Sungguh mengherankan bila ada orang yang tidak memihak kepada salah satu golongan manapun. Bukankah bersendiri pun dilandaskan oleh pemahaman tertentu? Bukankah mereka yang bersendiri minimal telah melalui proses tanya jawab atas realitas pemahaman yang beredar? Yaitu beredarnya pemahaman yang beraneka ragam terhadap Islam. Lalu kecenderungan setiap golongan mengklaim bahwa pemahamannyalah yang paling benar. Akhirnya, sebagian orang ‘bingung’ tetapi tidak mencari jawaban tuntas atas kebingungannya tersebut melainkan hanya sekadar mengikuti arus pemikiran global terhadap perbedaan pendapat, atau terjebak oleh isu kebenaran umum pada bidang kajian tertentu (misalnya fikih) tanpa mampu membedakannya dengan masalah akidah dan manhaj (konsep dasar Islam). Disinilah masalahnya; menyandingkan setiap pemahaman tentang Islam tanpa menelusuri akidah dan manhaj yang dianut oleh tiap-tiap golongan tersebut. Bukankah kita khawatir terhadap akidah syi`ah atau pun manhaj selain Ahlus sunnah wal jama`ah apabila dianggap benar oleh kebanyakan orang tanpa mengetahui penyimpangan mereka?
Oleh karena itu, inilah salah satu alasan penting untuk memihak dan menganut golongan Ahlus Sunnah Wal Jama`ah. Karena inilah salah satunya golongan yang mendapat rekomendasi keselamatan dari Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Terlebih lagi apabila kita mengetahui sejarah kelahiran berbagai golongan menyimpang, argumen kebenaran yang dimiliki Ahlus Sunnah Wal Jama`ah tidaklah mungkin ditandingi oleh golongan-golongan lain yang sekedar mengandalkan logika kebebasan (termasuk kebebasan menafsirkan Islam).
Disinilah Ahlus Sunnah Wal Jama`ah merupakan suatu pilihan hakiki (karena berasal dari Allah SWT), meskipun “legalitas” lainnya senantiasa berupaya menandinginya. Namun jangan heran, inilah pertarungan yang hanya akan berakhir di penghujung kehidupan dunia kelak.
Dalam hal ini, keberpihakan terhadap Ahlus Sunnah Wal Jama`ah semestinya menjadi pilihan yang tidak terusik dengan berbagai syubhat fanatisme. Tidak ada yang mampu menyaingi keberpihakan terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya SAW.
Baiklah saudaraku se-Islam, berikut ini kami sajikan perihal Ahlus Sunnah Wal Jama`ah sebagai satu-satunya golongan yang wajib ditempuh oleh setiap muslim.
Sebelumnya, suatu istilah yang juga dikenal untuk menunjukkan Ahlus Sunnah Wal Jama`ah adalah Firqotunnajiyah, yakni ‘golongan yang selamat’. Maksudnya adalah golongan yang tidak memasuki neraka sebelum memasuki surga. Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah SAW dalah hadistnya-hadistnya. Dalam hadist-hadist tersebut telah dijelaskan sifat-sifat global dari golongan tersebut diantaranya: “Mereka mengikuti jejakku dan para sahabatku.” Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah “mereka yang mengikuti ajaran-ajaranku dan para sahabatku dalam memahami dan melaksanakan Islam (dengan kata lain mengikuti sunnah)”
Ahlus Sunnah Wal Jama`ah
Ahlus Sunnah Wal Jama`ah adalah golongan nama dari firqotunnajiyah (golongan yang selamat). Karena itu arti nama Ahlus Sunnah Wal Jama`ah pun sama dengan definisi firqotunnajiyah, yaitu mereka yang mengikuti jejak dan ajaran-ajaran Rasulullah SAW serta para sahabatnya dalam memahami dan menerapkan Islam.
Ahlus Sunnah Wal Jama`ah juga sangat berpegang pada manhaj para imam dari tiga generasi setelah Rasulullah SAW, sehingga ilmu dan pengarahan-pengarahan mereka sebagai generasi terbaik dalam sejarah dunia sangat dibutuhkan dalam meniti jejak Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Sedangkan sebaliknya – ahlul bid`ah – adalah mereka yang berpegang kepada satu atau leih dari prinsip-prinsip bid`ah, baik dalam sumber agama atau metode pemahamannya itu sendiri, atau orang-orang yang berlumuran bid`ah dalam kehidupan keagamaan sehari-harinya, walau tidak mengerti sedikit pun tentang prinsip-prinsip bid`ah.
