INDAHNYA ISLAM

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 55).


Selasa, 01 Mei 2012

PROLOG
Penuturan kisah ini bukanlah untuk membangkitkan rasa sentimentil kalian, tidak pula untuk melemahkan kekuatan kalian, atau mengaduk-aduk emosi kalian. Sekali-kali tidak! Namun, penuturan kisah ini agar kalian mengerti bahwa Islam membutuhkan para pemberani yang siap menjaganya, mau berkorban untuknya, rela meremukkan tempurung kepala mereka demi kejayaannya, serta siap menumpahkan darah dan berpisah dengan raga mereka.
*-* Episode Satu *-*
Seorang pemudi Rusia (sebut saja namanya Fulanah), ia berasal dari keluarga Kristen Ortodoks yang sangat fanatik terhadap agama Nashrani. Suatu hari, seorang pengusaha Rusia mengajak serta pemudi tersebut bersama beberapa wanita muda lainnya untuk berangkat ke negara teluk, dalam rangka berbelanja barang-barang elektronik, yang kelak akan dijual kembali di Rusia. Itulah penawaran resmi si pengusaha yang disepakati pula oleh para wanita itu…
Ketika mereka telah sampai di tempat tujuan, tiba-tiba pengusaha itu menyeringai menunjukkan gigi taringnya, dan mulailah menawarkan kepada mereka sebuah pekerjaan mesum, disertai berbagai rayuan yang mempesona; seperti harta yang melimpah, relasi yang luas, serta iming-iming menggoda lainnya. Hingga, banyaklah di antara para wanita itu yang terjerat rayuannya. Namun, tidak demikian dengan wanita Ortodoks yang sangat fanatik kepada agamanya itu; Ia menolaknya mentah-mentah.
Pengusaha itu hanya tertawa menanggapi penolakannya, dan ia berkata kepadanya: “Kamu wanita yang terlantar di negeri ini, serta tidak memiliki apa-apa kecuali baju yang kamu pakai. Dan aku takkan memberikan apapun kepadamu.”
Mulailah laki-laki itu mengisolasinya bersama beberapa wanita yang belum terbujuk, dengan menempatkan mereka di sebuah apartemen, serta menahan paspor mereka untuk mem-pressure. Lama kelamaan para wanita itu banyak yang menyerah dan hanyut ke dalam bujukan lelaki yang angkuh itu, sedangkan Fulanah tetap kukuh mempertahankan kesucian dirinya. Setiap hari, Fulanah mendesak lelaki itu untuk memberikan paspornya, atau memulangkannya ke negeri asalnya. Namun ia selalu menolak.
Maka, pada suatu kesempatan, Fulanah mencari sendiri paspornya di dalam apartemen itu, hingga ia pun mendapatkannya dan langsung menyambarnya. Kemudian, ia segera kabur dari sana, keluar ke arah jalan raya. Ia pergi dengan membawa pakaian yang menempel di badannya saja. Entah kemana arah tujuannya. Di sana ia tak punya keluarga, tak punya kenalan, tak ada harta, tak ada makanan, dan tak ada tempat tinggal. Mulailah ia celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri karena kebingungan…
Tiba-tiba, ia melihat seorang pemuda berjalan bersama tiga orang wanita, yang dari penampilannya cukup menenangkan dirinya. Ia pun menuju ke arahnya, dan mulailah berbicara kepada mereka dengan menggunakan bahasa Rusia. Namun, pemuda itu tampak mengemukakan permakluman bahwa dirinya tak mengerti bahasa Rusia.
“Apakah kalian bisa berbahasa Inggris?” tanya Fulanah selanjutnya.
Mereka pun menjawab: “Ya.”
Fulanah terlihat senang, namun kemudian ia menangis seraya berkata; “Aku berasal dari Rusia……,” Lalu mengalirlah dari mulutnya cerita tentang kejadian buruk yang baru menimpanya, “sedangkan aku tak punya bekal, juga tak memiliki tempat tinggal di sini,” lanjutnya.
Di akhir ceritanya, Fulanah pun berkata; “Aku hanya menginginkan bantuan kalian untuk menjaminku barang dua atau tiga hari, sampai aku bisa mengurus permasalahanku bersama keluargaku.”
Khalid, nama pemuda itu, tercenung mendengarkan penuturannya; terlintaslah di pikirannya, “jangan-jangan ini penipuan! Jangan-jangan wanita ini sedang memperdayanya!”
Fulanah menunggu jawaban Khalid sambil menangis. Sedang Khalid nampak bermusyawarah dengan ibunya serta dua saudara perempuan yang turut bersamanya.
Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk membawa Fulanah ke rumah mereka… Mulailah Fulanah berusaha menelpon keluarganya di Rusia. Namun tak pernah tersambung. Di negeri itu, jaringan telpon sering mengalami gangguan…! Maka, ia terus-terusan berusaha menelpon lagi pada setiap kesempatan, namun selalu gagal.
Khalid dan keluarga telah mengetahui Fulanah seorang Nashrani. Dan mereka tetap berlaku ramah kepadanya, serta selalu berlemah lembut terhadapnya. Hingga Fulanah pun menyenangi mereka. Suatu waktu, mereka mengajaknya masuk Islam. Namun Fulanah menolak, bahkan ia tak mau berdiskusi tentang masalah agama bersama mereka. Ya, karena ia berasal dari keluarga Ortodoks yang fanatik, serta sangat membenci Islam dan kaum Muslimin!
