuju keridhaan Allah, dan menuju Rabb yang ridha dan tidak murka.”

Sayyidah ‘Aisyah berkata:”Maka jatuhlah tangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.” Dia berkata:”Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tidak ada yang kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yang disana ada para sahabat, dan kukatakan:” Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.” Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu terduduk karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan radhiyallahu anhu seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri. Adapun Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu berkata:” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa alaihis salam pergi untuk menemui Rabb-Nya.” Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar radhiyallahu anhu, dia masuk kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, memeluk beliau dan berkata:”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata : ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”

Keluarlah Abu Bakar menemui manusia dan berkata:” Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.” Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”
Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmat Allah orang yang paling mulia, orang yg paling kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari. semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi kiat tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Langit Madinah kala itu mendung. Bukan mendung biasa, tetapi mendung yang kental dengan kesuraman dan kesedihan. Seluruh manusia bersedih, burung-burung enggan berkicau, daun dan mayang kurma enggan melambai, angin enggan berhembus, bahkan matahari enggan nampak. Seakan-akan seluruh alam menangis, kehilangan sosok manusia yang diutus sebagai rahmat sekalian alam. Di salah satu sudut Masjid Nabawi, sesosok pria yang legam kulitnya menangis tanpa bisa menahan tangisnya.
Waktu shalat telah tiba.
Bilal bin Rabah, pria legam itu, beranjak menunaikan tugasnya yang biasa: mengumandangkan adzan.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”
Suara beningnya yang indah nan lantang terdengar di seantero Madinah. Penduduk Madinah beranjak menuju masjid. Masih dalam kesedihan, sadar bahwa pria yang selama ini mengimami mereka tak akan pernah muncul lagi dari biliknya di sisi masjid.
“Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha ilallah….”
Suara bening itu kini bergetar. Penduduk Madinah bertanya-tanya, ada apa gerangan. Jamaah yang sudah berkumpul di masjid melihat tangan pria legam itu bergetar tak beraturan.
“Asy…hadu.. an..na.. M..Mu..mu..hammmad…”
Suara bening itu tak lagi terdengar jelas. Kini tak hanya tangan Bilal yang bergetar hebat, seluruh tubuhnya gemetar tak beraturan, seakan-akan ia tak sanggup berdiri dan bisa roboh kapanpun juga. Wajahnya sembab. Air matanya mengalir deras, tidak terkontrol. Air matanya membasahi seluruh kelopak, pipi, dagu, hingga jenggot. Tanah tempat ia berdiri kini dipenuhi oleh bercak-bercak bekas air matanya yang jatuh ke bumi. Seperti tanah yang habis di siram rintik-rintik air hujan.
Ia mencoba mengulang kalimat adzannya yang terputus. Salah satu kalimat dari dua kalimat syahadat. Kalimat persaksian bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul ALLAH.
“Asy…ha..du. .annna…”
Kali ini ia tak bisa meneruskan lebih jauh.
Tubuhnya mulai limbung.
Sahabat yang tanggap menghampirinya, memeluknya dan meneruskan adzan yang terpotong.
Saat itu tak hanya Bilal yang menangis, tapi seluruh jamaah yang berkumpul di Masjid Nabawi, bahkan yang tidak berada di masjid ikut menangis. Mereka semua merasakan kepedihan ditinggal Kekasih ALLAH untuk selama-lamanya. Semua menangis, tapi tidak seperti Bilal.
Tangis Bilal lebih deras dari semua penduduk Madinah. Tak ada yang tahu persis kenapa Bilal seperti itu, tapi Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu tahu.