Dari sini kita dapat memahami bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama`ah adalah seluruh kaum muslimin yang bukan ahlul bid`ah, walaupun kejahilannya cukup berat,
Ahlus Sunnah adalah golongan inti (utama) dan mayoritas dari kaum muslimin, dan bukannlah suatu organisasi tertentu.
Jadi, pemahaman bahwa NU (Nahdatul Ulama) adalah Ahlus Sunnah sedangkan Muhammadiyah atau Persis , atau lainnya bukan Ahlus Sunnah adalah pemahaman yang salah lagi keliru. Setiap organisasi harus diukur berdasarkan manhajnya, apakah manhaj ittiba` atau bukan? Demikian juga personal-personalnya, masing-masing diukur berdasarkan manhaj keagamaannya.
Kalau ada organisasi yang ternyata mengandung manhaj bid`ah, seperti mentabani (mengadopsi/menerima) tarekat-tarekat bid`ah, maka belum tentu seluruh personalnya sebagai ahlul bid`ah. Walaupun organisasi tersebut dikategorikan sebagai organisasi bid`ah sekalipun. Tetapi dalam banyak kasus, kita dapati hanya segelintir pemimpinnya saja yang ahlul bid`ah, sedangkan mayoritas anggotanya masih ahlus Sunnah, meskipun kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang jahil (bodoh).
Arti kata ‘Sunnah’ dan ‘Jama’ah’
1. Sunnah
Sunnah memiliki beberapa arti. Makna “kata” dari sunnah adaah jalan atau cara. Dan salah satu istilah sunnah adalah :
“Amal perbuatan yang bila dikerjakan, maka pelakunya akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.”
Dalam konteks ini yang dimaksud sunnah adalah “jalan, serta cara dan substansi dari pemahaman dan penerapan Rasulullah SAW tentang Islam.”
2. Jama’ah
Jama`ah dalam bahasa `Arab bisa berarti kaum yang bersatu, yaitu berdiri dalam satu landasan, dan juga bisa beerarti persatuan itu sendiri.
Dalam konteks ini yang dimaksud jama`ah adalah “jama`ah para sahabat dan orang-orang yang mengiktui mereka, dan juga kebersatuan mereka (di atas kebenaran).”
Nama Umat ini
Umat ini dinamakan ‘muslimun’ dan personalnya bernama ‘muslim’. Ini adalah nama satu-satunya untuk umat ini dalam menggambarkan kepribadian mereka secara syar`i dan untuk membedakan umat ini dengan umat-umat kafir.
Allah SWT telah langsung menamakan umat ini dengan nama tersebut.
“Dia (Allah) telah menamai kalian kalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al quran) ini…..” (Q.S. al-Hajj:78)
Kita tidak mempunyai mandat untuk menyandang nama lain guna “menggantikan” nama ini.
Asal-usul nama Ahlus Sunnah wal Jama`ah
Munculnya kedua kalimat Sunnah dan Jamaah dalam hadist-hadist Rasulullah SAW tentang keselamatan, dipahami oleh para sahabat bahwa keduanya (Sunnah dan Jamaah) adalah pilar-pilar keselamatan.
Di antara hadist-hadist tersebut misalnya :
“Ikutilah sunnahku dan sunnah kulafaurrisyidin sepeninggalku…” (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
“Barang siapa yang membenci sunnahku, maka dia bukanlah dari golonganku!” (H.R. Bukhari).
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua hal, dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamaya, yaitu kitablullah dan sunnahku…..” (HR. Hakim)
“Barang siapa yang meninggalkan jama`ah dan memberontak dari taatan lalu mati, maka cara matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim).
“Berpegang teguhlah kalian kepada jama`ah, karena sesungguhnya tangan Allah di atas jama`ah” (H.R. Tirmidzi).
“Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam neraka dan satu golongan di dalam surge, yaitu al Jama`ah” (H.R. Ahmad dan lainnya).
“Ikutilah jama`ah dan jangan berpecah belah! Sesungguhnya sera bersama yang sendirian dan dia lebih jauh dari orang yang berdua!” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)
Ketika terjadi perpecahan pada awal perjalanan umat ini, terlihat jelas bahwa pembelotan terjadi karena para pembelot melepaskan tali ‘sunnah’ dan ‘jamaah’.
Karena para pembelot “belum bisa” dikeluarkan dari nama Islam atau muslimun, maka salafussoleh telah berijtihad dengan menamakan golongan yang mengikuti Islam yang murni dengan nama “Ahlus Sunnah wal Jamaah” sering disingkat dengan ‘Ahlus Sunnah’ saja, dan golongan pembelot dinamakan ‘ahlul bid`ah’.
0 komentar:
Posting Komentar