Khalid pun berkonsultasi ke pusat-pusat dakwah Islam. Lalu, mereka memberikan buku-buku keislaman yang berbahasa Rusia, untuk dibaca Fulanah. Fulanah pun membacanya, dan mulailah ia terpengaruh. Selang beberapa hari, setelah berbagai upaya yang dilakukan Khalid, dengan bantuan para aktivis dakwah itu, Fulanah pun masuk Islam, bahkan dengan keislaman yang sangat baik. Mulailah ia memperhatikan aneka pengajaran agama Islam, serta mengikuti berbagai majelis ilmu. Sampai-sampai ia mempunyai kekhawatiran jika pulang ke negeri asalnya, maka ia akan kembali menjadi seorang Nashrani.
Pernikahan
Khalid menikahi si Fulanah. Dan keteguhan wanita itu terhadap ajaran agama tampak semakin mengokoh, bahkan melebihi kaum Muslimah kebanyakan. Suatu hari, ia pergi ke pasar bersama suaminya. Di sana, ia melihat ada seorang perempuan yang berhijab, hingga menutupi bagian mukanya. Baginya, inilah kali pertama melihat seorang wanita berhijab dengan sempurna seperti itu. Ia benar-benar heran melihatnya!!
“Wahai Khalid, kenapakah wanita itu memakai pakaian yang demikian? Apakah karena ia memiliki penyakit yang membuat wajahnya memburuk, hingga ia pun harus menutupinya!?” tanyanya kepada Khalid.
Khalid menjawab: “Tidak, perempuan itu memakai hijab seperti yang dikehendaki Allah dan diperintahkan oleh Rasul-Nya.”
Istrinya terdiam sejenak, kemudian berkata: “Oh, inilah rupanya hijab Islami yang Allah kehendaki.”
Khalid bertanya: “Apa yang hendak kau lakukan?”
Istrinya menjawab: “Sekarang, jika aku masuk ke tempat-tempat perbelanjaan, maka semua mata para pemilik toko itu tak boleh melihat mukaku! Boleh jadi mereka ‘melahap’ mukaku ini sedikit demi sedikit!! Karena itu, aku tak akan keluar dari pasar ini, kecuali setelah menggunakan hijab seperti itu. Di manakah kita bisa membelinya?”
Khalid berkata: “Teruslah engkau dengan hijabmu yang sekarang; seperti ibuku dan saudari-saudariku.”
Istrinya menjawab: “Tidak… Aku ingin memakai hijab seperti yang dikehendaki Allah.”
*****
Tak terasa, hari-hari pun bergulir begitu cepat. Tak ada yang bertambah pada wanita itu, kecuali keimanan yang semakin teguh. Ia dicintai oleh orang-orang di sekitarnya. Begitu pula pesonanya semakin memikat hati sang suami.
Suatu hari, ia melihat paspornya ternyata telah hampir habis masa berlakunya. Hingga, ia pun mesti memperbaharuinya. Namun masalahnya, proses perpanjangan paspornya harus dilakukan di kota tempat ia berasal. Maka, tidak bisa tidak, ia harus pergi ke Rusia. Jika tidak, maka mukimnya di negeri teluk itu akan terhitung illegal. Khalid pun memutuskan untuk pergi bersamanya ke Rusia, dan istrinya memang tak ingin pergi tanpa disertai mahram.
Berangkatlah mereka menggunakan pesawat Rusia. Sang istri berangkat lengkap dengan hijabnya yang sempurna!! Ia duduk di samping suaminya dengan penuh rasa percaya diri. Khalid berkata kepadanya; “Aku khawatir kita akan menemui berbagai kesulitan karena hijabmu itu.” Istrinya menjawab: “Subhanallah! Engkau menginginkan aku mengikuti kehendak orang-orang kafir itu, dan menentang kehendak Allah? Tidak… Demi Allah! Biarkan mereka berkata semau mereka….”
Orang-orang pun mulai memperhatikannya. Para pramugari membagikan makanan kepada para penumpang, juga minuman keras sebagai penyertanya. Sebagian besar penumpang langsung meminumnya. Ketika minuman itu mulai bereaksi di kepala-kepala mereka, keluarlah dari mereka ucapan-ucapan meracau. Istri Khalid pun menjadi sasaran kecaman para penumpang yang mabuk itu dari beberapa penjuru pesawat. Sebagian membentak-bentaknya, sebagian lagi menertawakan, sebagian lagi mencelanya, sebagian lagi berdiri di sampingnya dan menunjuk-nunjuk mukanya.
Khalid melihat mereka, tak mengerti. Sedangkan istrinya hanya tersenyum atas kejadian itu, lalu ia menerjemahkan kepada suaminya apa-apa yang mereka lontarkan. Kontan saja Khalid marah.
Namun istrinya berkata: “Tidak, engkau jangan bersedih… Hatimu tak perlu merasa sumpek. Ini masalah kecil dibanding kecaman dan celaan yang dihadapi para sahabat, juga cobaan-cobaan yang dialami oleh para shahabiyyat.” Maka, Fulanah dan suaminya berusaha menahan diri, hingga sampailah mereka di bandara Rusia.

Fitri F.Z
Insya Allah Bersambung…

0 komentar:

Posting Komentar