Ia pun membebastugaskan Bilal dari tugas mengumandangkan adzan. Saat mengumandangkan adzan, tiba-tiba kenangannya bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkelabat tanpa ia bisa membendungnya. Ia teringat bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memuliakannya di saat ia selalu terhina, hanya karena ia budak dari Afrika. Ia teringat bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjodohkannya. Saat itu Rasulullah meyakinkan keluarga mempelai wanita dengan berkata, “Bilal adalah pasangan dari surga, nikahkanlah saudari perempuanmu dengannya”.
Pria legam itu terenyuh mendengar sanjungan Sang Nabi akan dirinya, seorang pria berkulit hitam, tidak tampan, dan mantan budak.
Kenangan-kenangan akan sikap Rasul yang begitu lembut pada dirinya berkejar-kejaran saat ia mengumandangkan adzan. Ingatan akan sabda Rasul, “Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” lalu ia pun beranjak adzan, muncul begitu saja tanpa ia bisa dibendung.
Kini tak ada lagi suara lembut yang meminta istirahat dengan shalat. Bilal pun teringat bahwa ia biasanya pergi menuju bilik Nabi yang berdampingan dengan Masjid Nabawi setiap mendekati waktu shalat. Di depan pintu bilik Rasul, Bilal berkata, “Saatnya untuk shalat, saatnya untuk meraih kemenangan. Wahai Rasulullah, saatnya untuk shalat.”
Kini tak ada lagi pria mulia di balik bilik itu yang akan keluar dengan wajah yang ramah dan penuh rasa terima kasih karena sudah diingatkan akan waktu shalat. Bilal teringat, saat shalat ‘Ied dan shalat Istisqa’ ia selalu berjalan di depan. Rasulullah dengan tombak di tangan menuju tempat diselenggarakan shalat. Salah satu dari tiga tombak pemberian Raja Habasyah kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Satu diberikan Rasul kepada Umar bin Khattab, satu untuk dirinya sendiri, dan satu ia berikan kepada Bilal. Kini hanya tombak itu saja yang masih ada, tanpa diiringi pria mulia yang memberikannya tombak tersebut. Hati Bilal makin perih. Seluruh kenangan itu bertumpuk-tumpuk, membuncah bercampur dengan rasa rindu dan cinta yang sangat pada diri Bilal. Bilal sudah tidak tahan lagi. Ia tidak sanggup lagi untuk mengumandangkan adzan.
Abu Bakar tahu akan perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandankan adzan lagi, beliau mengizinkannya. Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar kembali mengizinkan. Bagi Bilal, setiap sudut kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan semakin membuat dirinya merana karena rindu. Ia memutuskan meninggalkan kota itu. Ia pergi ke Damaskus bergabung dengan mujahidin di sana. Madinah semakin berduka. Setelah ditinggal al-Musthafa, kini mereka ditinggal pria legam mantan budak tetapi memiliki hati secemerlang cermin.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Radhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Jazirah Arab kembali berduka. Kini sahabat terdekat Muhammad shalallahu alaihi wasallam, khalifah pertama, menyusulnya ke pangkuan Ilahi. Pria yang bergelar Al-Furqan menjadi penggantinya. Umat Muslim menaruh harapan yang besar kepadanya. Umar bin Khattab berangkat ke Damaskus, Syria. Tujuannya hanya satu, menemui Bilal dan membujuknya untuk mengumandangkan adzan kembali. Setelah dua tahun yang melelahkan; berperang melawan pembangkang zakat, berperang dengan mereka yang mengaku Nabi, dan berupaya menjaga keutuhan umat; Umar berupaya menyatukan umat dan menyemangati mereka yang mulai lelah akan pertikaian. Umar berupaya mengumpulkan semua muslim ke masjid untuk bersama-sama merengkuh kekuatan dari Yang Maha Kuat. Sekaligus kembali menguatkan cinta mereka kepada Rasul-Nya.
Umar membujuk Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah. Ia kembali membujuk dan membujuk.
“Hanya sekali”, bujuk Umar. “Ini semua untuk umat. Umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil Muhammad saat sakaratul mautnya. Begitu besar cintamu kepada Muhammad, maka tidakkah engkau cinta pada umat yang dicintai Muhammad?” Bilal tersentuh. Ia menyetujui untuk kembali mengumandangkan adzan. Hanya sekali, saat waktu Subuh..
Hari saat Bilal akan mengumandangkan adzan pun tiba.
Berita tersebut sudah tersiar ke seantero negeri. Ratusan hingga ribuan kaum muslimin memadati masjid demi mendengar kembali suara bening yang legendaris itu.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”
“Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha illallah…”
“Asyhadu anna Muhammadarrasulullah…”

