Abu Khaulah Zainal Abidin
(لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ
مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ * وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ
لا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَناً أَلّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
* إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ وَهُمْ أَغْنِيَاءُ رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ
فَهُمْ لا يَعْلَمُونَ) (التوبة : 93 -91)
(Artinya: Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang- orang yang sakit, dan orang-orang yang tidak memiliki apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada ALLAH dan Rasul-NYA. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik, dan ALLAH Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepada mu -supaya kamu memberi mereka kendaraan- lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa mu.” lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orangorang yang meminta izin kepada mu, padahal mereka itu orang-orang kaya Mereka rela tinggal bersama orang-orang yang tidak ikut berperang, dan ALLAH telah mengunci mati hati mereka, Maka mereka tidak mengetahui [akibat perbuatannya].) (At-Taubah:91-93)Sesungguhnya -di dalam menyambut seruan-Mu, ya ALLAH manusia terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama, mereka yang menyambutnya seruan-Mu serta berupaya dengan segala kemampuan yang dimiliki. Golongan ke-dua, mereka yang menyambut seruan-Mu namun tak memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Golongan ke-tiga, mereka yang tidak menyambut seruan-Mu sedangkan mereka mampu untuk melaksanakannya.
Engkau memuji golongan pertama, memberikan udzur/permaafan bagi golongan ke-dua, dan mencela golongan ke-tiga. Tentu saja aku berharap menjadi golongan pertama, bukan yang ke-tiga. Namun harus kuakui, tak semua seruan atau perintah-Mu sanggup aku laksanakan. Maka, mungkinkah karena itu Engkau memasukkan aku ke dalam golongan ke-dua? Mungkinkah itu ? Tentu saja jawaban-Mu adalah:
إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ
(Artinya: …asalkan tulus/ikhlas kepada ALLAH dan Rasul-Nya…)
Namun, bukankah tulus kepada Mu itu artinya:Aku harus beriman kepada Mu dengan keimanan yang benar, yakni keimanan yang tidak disertai keraguan, keraguan atas janji-janji dan acaman-Mu. Ya, aku harus yakin bahwa ALLAH tak pernah menyalahi janji-Nya. Keimanan yang benar adalah juga keimanan yang dibuktikan dengan berjihad di jalan-Mu dengan harta dan jiwa, sebagaimana firman-Mu:
(إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ) (الحجرات:15)
(Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang orang yang percaya (beriman) kepada ALLAH dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka di jalan ALLAH. Mereka lah orang-orang yang benar.) (Al Hujarat:15)Juga aku harus beriman kepada Mu dengan keimanan yang benar akan Kekuasaan-Mu. Aku harus yakin, sungguh Kau lah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam semesta ini, tak ada yang menyekutui dan menandingi Mu di dalam perkara ini. Dan tentang Hak-Mu untuk diibadahi, aku harus yakin, sungguh Kau lah satu-satunya yang layak diibadahi, di dalam segala macam dan bentuknya. Tak boleh ada yang lebih aku takuti atau cintai selain Engkau. Begitu pula akan nama-nama dan sifat-sifat-Mu. Aku harus yakin, sungguh Engkau memiliki nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang mulia, yang tak mungkin disejajarkan dan diserupakan dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluq-Mu. Karenanya, aku pun tak boleh memanggil Mu dengan nama atau sebutan selain dari yang telah Kau tetapkan sendiri. Dan juga aku tak boleh menetapkan sifat-Mu selain dengan sifat-sifat yang telah Kau tetapkan sendiri bagi Mu
Sudahkah aku …?.
Bukankah tulus kepada Mu itu juga artinya:
Aku harus membenarkan apa saja yang Engkau kabarkan di dalam Kitab-Mu dan yang disampaikan melalui lisan Rasul-Mu Shallallahu alaihi wa sallam. Ketulusanku kepada Mu, jika memang benar, seharusnya telah menutup celah-celah tempat masuknya keraguan serta pendustaan terhadap segala perkara ghaib yang Engkau kabarkan. Termasuk terhadap segala yang telah menjadi ketetapan-Mu
Sudahkah aku…?