Sampai di sini Bilal berhasil menguatkan dirinya. Kumandang adzan kali itu beresonansi dengan kerinduan Bilal akan Sang Rasul, menghasilkan senandung yang indah lebih indah dari karya maestro komposer ternama masa modern mana pun jua. Kumandang adzan itu begitu menyentuh hati, merasuk ke dalam jiwa, dan membetot urat kerinduan akan Sang Rasul. Seluruh yang hadir dan mendengarnya menangis secara spontan.
“Asyhadu anna Muhammadarrasulullah…”
Kini getaran resonansinya semakin kuat. Menghanyutkan Bilal dan para jamaah di kolam rindu yang tak berujung. Tangis rindu semakin menjadi-jadi. Bumi Arab kala itu kembali basah akan air mata.
“Hayya ‘alash-shalah, hayya ‘alash-shalah…”
Tak ada yang tak mendengar seruan itu kecuali ia berangkat menuju masjid.
“Hayya `alal-falah, hayya `alal-falah…”
Seruan akan kebangkitan dan harapan berkumandang. Optimisme dan harapan kaum muslimin meningkat dan membuncah.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”
Allah-lah yang Maha Besar, Maha Perkasa dan Maha Berkehendak. Masihkah kau takut kepada selain-Nya? Masihkah kau berani menenetang perintah-Nya?
“La ilaha illallah…”
Tiada tuhan selain ALLAH. Jika engkau menuhankan Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat. ALLAH Maha Hidup dan tak akan pernah mati.




Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muadzin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.
Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.
Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Sementara itu, Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih :
Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti
Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil
Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah
Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi.
Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muadzin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan adzan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alash sholaati hayya ‘alal falaahi…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.
Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muadzin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat adzan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat adzan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”.
Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal menjadi muadzin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”

Tahun 20 Hijriah. Bilal terbaring lemah di tempat tidurnya. Usianya saat itu 70 tahun. Sang istri di sampingnya tak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis, menangis dan menangis. Sadar bahwa sang suami tercinta akan segera menemui Rabbnya. “Jangan menangis,” katanya kepada istri. “Sebentar lagi aku akan menemui Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan sahabat-sahabatku yang lain. Jika ALLAH mengizinkan, aku akan bertemu kembali dengan mereka esok hari.” Esoknya ia benar-benar sudah dipanggil ke hadapan Rabbnya. Pria yang suara langkah terompahnya terdengar sampai surga saat ia masih hidup, berada dalam kebahagiaan yang sangat. Ia bisa kembali bertemu dengan sosok yang selama ini ia rindukan. Ia bisa kembali menemani Rasulullah, seperti sebelumnya saat masih di dunia.
Read More - Kisah Adzan Terakhir Bilal bin Rabah Radiyallahu Anhu

Kamis, 24 Mei 2012

Waspada Pembajakan Opini Publik oleh Yahudi

Diposting oleh Yusuf shadiq


Kita harus memaksa pemerintah-pemerintah non-Yahudi untuk mengambil langkah-langkah sesuai dengan rencana-rencana kita yang mulai mendekati keberhasilan, dengan membidikkan tekanan terhadap opini publik yang diorganisir secara rahasia oleh kita dengan bantuan “kekuatan besar” pers. Dengan bebearapa pengecualian yang tidak berarti, keberhasilan itu sudah ada ditangan kita (Protokol VII, The International Jew)



Kutipan diatas saya ambil dari terjemahan buku karya Henry Ford (salah satu tokoh terpenting sejarah Amerika modern) yang berjudul “The International Jew, membongkar Makar Zionisme internasional”. Dalam buku tersebut kita akan mengetahui betapa dunia saat ini benar-benar dalam kendali Yahudi. Baik dari segi ideologi, media, fashion, bahkan revolusi-revolusi yang terjadi. Yahudi menciptakan dua ideologi yang “seakan-akan” bertentangan, yaitu sosialisme dan kapitalisme. Mereka membuat itu agar jika dukungan publik mengarah pada kapitalisme maka Yahudi bisa menguasai, dan jika dukungan publik mengarah pada sosialisme maka yahudi tetap menguasai.



Dalam mencapai tujuannya, Yahudi akan menggunakan segala cara. Termasuk menjatuhkan mitranya. Sebab bagi mereka, selain Yahudi adalah binatang. Ketika sudah tidak berguna lagi, maka mitranya tersebut akan dibuang dan digantikan dengan mitranya yang baru. Kita lihat saja pergantian-pergantian kekuasaan di dunia. Penguasa-penguasa yang sangat didukung oleh negara-negara barat , tiba-tiba ketika opini publik mengarah pada penjatuhan kekuasaan tersebut, Yahudi datang bak pahlawan yang membebaskan rakyat dari penguasa tiran tersebut. Lalu ketika terjadi pergantian kekuasaan, penguasanya akan tetap antek Yahudi, meski dengan cara memimpin yang berbeda. Lihat saja kasus, Irak, Tunisia, Mesir, Libya, bahkan negri kita sendiri Indonesia.



Yahudi menguasai media, yang mana media tersebut diharapkan oleh mereka dapat memegang kendali atas opini publik. Dengan segala cara media antek Yahudi akan menyiarkan ajaran-ajaran kufur seperti liberalisme, pluralisme, demokrasi, hak asasi manusia (HAM), sekulerisme, kapitalisme, sosialisme, dll. Sehingga opini publik yang terbentuk akan mendukung paham-paham kufur tersebut. Jangan terkecoh oleh media-media antek Yahudi yang seolah-olah saling bertentangan atau bertentangan dengan penguasa dan pro pada rakyat.



Mereka semuanya sama saja, kita dapat mengenali ciri-cirinya dengan melihat apakah media tersebut menyebarkan paham-paham kufur atau tidak. Jika media tersebut dalam opininya mendukung paham-paham kufur tersebut maka dapat dipastikan media itu adalah antek Yahudi dan bekerja untuk kepentingan Yahudi. Yang sering membuat kaum muda terkecoh adalah ketika tidak suka dengan pemerintah, maka merek` menyukai media-media yang menyerang pemerintah. padahal solusi yang ditawarkan media tersebut tidak akan lepas dari paham-paham kufur diatas. Sehingga jika terjadi kekuasaan, maka yang berkuasa lagi-lagi tetap antek Yahudi.



Dalam perkembangannya, Yahudi tidak segan-segan untuk membajak revolusi yang terjadi. Media mereka akan mengangkat berita tentang tuntutan revolusi dari rakyat, seolah-olah rakyat menuntut diterapkannya demokrasi, HAM, liberalisme, dll. Media Yahudi mengangkat seolah-olah rakyat membutuhkan paham-paham sesat itu untuk memenuhi tuntutan rakxat. Tuntutan-tuntutan pada Islam akan mereka bendung dan tidak akan diberitakan, hal ini selain berfungsi untuk membohongi masyarakat dunia, juga berfungsi untuk mengarahkan tuntutan revolusi. Sehingga opini rakyat yang sedang ingin revolusi tersebut dapat dikendalikan mereka, dan jika terjadi pergantian kekuasaan maka yang berkuasa lagi-lagi teap antek Yahudi.



Bagaimana jika media mereka gagal, dan rakyat tetap menuntut perubahan pada islam? Maka yang mereka lakukan adalah memunculkan tokoh-tokoh , golongan-golongan, partai-partai yang kelihatannya “Islam” namun tetap memakai paham-paham kufur tersebut. Sangat mudah mengenali mereka, jika seorang tokoh dari partai islam atau kelompok islam berbicara dengan paham-paham kufur seperti demokrasi dan HAM maka tandailah orang tersebut bahwa mereka adalah antek Yahudi.