Bukankah tulus kepada Mu itu juga artinya:
Aku harus mengikhlaskan seluruh ibadahku bagi Mu, di dalam rangka mencari keridho’an-Mu, dan mengharapkan pahala-Mu. Tak boleh sedikitpun terlintas maksud-maksud selain dari itu, yang bukan saja membuat ibadah ku tak Engkau terima, bahkan diriku terancam gagal untuk berjumpa dengan Mu dalam keadaan Engkau ridho kepada Ku.
( فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً) (الكهف: 110)
(:Artinya Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan rabb-nya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan tidak mempersekutukan rabb-nya – di dalam ibadahnya- dengan sesuatu apapun.) (Al Kahfi:110)Sudahkah aku…?
Bukankah tulus kepada Mu itu juga artinya:
Aku harus mencintai apa yang Engkau cintai dan membenci apa yang Engkau benci. Aku harus mencintai kebaikan dan pelakunya, mencintai orang-orang yang bertaubat, mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya, mencintai orang-orang yang bertaqwa, mencintai orang-orang yang bersabar, mencintai orang-orang bertawakal kepada Mu, mencintai orang-orang yang berbuat adil, mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Mu dalam barisan yang teratur, mencintai orang-orang mengikuti Sunnah Nabi-Mu Shallallahu alaihi wa sallam. Ya, mereka itu semua orang-orang yang Engkau cintai, sebagaimana Engkau ungkapkan di dalam Kitab-Mu.
Tak boleh sedikitpun aku membenci kebaikan serta siapa saja yang melakukan kebaikan atau perbaikan. Tak boleh sedikitpun aku membenci orang-orang yang telah bertaubat atau menghalang-halangi jalannya untuk bertaubat. Tak boleh sedikitpun aku membenci orang-orang yang ingin membersihkan dan mensucikan dirinya, yang boleh jadi berbentuk kebencianku terhadap orang yang lebih bertaqwa dibanding diriku sendiri.Tak boleh sedikitpun aku membenci orang-orang yang bersabar, termasuk menjadi sebab hilangnya kesabaran mereka. Tak boleh sedikitpun aku membenci orang-orang yang sangat bergantung kepada ALLAH. Tak boleh sedikitpun aku membenci orang-orang yang bersikap adil dan suka menegakkan keadilan, termasuk menjerumuskan mereka untuk tak mampu bersikap adil. Tak boleh sedikitpun aku membenci orang-orang berperang di jalan ALLAH di dalam barisan yang teratur, termasuk menghalang-halangi mereka dan merusak gambaran tentang perang di jalan ALLAH. Tak boleh sedikitpun aku membenci Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang yang ittiba’ dengannya atau yang mengajak kepadanya, dengan cara-cara memberikan gambaran yang keliru yentang Sunnah yang mulia, menghalang-halangi mereka yang memperkenalkan Sunnah setelah aku mengetahui mereka benar di atas Sunnah.
Sudahkah aku…?
Bukankah tulus kepada Mu itu juga artinya:
Aku harus berpihak dan memberikan pembelaan kepada hamba-hamba-Mu yang beriman serta berlepas diri dari musuh-musuh mereka dan musuh-Mu. Itu juga artinya aku harus bersikap lemah lembut terhadap sesama orang beriman serta bersikap tegas dan keras terhadap orang-orang kafir, bukan sebaliknya. Ya, karena orang-orang yang bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun bersifat demikian, sebagaimana firman-Mu:
(مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ ) (الفتح: 29)
(Artinya: Muhammad itu adalah utusan ALLAH dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang dengan sesama mereka) (Al Fath: 29)Juga demikian sifat dari kaum yang akan Kau datangkan untuk menggantikan mereka yang berpaling dari membela agama-Mu dan enggan menegakkan syari’at-Mu, sebagaimana firman-Mu:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ
ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ) (المائدة:54)
(Artinya: Hai, orang-orang yang beriman. Barang siapa di antara kalian murtad dari agama kalian, maka ALLAH akan datangkan satu kaum yang Ia cinta kepada mereka dan merekapun cinta kepada Nya, lemah-lembut terhadap sesama orang beriman dan keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan-ALLAH, dan tidak takut akan cela’an para pencela. Demikianlah keutamaan dari ALLAH yang ia karuniakan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan ALLAH Maha Luas (-karunianya-) lagi Maha Mengetahui) (Al Maa’idah: 54)Sudahkah aku…? Sudahkah aku tulus kepada Mu, ya ALLAH ?
0 komentar:
Posting Komentar