Kaum muslimin tidak boleh tertipu dengan kelompok-kelompok “Islam” yang menyerukan paham-paham kufur, yang pada kenyataannya tidak akan menggring kaum muslimin menuju kebangkitan dan persatuan. Tetapi malah menggiring kaum muslimin untuk hidup dengan aturan selain aturan Allah. Maka penanaman aqidah yang kuat pada kaum muslimin adalah kunci dari membendung pengaruh Yahudi dan antek-anteknya. Sehingga ketika Yahudi memunculkan tokoh, partai, atau kelompok yang seolah-olah “Islam”, kaum muslimin tidak lagi tertipu oleh mereka.



Saat ini opini publik kaum muslimin sudah mulai menuju pada satu solusi yaitu bersatunya negri-negri kaum muslimin menjadi satu negara islam, yaitu khilafah islamiyyah. Maka kita lihat, apakah Yahudi juga akan berupaya untuk membajak opini publik dengan memunculkan tokoh, partai, kelompok yang menarik simpati kaum muslimin dengan juga meneriakkan slogan-slogan khilafah. ya! Bisa jadi jika Yahudi gagal dalam mencegah opini publik dalam derasnya dukungan terhadap khilafah islamiyyah, akan juga menyuruh antek-anteknya untuk*mendukung khilafah islamiyyah. Dan ketika khilafah berdiri, harapannya khalifahnya pun antek yahudi. Ya bisa jadi, kan?!






Namun jika kaum muslimin mau jeli dan tidak mau terjebak pada lubang-lubang Yahudi. Maka mau tidak mau, kaum muslimin harus melek politik, mereka harus mengetahui track record tokoh, partai, ataupun kelompok tersebut. Sudah selayaknya kaum muslimin mem-black list atau tidak percaya terhadap tokoh, partai atau kelompok tersebut jika pada masa sebelumnya mereka menyerukan paham-paham kufur seperti demokrasi dan HAM namun ketika dukungan publik meningkat pada khilafah islamiyyah mereka berpindah haluan.



Maka selayaknya kaum muslimin hanya memberikan dukungannya pada partai atau kelompok islam yang memang sejak awal memiliki agenda penegakan khilafah islamiyyah dan tidak bergeser sedikitpun dalam misi ini. Juga memastikan partai atau kelompok yang didukung tidak pernah menyerukan paham-paham kufur dan konsisten terhadap idelologi islam saja. Sehingga ketika khilafah berdiri (insya Allah sebentar lagi) khalifah yang terpilih bukan antek Yahudi, dan justru akan menghapus masa kejayaan Yahudi dan menggantikannnya dengan peradaban Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, baik timur maupun barat. Wallahua’lam.



Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa. (QS. al-An’aam: 153)
Read More - Waspada Pembajakan Opini Publik oleh Yahudi

Selasa, 22 Mei 2012

KUMPULAN KITAB - KITAB ( download )

Diposting oleh Yusuf shadiq


Download Kitab-kitab Tafsir
Tafsir Muharrarul Wajiz, Ibnu ‘Athiyyah

Tafsir Ibnu Katsir (pilih PDF)
Al Jami’ Li-ahkamil Qur’an oleh Al Qurtubi (pilih PDF)
Tafsir Mafatihul Ghoib oleh Fakhruddin Ar Razi
Tafsir Bahrul Muhiith oleh Abu Hayan Al Andalusi
Ahkamul Qur’an oleh Al Jashshash
Ma’aalimut Tanzil, Oleh Al Baghowi
Ahkamul Qur’an oleh Ibnu ‘Arobi
Tafsir Fathul Qodir oleh Asy Syaukaniy
Al Kasysyaaf oleh Az Zamakhsyari
Ad Daarul Mantsur oleh As Suyuthi
Tafsir Jalalain, Al Mahali dan As Suyuthi
Kitab-kitab Islam
Read More - KUMPULAN KITAB - KITAB ( download )